1 / 31

Oleh : Dina Imelda Pembimbing : dr. Diah Kurnia Mirawati, Sp. S(K)

J ourna l EMG. Utility of electrodiagnostic testing in evaluating patients with lumbosacral radiculopathy: An evidence-based review S. Charles Cho, MD, Mark A. Ferrante, MD, Kerry H. Levin, MD, Robert L. Harmon, MD, MS, & Yuen T. SO, MD, PhD. Oleh : Dina Imelda

field
Download Presentation

Oleh : Dina Imelda Pembimbing : dr. Diah Kurnia Mirawati, Sp. S(K)

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Journa l EMG Utility of electrodiagnostic testing in evaluating patients with lumbosacral radiculopathy: An evidence-based review S. Charles Cho, MD, Mark A. Ferrante, MD, Kerry H. Levin, MD, Robert L. Harmon, MD, MS, & Yuen T. SO, MD, PhD Oleh : Dina Imelda Pembimbing : dr. Diah Kurnia Mirawati, Sp. S(K) 1

  2. Kriteria inklusi • Lingkup pengkajian: hanya pada metode elektrofisiologis standar (EMG, pemetaan paraspinalis [paraspinal mapping, PM], konduksi saraf [termasuk H-reflex dan F-wave], dan potensial bangkitan motorik melalui stimulasi radiks saraf dan potensial bangkitan somatosensorik

  3. HASIL • 9 artikel teridentifikasi sebagai studi dengan bukti kelas II atau III • 3 artikel mempelajari penggunaan latensi gelombang F dan potensial bangkitan dan 4 artikel mengenai refleks H dan EMG • 4 studi dalam tatanan blinded evaluation • Outcome artikel lain non-blinded evaluation diklasifikasikan studi kelas III karena pengukuran EDX bersifat obyektif • Studi kelas IV tidak dilakukan pengkajian

  4. Karakteristik Studi • Kriteria inklusi memiliki desain studi dan cohort assembly method bervariasi • Dua studi prospektif, menggunakan masking dan terkontrol, 5 studi case control prospective, 3 studi case control retrospective • Jumlah pasien masing-masing studi 16-206 pasien. Rerata usia 18-80 tahun • Penilaian EMG dilakukan dalam tatanan blinded, random, prospektif dan dibandingkan dengan modalitas ”standar baku” yang obyektif

  5. Cont.. • Derajat manifestasi klinis yang digunakan dalam penegakan diagnosis juga bervariasi • Presentasi klinis yang terjadi berupa nyeri punggung, pain radiation, abnormalitas refleks, defisit kekuatan dan kemampuan mobilisasi, baik dalam kelompok kohort maupun kelompok pasien-pasien LBP yang tidak mengalami radikulopati

  6. Cont.. • Gejala lain, sciatica dalam waktu tertentu, 60% reduksi refleks tendon achilles, 17%-nya reduksi refleks patella, 61%-nya kelemahan ekstensi tumit, 30%-nya reduksi kemampuan merasakan sensasi, 40%nya atrofi otot, 95%-nya dijumpai positive straight leg raises. • Sebagian besar menggunakan nyeri radikuler untuk skrining awitan

  7. EMG/Pemetaan paraspinal • Beberapa studi menginvestigasi pelaksanaan limb myotomal EMG dan PM, dimana ditemukan aktivitas/gerakan spontan abnormal digunakan sebagai definisi dari abnormalitas yang terjadi (tabel 1) • Studi kelas III membandingkan PM dengan modalitas pencitraan (CT Scan maupun MRI) pada 43 pasien dan EMG ekstremitas pada 110 pasien • Kelompok pasien dikategorikan berdasarkan derajat kepastian diagnosis radikulopati lumbosakral

  8. Cont.. • Temuan radiologis diklasifikasikan ke dalam kelompok normal dan abnormal (possible, probable, single level atau multilevel) • Perbandingan hanya dari beberapa kelompok tertentu (eksklusi kelompok possible & probable) dari abnormalitas (single-level abnormality imaging findings) yang ditemukan melalui modalitas pencitraan terhadap PM, sensitivitas 63%, spesifitas 92%, Positive Predictive Value (PPV) 87%, Negative Predictive Value (NPV) 75% • Pada multilevel imaging abnormalities secara berurutan 71%, 92%, 83 % dan 85%

  9. Cont.. • Studi kelas III lain, PM dibandingkan dengan modalitas pencitraan, EMG ekstremitas, pemeriksaan fisik & dikombinasikan dengan EMG/modalitas pencitraan sebagai standar referensi terpisah. • Modalitas pencitraan sebagai standar referensi, sensitivitas dan spesifitas PM mencapai 66% dan 92% • EMG ekstremitas sebagai standar referensi, sensitivitas dan spesifitas 50% dan 85%

  10. Cont.. • Kombinasi EMG dengan modalitas pencitraan sebagai standar referensi ,sensitivitas dan spesifitas 58% dan 90% • Studi kelas II, mendokumentasi pelaksanaan PM pada 4 atau lebih otot, sensitivitas dan spesifitas 30.4% dan 100% • EMG tambahan pada sejumlah otot-otot kaki, sensitivitas 47.8% dan spesifitas 87.5% • Kombinasi salah satu dari beberapa varian modalitas EMG, sensitivitas 79.2% dan spesifitas 50% • Studi kelas II lain, digunakan modalitas EMG mencakup 4-5 otot ekstremitas

  11. Cont.. • Studi kelas II lain, EMG mencakup 4-5 otot ekstremitas dilengkapi PM, sensitivitas 89-92%, tanpa PM 77-89%, spesifitas tidak dapat dikalkulasikan karena tidak menyertakan batas-batas hasil positif palsu dan negatif palsu sebenarnya.

  12. Cont..

  13. H-Reflex • Studi kelas II dan 2 buah studi kelas III melakukan investigasi tibial nerve H-reflex sebagai salah satu modalitas diagnosis radikulopati lumbosakral (Tabel 2) • Sensitivitas dan spesifitas bervariasi • Kelompok radikulopati S1, sebuah studi sensitivitas dan spesifitas, 100%, beberapa studi 51% dan 91%, PPV 64% dan NPV 84% • Pada kelompok L5 mengalami penurunan mencapai 6%

  14. Cont.. • Melalui penggunaan H-Wave absence atau asymmetry sebagai penanda abnormalitas, sensitivitas sebesar 36.4% dan 18.2% dan spesifitas mencapai 91.3% dan 100%

  15. Studi-studi terkait F-Wave • 2 Studi kelas II mempelajari latensi F-Wave dari n. Peroneal (radikulopati L5) dan n. tibialis posterior (radikulopati S1) dan interside latency differences sebagai penanda dari abnormalitas dan membandingkan hasil yang diperoleh dengan nilai-nilai normal (Tabel 3) • Perekaman n. peroneal, sensitivitas 65%, n.tibial 56% • Studi kelas III, sensitivitas kombinasi perekaman peroneal/tibial mencapai 25%, spesifitas 62%, PPV 57%, NPV 29%

  16. Cont.. • Studi kelas III menginvestigasi F peroneal tanpa F tibial, penanda abnormalitas yang terjadi, berupa ketiadaan gelombang F (ipsilateral atau bilateral) atau keberadaan gelombang F asimetris , sensitivitas 4.8% dan spesifitas 95.5%

  17. Motor Evoked Potential dengan Stimulasi Akar Saraf • Satu Studi kelas III menguji Motor Evoked Potentials (MEPs) dirangsang dengan permukaan elektrode di atas garis tengah daerah lumbosakral dan pencatatan otot tibialis anterior (L5) dan soleus (S1) • Latensi MEP AbN jika 3 standar deviasi > mean dari subyek kontrol normal atau perbedaan interside latensi > 0.8 ms • Latensi MEP L5 72% sensitif dan 100% spesifik, PPV 100%, NPV 83% dalam mendeteksi radikulopati lumbal • Latensi S1 sensitif 66.7% dan 100% spesifik, PPV 100%, NPV 74% dalam mendeteksi radikulopati sakral

  18. SEP Segmental/Dermatomal • Dua Studi kelas III menggunakan SEP dermatomal (Tabel 4) • Sensitivitas 29%, spesifitas 67% PPV 63%, NPV 33% • SEP dermatomal L5 90% sensitif dan 97.7% spesifik • SEP dermatomal S1 20% sensitif dan 97% spesifik • SEP peroneal superfisial mencapai sensitivitas terbaik pada radikulopati L5, hingga mencapai 70% • 20% pasien dengan diagnosis radikulopati L5, telah pasti diketahui memiliki abnormalitas S1 dermatomal • 10% pasien dengan diagnosis radikulopati S1, telah pasti memiliki abnormalitas L5 dermatomal yang nyata

  19. KESIMPULAN • 1. Pasien-pasien tersangka radikulopati lumbosakral, studi EDX berikut mungkin membantu diagnosis klinis: a.EMG ext. Perifer (bukti kelas II, rekomendasi Level B) b.PM dengan EMG jarum pada radikulopati lumbal (bukti kelas II, rekomendasi Level B) c.H-refleks pada S1 radikulopati (bukti kelas II dan III, rekomendasi Level C) 2. Bukti menunjukkan sensitivitas rendah pada F-Wave peroneal dan tibialis posterior (bukti kelas II dan III, rekomendasi Level C)

  20. 3.Terdapat bukti tidak memadai untuk mendapatkan kesimpulan manfaat dari studi EDX berikut: a. Dermatom/SEP segmental dari dermatom L5 atau S1 (bukti kelas III, rekomendasi Level C) b. PM dengan EMG jarum pada radikulopati sakral (kelas II, Level U) c. MEP dengan stimulasi akar saraf membuat diagnosis mandiri dari radikulopati lumbosakral (bukti kelas III, Level U)

  21. DISKUSI • Bukti yang tersedia terbatas oleh kurangnya penerimaan secara universal definisi dari kasus radikulopati lumbosakral • Tidak ada satupun studi yang mengemukakan data metodologi layak untuk perbandingan tidak bias dari obyek acuan standar dengan diagnosis EDX • Penelitian terakhir tidak dapat menangani optimal kombinasi ataupun urutan dari pengujian pada keseluruhan proses evaluasi. • Tak ada satupun dari penelitian terakhir yang menangani kegunaan dari EDX dalam meramalkan hasil atau respon terhadap terapi

  22. REKOMENDASI • Studi akan datang harus menghilangkan potensi bias dan menyediakan data cukup untuk menentukan kontribusi independen dari teknik EDX yang digunakan dalam mendiagnosis tersangka radikulopati lumbosakral • Unsur-unsur direkomendasikan untuk ketepatan diagnostik: 1.Desain penelitian kohort prospektif 2.Kohort mencakup spektrum luas 3.Standar acuan berbasis konsensus (standar baku) dari radikulopati lumbosakral harus dikembangkan untuk tujuan penelitian

  23. 4. Penelitian menggunakan spektrum luas dengan diagnosis alternatif dan berbagai derajat keparahan radikulopati 5.Pasien yang terdaftar harus menyelesaikan EDX 6.Peneliti yang tidak menyadari hasil EDX harus menentukan diagnosis akhir 7.Penelitian dapat dilakukan untuk menilai manfaat EDX dalam kombinasi dengan atau dalam isolasi dari studi diagnostik alternatif dan urutan studi dan kombinasi studi yang memberikan hasil tertinggi

  24. TERIMA KASIH

More Related