1 / 1

Menikahi Mufidah

Menikahi Mufidah

june
Download Presentation

Menikahi Mufidah

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Menikahi Mufidah Mufidah Miad Saad adalah perempuan Minangkabau kelahiran Sibolga, 12 Februari 1943. Sebagaimana orang Minang yang berjiwa perantau, begitu pun keluarga H. Buya Miad dan Sitti Baheram serta 12 anak kandung mereka. Dari Sumatera Barat, mereka merantau ke Sibolga di Sumatera Utara, hingga ke Sulawesi Selatan. Di Makassar, Mufidah, yang biasa dipanggil dengan sebutan Ida, bersekolah di SMA Negeri III. Pada masa-masa sekolah inilah awal mula persemaian kisah cinta Mufidah dengan Muhammad Jusuf Kalla, putra pengusaha Haji Kalla dan Hj. Athirah, pendiri dan pemilik NV Hadji Kalla Trading Company. Jusuf dan Mufidah mulai saling menaruh hati pada 1962 ketika Jusuf duduk di bangku kelas dua dan Ida adalah siswi baru di kelas satu. Menurut Mufidah, Jusuf pada waktu itu sudah menunjukkan ketertarikan kepadanya. Namun, Ida menanggapi ketertarikan Jusuf dengan bersikap tenang dan biasa-biasa saja, sepertinya tanpa ada gejolak apa pun. Jusuf menyemai bibit kasih sayangnya kepada Mufidah dengan sesekali bertandang ke rumah Ida. Dia datang bersama kawan-kawan semasa mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar. Dia ingin bertemu Ida, tetapi berpura-pura asyik bermain halma dan mengobrol dengan calon mertua. Mufidah suatu ketika harus menempuh ujian akhir SMA di Medan sebab bersamaan waktunya dengan penyelenggaraan sebuah kejuaraan tari di sana. Ida yang pandai menarikan tarian Serampang Dua Belas, juga tarian Minang dan Aceh, dipercaya mewakili Provinsi Sulawesi Selatan mengikuti kejuaraan tari di Medan. Bukti bahwa Mufidah seorang penari handal kelak tercermin pada putri bungsunya, Chaerani, yang mewarisi bakat menari. Di Medan, Mufidah berhasil tampil sebagai juara tiga. Cinta jarak jauh Makassar-Medan diisi Jusuf dengan kerap menanyakan dan mencari tahu kabar tentang Ida, sambil sesering mungkin berkirim kartu pos. Kembali ke Makassar, Mufidah berkesempatan bekerja di Bank BNI 1946 atas permintaan ibu dan koneksi ayahnya dengan direktur utama bank tersebut. Sambil bekerja, Ida menyimpan hasrat lama kulaih di Universitas Hasanuddin, tempat Jusuf menuntut ilmu dan aktif sebagai aktivis KAMI. Sayangnya ia gagal masuk ke kampus tersebut. Ia lalu kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar. Selepas bekerja sebagai teller bank, Mufidah rajin kuliah sore. Mengetahui Ida bekerja dan sambil kuliah, ada dua hal yang segera dilakukan Jusuf Kalla. Dia rajin menabung di BNI 1946 dan melamar menjadi asisten dosen di UMI Makassar. Tujuannya tidak lain ingin selalu bertemu pujaan hati. Bahkan, sering terjadi setiap hari, dari bangku Ida bekerja sebagai teller bank, “Dari jauh saya sudah lihat dia datang. Dia langsung ke tempat saya dan menabung. Tiap hari menabung,” kata Ida. Dalam peristiwa berbeda sebagai mahasiswi UMI Makassar yang diajar oleh Jusuf, pada suatu ketika Ida lupa membawa pulpen dan sang asisten dosen langsung saja menawarinya sebuah pulpen berwarna keemasan. Ida menerima dengan perasaan senang, tapi malu-malu. Kisah cinta Jusuf dan Mufidah mirip dengan kisah Siti Nurbaya, sebuah cerita klasik dari Minangkabau. Ketika Jusuf sedang berada di puncak asmara, bahkan hendak melamar, Ida mengaku terus terang kalau dirinya telah dijodohkan oleh kedua orangtuanya dengan laki-laki lain. Pengakuan langsung itu menjadi konfirmasi final atas kabar perjodohan Ida yang sebelumnya telah berhembus ke telinga Jusuf. Laki-laki yang dijodohkan dengan Ida disebut-sebut pula ganteng dan sedang menempuh pendidikan di Amerika Serikat. Namun, nyali Jusuf tak surut. Akhirnya mereka menikah. Jusuf menikahi Mufidah, putri dari Pak Miad, guru mengajinya yang merupakan warga Muhammadiyah. “Bukan karena dia Muhammadiyah, tapi menurut adat Minang, mereka harus melamar ke salah satu pamannya, bukan langsung ke orangtuanya,” kata Jusuf. Buah kasih Jusuf dan Mufidah telah melahirkan lima orang anak, yakni Muchlisa Jusuf, Muswirah Jusuf, Imelda Jusuf, Solichin Jusuf, dan Chaerani Jusuf. Belakangan, Jusuf dan Mufidah mendirikan sekolah dengan nama Athirah, yang tak lain adalah nama ibu Jusuf sendiri. Kini, anak-anak mereka juga dibebaskan untuk mengikuti jalur NU atau Muhammadiyah. “Mereka normal-normal saja. Tidak ada pengaruh satu sama lain. Mix saja,” kata Jusuf. Ketenangan dan selalu bersikap biasa, sejak gadis belia hingga sudah menjadi nenek tujuh orang cucu adalah ciri khas pembawaan Mufidah. Seorang perempuan yang pada usia senja masih saja mengguratkan tanda-tanda kecantikan dan kesegaran. Walaupun ia adalah nyonya rumah di sebuah keluarga kaya raya yang memiliki kekayaan Rp 134,2 miliar, penampilan Mufidah tampak biasa-biasa saja. Sehari-hari ketika di rumah misalnya, ia cukup mengenakan setelan busana muslimah yang sangat bersahaja. “Ya biasa-biasa saja. Sejak bapak mundur dari kabinet, saya memilih tinggal di rumah bersama satu cucu atau ikut bapak keluar daerah jika menginap. Soal kegiatan saya, sebut saja saya menjadi ibu rumah tangga,” kata Mufidah selepas Jusuf mundur dari Kabinet Persatuan Nasional pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Tutur kata Mufidah juga terkesan ramah dan akrab. Sama seperti Jusuf yang sangat bersahaja dan sederhana. Kesederhanaannya ini tercermin dari gaya kesehariannya. Jusuf jarang sekali mengenakan pakaian jas lengkap, kecuali untuk acara resmi yang sangat penting. Itu pun terkadang cukup mengenakan baju batik. Keseharian Jusuf lebih suka mengenakan baju lengan pendek tanpa dasi, atau jika ingin lebih sederhana cukup mengenakan baju koko berlengan pendek. Pengalaman dan pola hidup Jusuf Kalla yang sederhana dan bersahaja, membuatnya lebih fleksibel dan selalu akrab berkomunikasi dengan siapa saja. Apalagi dengan orang yang sudah mengenalnya. Dia adalah seorang pengusaha sukses yang jujur dan berjiwa sosial, sekaligus politisi yang sudah lebih dari 39 tahun aktif di Golongan Karya. Jusuf Kalla adalah usahawan besar yang baru mengganti mobilnya setelah kendaraan itu berusia di atas enam tahun. Contoh kebersahajaan lainnya, soal telepon seluler. Dia tidak suka gonta-ganti ponsel karena menganggap ponsel merupakan alat komunikasi, bukan mode. “Kalau ponsel saya masih baik, untuk apa diganti? Kalau saya nyaman dengan pakaian sederhana, mengapa harus mengenakan pakaian bermerk yang harganya sepuluh juta satu setel itu?”, ujarnya. Jusuf Kalla juga jarang makan di restoran. Dia suka makan nasi kotak yang disediakan kantornya. Hal ini menyebabkan stafnya, jika bukan karena masalah dinas, jarang keluar kantor untuk makan. Mereka lebih bertekun pada pekerjaan. Sikapnya yang sederhana ini membuat para stafnya, yang memahami kultur Timur, sungkan hidup berlebihan. Mobil yang dipakai umumnya mobil sederhana, bukan dari kelompok luks.

More Related