1 / 35

PENILAIAN, PENANGGULANGAN, DAN PEMULIHAN KERUSAKAN LAHAN

PENILAIAN, PENANGGULANGAN, DAN PEMULIHAN KERUSAKAN LAHAN. Prof.Dr. Azwar Maas MSc. Pusat Studi Sumberdaya Lahan Pedolog, FP UGM. Faktor I klim. Energi kinetik > 1 yang merupakan kumulatif curah hujan sebesar 20 mm/jam dianggap mempunyai kemampuan untuk merusak tanah (Hudson, 1981).

Download Presentation

PENILAIAN, PENANGGULANGAN, DAN PEMULIHAN KERUSAKAN LAHAN

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PENILAIAN, PENANGGULANGAN, DAN PEMULIHAN KERUSAKAN LAHAN Prof.Dr. Azwar Maas MSc. Pusat Studi Sumberdaya Lahan Pedolog, FP UGM

  2. Faktor Iklim • Energi kinetik > 1 yang merupakan kumulatif curah hujan sebesar 20 mm/jam dianggap mempunyai kemampuan untuk merusak tanah (Hudson, 1981). • Hujan kumulatif bulanan > 250 mm berpotensi menyebabkan erosi • Rerata curah hujan tahunan > 2.000 mm dengan sekitar 58 % termasuk hujan erosif (pendekatan kasus di Nigeria) • Nilai ambang digunakan 2.500 mm

  3. Faktor Lereng • Kemiringan lereng, panjang lereng, dan bentuk lereng, bila semua anasir tersebut dirangkum sebagai faktor lereng akan sangat rumit • Kemiringan dan tindakan konservasi dipakai sebagai keadaan muka tanah • < 8; 8 – 15; 15 – 25; 25 – 40; > 40 % • Tanpa konservasi, gulud, teras

  4. Faktor land use • Lahan pertanian: sawah; tegal; kebun; bera • Hutan: intensitas penutupan lahan yang didekati dengan pemanenan lewat kapasitas, penjarahan dan bencana (kebakaran, angin topan dsb. • Alih fungsi hutan ke daerah pertambangan, perkebunan, pekarangan dan pemukiman, pertanian (tanaman keras, tanaman semusim), pekarangan, dll. Hutan, tergantung dari penutupan dan konversinya

  5. Faktor tanah(PP 150/2000) • Tebal • Kebatuan • Koloid dan kandungan kuarsa • Berat volume • pH • DHL

  6. Soil Morphological Condition (Government Decree No. 150 year 2000) Parameter Critical Limit Remark Soil thickness (cm) < 20 Limitation for rooting zone Surface stoniness (%) > 40 Limitation for land surface Fraction compositions <18% colloid; >80% quarsitic sand Limitation of nutrient retention Bulk density, g/cm3 > 1.4 Limitation of root penetration Total porosity (%) < 30; > 70 Aeration; and water retention Hydraulic conductivity (cm/hour) < 0.7; > 8.0 Aeration/flood hazard; and water retention pH (H2O) 1: 2,5 < 4,5; > 8,5 Acidity; and alkalinity (toxic and imbalance nutrient) Electric Conductivity (mS) > 4,0 Salinity, plasmolyses Redox (mV) < 200 Oxygen availability Total microbial (cfu/g) < 102 Unhealthy soil ecology

  7. Faktor Banjir Gangguan terhadap kegiatan biotis • Tebal genangan • Kecepatan aliran air/stagnasinya • Lama genangan • Bebas • 2 s/d 10 hari • > 10 hari

  8. Pengembangan Model Penilaian Kerusakan Lahan Kering

  9. Penilaian Kerusakan Lahan di SulawesiPusreg Sumapua, Makasar • Kabupaten KOLAKA UTARA • Kabupaten MAMUJU • Kabupaten GOWA • Kabupaten BOLANG MANGUNDOW • Kabupaten PARIGI MOUNTONG

  10. MAMUJU

  11. GOWA

  12. BOLANG MANGUNDOW

  13. PARIGI MOUNTONG

  14. Keterandalan Peta • Peta Iklim hanya berdasarkan atas data stasiun klimatologi yang ada di tempat terdekat dengan wilayah kerja. Dipertimbangkan pula ketinggian tempat. • Peta Lereng dibuat dari citra SRTM yang sebetulnya hanya akurat untuk beda elevasi 90 m. Bila ada peta kontur skala 1 : 25.000 dengan beda tinggi 5 m akan lebih akurat dari sisi parameter kelas lereng • Tindakann konservasi secara mekanik sulit untuk disidik berdasar data sekunder (citra atu peta rupa bumi), hanya dapat disidik dengan foto udara atau pengamatan langsung, terlebih bila lahan dimiliki oleh masyarakat. • Peta Tataguna lahan kondisi aktual dapat disidik dari citra landsat CTM+, meskipun peta Rupa Bumi skala 1 : 25.000 dapat dijadikan acuan awal (hanya ada di beberapa tempat, dibuat oleh Bakosurtanal). • Peta Genangan dapat disidik dari lereng (0 – 8%) dan infromasi sekunder tentang pengalaman banjir di suatu wilayah.

  15. Peta tanah yang ada di Indonesia adalah skala Eksplorasi atau Bagan (1 : 250.000 atau 1 : 1.000.000). hanya di daerah yang pernah mengadakan survei tanah dapat mempunyai peta skala Tinjau Mendalam (1 : 50.000). • Pada skala eksplorasi hanya dicantumkan nama dari kompleks tanah dengan kerincian sampai pada Golongan Utama. Hanya dapat untuk menduga pH, fraksi pasir dan kebatuan, DHL. Tidak dapat dipakai untuk menduga tebal solum tanah • Peta Tinjau Mendalam dapat menentukan semua parameter tanah, hanya saja sering bukan nama tunggal, melainkan nama asosiasi atau kompleks yang jika berbeda karakter dalam parameter tanah, sulit untuk memisahkannya. • Kawasan yang hanya punya peta tanah eksplorasi, maka paameter tanah dikoreksi dengan tafsiran peta Geologi dan Lereng. • Khusus kawasan pasca tambang yang mengusik tanah dan tataguna lahan, maka peta tanah asli tidak dapat digunakan, keadaan aktual lebih tercermin dari tataguna lahan/citra yang ditandai oleh kondisi bera/terbengkalai yang umumnya kawasan tersebut mempunyai solum yang sangat dangkal.

  16. Contoh: Perubahan beda tinggi garis kontur 50 m 25 m 12.5 m

  17. Rawa • terjadi di daerah cekung  gambut • tergenang air sepanjang tahun dengan gerakan yang lambat • suasana reduktif, di tempat bersuasana tawar, bila salin  tanah berpirit.

  18. Budidaya Konservasi E1 E2 Elevasi muka air di kanal Tebal Gambut Tanah Gambut Tanah Gambut Sungai Budidaya Tanah Mineral KARAKTERISTIK EKOSISTEM LAHAN GAMBUT

  19. PENILAIAN KERUSAKAN LAHAN RAWA PRINSIP DASAR TIDAK MENGUBAH FUNGSI EKOLOGIS RAWA

  20. Parameter Penilaian • Iklim: hujan semakin banyak cenderung semakin baik • Tipologi Luapan: Semakin dipengaruhi pasang surut semakin baik. Ada yang dapat dijadikan tadah hujan • Posisi Lahan: Semakin ke rawa belakang semakin kurang baik • Penggunaan Lahan: hutan, sawah, kebun  Kesesuaian • Gambut tipis lebih baik dari gambut tebal • Semakin dangkal keberadaan pirit semakin mudah rusak • Kualitas tanah: pH, DHL, Nilai redoks.

  21. Evaluasi Kerusakan Lahan Rawa • Hujan • Hidrologi • Land use • Tanah (PP 150/2000)

  22. Gambut utk pertanian (Kal Bar) • Secara teoritis perbaikan gambut ditujukan pada perbaikan: • Drainase sehingga dihasilkan rhizosphere yg aerobik bagi perakaran tanaman • Peningkatan pH, peningkatan basa-basa (KB) (dg abu, kapur, pugas, lumpurlaut dll) • Perbaikan ketersediaan hara N, P, K, Ca, Mg,dan hara mikro (al. dg pukan ayam, pugas, pupuk buatan, pukan dll) • Memperkecil pengaruh meracun asam organik ttt. (Abu, kapur dpt menekan pengaruh tsb)

  23. Penanggulangan Kerusakan Lahan Kering • Faktor bawaan alam: iklim, lereng asli dan fraksi pasir kuarsa. • Iklim  Rekayasa Hujan Buatan. Mahal • Lereng  Teras, gulud, penanaman sejajar kontur, rorak, sumur penampung hujan, bendung/embung. Mahal • Pasir kuarsa  Jangan dibuka bila masih ada vegetasinya, terutama di lahan rawa bergambut. Mahal cost recovery nya • Kegiatan non pertanian: pertambangan (mineral sub surface atau ekstraksi bahan tanah • Amdal sangat penting • Peruntukan sebelum tambang apa juga peruntukan pasca reklamasi tambang

  24. Faktor yang dikelola dengan subsidi: konservasi lahan • teras atau gulud bila lereng < 15 %, • tebal solum  sub soiling • Kebatuan  tindakan mekanik pengambilan dan penyingkiran batu (bila hanya ada di permukaan) • Faktor yang dapat direkayasa: • penggunaan lahan  crop canopy covering • tindakan konservasi secara vegetatif • pH  peningkatan atau penurunan pH. • Saprotan dapat dimasukkan sebagai faktor yang lebih mudah direkayasa dan berfungsi sebagai biaya produksi biomassa. • berupa pupuk • proteksi tanaman • pemeliharaan tanaman

  25. Konservasi Mutu Lahan/Tanah • Air, Tanah, Flora, Fauna dan Jasad renik saling berperan dalam konservasi lahan. • Mekanis: • Irigasi dan Drainasi • Pengolahan • Perbaikan daya resap air di dalam tanah • Memperkecil erodibiltas tanah (perbaikan sifat fisik tanah) • Perbaikan lereng: teras, gulud • Konservasi secara vegetatif • Subsoiling • Kimiawi: • Pengurangan leaching • Ameliorasi • Pemupukan: organik, mineral • Ameliorasi: kapur, dolomit, organik • Biologi: • MVA, Rhizobium • Pergiliran Tanaman, cover crop

  26. Pemulihan • Umumnya kerusakan yang disebabkan bukan oleh alam • Tergantung peruntukan • Sangat tergantung dari faktor yang menyebabkan lahan rusak • Solum: dengan menambah bahan organik, deep plowing • pH rendah: melalui pengapuran (hati-hati untuk gambut) • Daya pegang hara rendah: dengan penambahan bahan organik dan clay. • DHL yang tinggi: dengan drainasi • Pencemar: dengan meningkatkan pH (logam berat); dengan aerasi dan drainasi (kondisi reduktif akibat limbah organik) • Lebih menekankan nilai lingkungan daripada nilai ekonomis dalam usaha pemulihan  subsidi • Melibatkan masyarakat, Pemda, dan Pakar melalui perencanaan yang matang

  27. Pengelolaan Rawa • Lahan rawa potensial untuk produksi biomassa meliputi lahan tipologi luapan A dan B, termasuk tipologi C dan D yang bebas dari gambut dan tanah sulfat masam • Zona resapan air/kubah gambut perlu dipertahankan atau dikembalikan fungsinya (30 – 40% dari jarak antar sungai utama) • Sebagian besar lahan yang sesuai telah dikembangkan, bahkan cukup banyak lahan yang kurang sesuai juga terikut. • Pengembangan lahan rawa ke depan: • lahan yang telah dibuka  sirkulasi air segar dapat sampai di petak lahan dan inputan pada tanah sesuai dengan kebutuhan tanaman. • Rancangan ulang lahan bongkor (dimensi saluran dan kualitas tanah) • Rehabilitasi saluran dan ameliorasi tanah sama pentingnya untuk lahan bongkor. • Potensi pengembangan agribisnis, misalnya sagu, nipah • Monitoring sistem tata air dan kualitas tanah perlu mendapatkan perhatian selama proses reklamasi. Hal ini penting pula untuk menentukan bentuk tata air yang tepat untuk suatu jenis komoditas yang diterapkan secara “berkelanjutan”. • Perlu perumusan bersama siapa berbuat apa di lokasi dan waktu yang sama (Deptan, PU, Kehutanan, KLH, Transmigrasi dan Pemda). Teritegrasi dan terpola, misalnya kawsan eks PLG

  28. Terima Kasih

More Related