1 / 29

PENDIRIAN APOTIK

PENDIRIAN APOTIK. Manajemen Farmasi Komunitas USB, 2009. Permenkes RI No. 26/Menkes/Per/11/1981 tentang Pengelolaan & Perizinan Apotik, pasal 1 : “Surat Ijin Apotik (SIA) adalah surat ijin yg diberikan Menteri Kesehatan kepada apoteker untuk mengelola apotik.”.

cayla
Download Presentation

PENDIRIAN APOTIK

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PENDIRIAN APOTIK Manajemen Farmasi Komunitas USB, 2009

  2. Permenkes RI No. 26/Menkes/Per/11/1981 tentang Pengelolaan & Perizinan Apotik, pasal 1 : “Surat Ijin Apotik (SIA) adalah surat ijin yg diberikan Menteri Kesehatan kepada apoteker untuk mengelola apotik.”

  3. Mengapa hanya profesi Apoteker yang diberi ijin pengelolaan apotik ?

  4. Komoditas bisnis apotik berupa sediaan farmasi yg memiliki sifat dapat mempengaruhi kondisi kesehatan manusia, yg apabila tidak dikelola oleh orang yg tidak memiliki ilmu kefarmasian (apoteker), maka akan dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

  5. PERIJINAN APOTIK UU atau peraturan yg mengatur tentang ijin apotik terus berubah mulai dari UU No. 3 tahun 1953 s/d Keputusan Menkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Permenkes RI No. 922/Menkes/Per/X/1992 tentang Ketentuan & Tata Cara Pemberian Ijin Apotik, sesuai dengan perkembangan dunia bisnis serta teknologi yg berkembang saat ini.

  6. Perdagangan komoditas farmasi tidak sama dengan consumer goods. Sudah selayaknya pengawasan dan pengendalian industri farmasi mulai dari industri hulu (pabrik bahan baku, formulasi) sampai dengan industri hilir (apotik) harus diatur oleh pemerintah dan ijin pengelolaannya diserahkan kepada profesi apoteker sesuai dengan keilmuan yg dimilikinya.

  7. Bila pengelolaan komoditas farmasi diserahkan kepada orang yg tidak memiliki keilmuan di bidang farmasi, maka pendistribusian dan penggunaannya menjadi tidak terkendali. Mengingat begitu pentingnya pengawasan dan pengendalian industri farmasi (khususnya apotik), maka pemerintah mulai tahun 1980 melalui PP No. 25 tahun 1980 menyerahkan ijin pengelolaan apotik kepada profesi apoteker.

  8. CARA MEMPEROLEH SIA Berubahnya kondisi sosial politik Indonesia turut mewarnai berubahnya tata cara mengurus dan memperoleh SIA. Tata cara sebelum Paket Deregulasi 23 Oktober 1993 dan diberlakukannya UU Otonomi Daerah (otda) tahun 1999.

  9. Permenkes RI No. 26/Menkes/Per/11/1981 tentang Pengelolaan & Perizinan Apotik : • Barang yg boleh dijual di apotik adalah perbekalan farmasi. • Barang yg dilarang dijual di apotik adalah barang yg tidak ada hubungannya dengan fungsi pelayanan kesehatan • Syarat APA adalah harus memiliki SIPA (surat ijin pengelolaan apotik) dari Menteri c.q. Dirjen POM. • Masa berlaku SIPA 5 tahun.

  10. Kepmenkes RI No.278/Menkes/SK/V/1981 tentang Persyaratan Apotik, • a.l. mengenai persyaratan minimal yg harus dipenuhi apotik baru : • Lokasi : harus memenuhi segi penyebaran & pemerataan • Jarak antar apotik : harus berjarak ± 500 m • Syarat bangunan : minimal 50 m2

  11. Permenkes RI No.279/Menkes/Per/11/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Apotik : - Persetujuan lokasi oleh Kanwil Depkes Propinsi - Masa berlaku SIPA 5 tahun

  12. DASAR HUKUM DAN ETIKA PEMEGANG SIA Dasar hukum (yuridis) 1. UU No. 7 tahun 1963 tentang farmasi 2. PP RI No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan PP No. 26 tahun 1965. 3. Permenkes RI No. 26/Menkes/Per/11/1981 tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotik 4. Kepmenkes RI No. 922/Menkes/SK/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik 5. Kepmenkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Kepmenkes RI No. 922/Menkes/SK/X/1993.

  13. Dasar etika (ethics) • Bidang keilmuan yg dimiliki apoteker. Sesuai dengan bidang ilmu pengetahuan farmasi, maka seorang apoteker sudah barang tentu lebih menguasai dari profesi lainnya mengenai tata cara pengelolaan apotik. • Lafal sumpah/janji apoteker, terdapat kalimat :”Saya akan melaksanakan tugas saya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian”.

  14. CARA MEMPEROLEH SIA SETELAH PAKTO (1993-2002) Setelah adanya Pakto 1993 (Permenkes RI No. 922/Menkes/SK/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik), maka tata cara memperoleh SIA & membuka apotik menjadi lebih sederhana dari 3 tahap menjadi 1 tahap, cukup sampai Kepala Kanwil Propinsi, karena adanya penghapusan beberapa persyaratan.

  15. Yaitu antara lain : • Keharusan memiliki SIPA dihapuskan • Persetujuan lokasi oleh Kanwil dihapuskan • Persyaratan jarak minimal antar apotik dihapuskan • Jenis barang yang dijual dihapuskan, sehingga apotik di samping dapat menjual perbekalan farmasi juga dapat menjual produk lain yang tidak ada hubungannya dengan perbekalan farmasi (DIVERSIVIKASI).

  16. TATA CARA MEMPEROLEH SIA SETELAH OTDA 1999 (2002-SEKARANG) Dengan adanya perubahan pada sistem pemerintahan tahun 1999 dari sistem sentralisasi menjadi otda, maka tata cara mengurus SIA juga mengalami perubahan. Perubahan ini ditetapkan oleh Kepmenkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Kepmenkes RI No. 922/Menkes/X/1993

  17. tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik, maka tata cara mengurus apotik menjadi lebih sederhana lagi : • Yang berhak memberi SIA : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota • Yang berhak memperoleh izin : Apoteker

  18. MELAKUKAN KEGIATAN OPERASIONAL APOTIK Pada awal melakukan kegiatan operasional apotik, APA beserta pegawainya tidak langsung dikenal konsumen & dapat memperoleh penjualan seperti yg diharapkan. Apotik akan banyak menghadapi hambatan baik internal & eksternal.

  19. Hambatan pd awal operasional • a. Hambatan internal : • Barang belum lengkap, shg apotik banyak menolak resep • Nama apotik belum banyak diketahui oleh masyarakat, dokter, & tenaga medis lain, shg penjualan masih kecil • Petugas apotik belum berpengalaman& belum banyak mengenal konsumen baik yg individu, korporasi, dokter & perawat yg berada di sekitar apotik, shg petugas belum dapat memberikan pelayanan & perhatian yg sesuai harapan konsumen.

  20. b. Hambatan eksternal: • Keraguan konsumen terhadap kualitas pelayanan apotik, seperti kelengkapan barang, harga & kecepatan pelayanan • Keraguan supplier sebagai kreditor persediaan barang terhadap perilaku & kemampuan finansial apotik, seperti ketentuan harus bayar tunai (cash and carry), shg apotik harus dapat menyediakan modal kerja yg lebih. • Reaksi pesaingyg lebih dahulu ada thd keberadaan apotik, untuk menyerang dalam bentuk harga atau bentuk lainnya.

  21. Cara mengatasi hambatan pd awal operasional • Untuk hambatan internal : • Mendatangi praktek dokter/klinik yg ada di sekitar apotik untuk meminta daftar obat yg sering digunakan dokter & jumlah pasien per bulan. • Mencatat nama obat yg ditolak apotik, nama & alamat dokter penulis resep, mendatangi dokter praktek/klinik & mencatat jumlah pasiennya per bulan kemudian menyediakan obat tersebut. • Menyediakan obat generik & OTC yg sering diiklankan selengkap mungkin (untuk apotik yang berada di daerah pemukiman padat penduduk kelas menengah ke bawah).

  22. 2. Nama apotik yg belum dikenal dgn cara : • Memasang papan nama apotik (billboard) dengan warna scott lightpd posisi yg mudah dilihat • Memasang umbul-umbul/bendera yg menandakan bahwa ada apotik baru yg mulai beroperasi • Membuat brosur tentang suatu penyakit yg sedang ngetren & cara pencegahannya sambil memperkenalkan nama apotik untuk dibagikan kepada masyarakat sekitar • Membuat sejumlah kalender & membagikannya kepada praktek dokter di sekitar apotik • Mengadakan khitanan masal.

  23. 3. Petugas yang belum berpengalaman, dengan cara : • Melatih pegawai untuk berani berkomunikasi dalam melayani konsumen dgn cara APA memberikan contoh: Bagaimana teknik berkomunikasi dan melayani konsumen di ethical atau OTC counter; Bagaimana menjadi advisor & memberi solusi pd saat konsumen mengalami hambatan dengan obat yg dibutuhkan (hambatan harga, obat kosong) • Menyediakan buku-buku standar seperti farmakope, IIMs

  24. Menyediakan sarana komunikasi & transportasi a.l. : telpon agar petugas dapat melakukan komunikasi dengan supplier, konsumen, dokter & tenaga medis lain; sepeda motor agar petugas menjadi lebih flexible dan cepat dalam melayani konsumen. • Membagi tugas & tanggung jawab kpd pegawai, agar menjalankan fungsinya di apotik, terutama pada fungsi pembelian & penjualan seperti : Membeli obat ke supplier atau apotik lain & mengantar ke rumah konsumen pd kondisi ttt.

  25. Memberikan kewenangan kepada setiap pegawai terutama pada fungsi pembelian dan penjualan, agar pegawai menjadi lebih percaya diri dalam melayani konsumen seperti : boleh memberikan diskon kepada konsumen individu, dokter sampai pada batas jumlah persentase tertentu; boleh memberikan insentif;

  26. Untuk hambatan eksternal : • 1. Keraguan konsumen terhadap kualitas pelayanan, dengan cara : • Melayani kebutuhan konsumen, walaupun harus membelikan barangnya ke apotik lain atau ke PBF secara tunai dan mengantar obatnya ke rumah konsumen. Prinsipnya “resep masuk-keluar obat” • Mendemonstrasikan rasa peduli petugas apotik terhadap keinginan konsumen seperti keramahan, kecepatan, solusi.

  27. 2. Keraguan supplier sebagai kreditor persediaan terhadap sifat (perilaku) dan • kemampuan finansial apotik, dengan cara : • Membayar tunai • Membayar tepat waktu sesuai dengan perjanjian • Jangan ingkar janji

  28. 3. Reaksi pesaing yg lebih dahulu ada, dengan cara : • Menjaga hubungan baik dengan apotik yang lebih dulu ada, saling membantu untuk mengisi barang yg kosong, tidak saling banting harga • Kompak dalam menetapkan harga untuk pelanggan korporasi.

More Related