1 / 34

HUKUM PIDANA

HUKUM PIDANA. 1 JANUARI 1918 DUALISME HUKUM PIDANA BERAKHIR (UNIFIKASI) PASAL II PERAT.PERALIHAN UUD 1945 UU NO 1 TAHUN 1946 (26 FEBRUARI 1946) PENEGASAN BERLAKUNYA KUHP (1918) PERATURAN HUKUM PIDANA BELANDA TIDAK BERLAKU LAGI DI INDONESIA. PASAL II ATURAN PERALIHAN UUD 1945 J O

tamika
Download Presentation

HUKUM PIDANA

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. HUKUM PIDANA

  2. 1 JANUARI 1918 DUALISME HUKUM PIDANA BERAKHIR (UNIFIKASI) PASAL II PERAT.PERALIHAN UUD 1945 UU NO 1 TAHUN 1946 (26 FEBRUARI 1946) • PENEGASAN BERLAKUNYA KUHP (1918) • PERATURAN HUKUM PIDANA BELANDA TIDAK BERLAKU LAGI DI INDONESIA

  3. PASAL II ATURAN PERALIHAN UUD 1945 JO • PASAL 192 KONSTITUSI RIS 1949 JO • PASAL 142 UUDS 1950 JO • PASAL II ATURAN PERALIHAN UUD 45 JO • PASAL I ATURAN PERALIHAN UUD 45 AMANDEMEN

  4. PERBEDAAN HUKUM PIDANA HUKUM PERDATA ISI MENGATUR HUB. AN-TARA ORANG YG SATU DGN ORANG LAIN MENGATUR HUB. HK ANT.SEORANG ANGGO-TA MASY. (WN) DGN NEGARA YG MENGUA-SAI TATA TERTIB MAS-YARAKAT KEPENTINGAN PER-ORANGAN KANSIL, 1986 : 76,77

  5. PELAKSANAAN DIAMBIL TINDAKAN OLEH PENGADILAN SE-TELAH PENGADUAN PIHAK YG BERKEPEN-TINGAN/DIRUGIKAN DIAMBIL TINDAKAN TANPA ADA PENGA-DUAN DARI PIHAK YG DIRUGIKAN OLEH POLISI, JAKSA, HAKIM PENGGUGAT PENUNTUT UMUM KANSIL, 1986 : 76,77

  6. PENAFSIRAN MEMPERBOLEHKAN MENGADAKAN BER-BAGAI MACAM INTER-PRETASI HANYA BOLEH DITAF-SIRKAN MENURUT ARTI KATA PENAFSIRAN AUTHENTIK KANSIL, 1986 : 76,77

  7. HUKUM PIDANA • KESELURUHAN PERATURAN UU PIDANA YANG ISINYA MENUNJUKKAN PERISTIWA PIDANA YANG DISERTAI DENGAN ANCAMAN HUKUMAN ATAS PELANGGARANNYA. • HUKUMAN YANG MENGATUR TENTANG PELANG-GARAN DAN KEJAHATAN TERHADAP KEPEN-TINGAN UMUM, PERBUATAN MANA DI ANCAM DENGAN HUKUMAN YANG MERUPAKAN SUATU PENDERITAAN/ SIKSAAN. BACHSAN MUSTAFA,1984 : 73-76

  8. ASAS HUKUM PIDANA • NULLUM DELICTIUM : ASAS LEGILITAS. • TIDAK ADA HUKUM TANPA KESALAHAN. • HUKUM PIDANA KHUSUS MENYAMPINGKAN HUKUM PIDANA UMUM. • HUKUM PIDANA INDONESIA BERLAKU TERHADAP SETIAP ORANG YANG DALAM BILANGAN INDONESIA MELAKUKAN TINDAK PIDANA. • HUKUMAN : POKOK DAN TAMBAHAN. BACHSAN MUSTAFA,1984 : 73-76

  9. ASAS LEGALITASNULLUM DELICTUM….. • TERCANTUM DALAM PASAL 1 (1) KUHP • ARTINYA : SUATU PERBUATAN PIDANA TIDAK DAPAT DIKENAI HUKUMAN SELAIN ATAS KEKUATAN PERA-TURAN UU PIDANA YANG SUDAH ADA SEBELUM PERIS-TIWA/ PERBUATANPIDANA TERSEBUT. • ASAS INI HANYA MEMBERIKAN JAMINAN KEPADA ORANG UNTUK TIDAK DIPERLAKUKAN SEWENANG-WENANG OLEH ALAT PENEGAK HUKUM. • SESUAI DENGAN ASAS NEGARA HUKUM.

  10. TIDAK ADA HUKUMAN TANPA KESALAHAN(GEEN STRAF ZONDER SCHULD) ASAS INI MENGENAI PERTANGGUNG JAWABAN ARTINYA : SESEORANG HANYA DAPAT DINYA-TAKAN BERSALAH, BILA IA DAPAT MEMPER-TANGGUNGJAWABKAN PERBUATANNYA YANG DI-KUALIFIKASIKAN SEBAGAI PERBUATAN PIDANA.

  11. HUKUM PIDANA KHUSUS, MENYAMPINGKAN HUKUM PIDANA UMUM BILA SUATU PERBUATAN PIDANA DIATUR OLEH HUKUM PIDANA UMUM DAN JUGA OLEH HUKUM PIDANA KHUSUS MAKA YANG BERLAKU ATAS PERBUATAN PIDANA TERSEBUT ADALAH PERATURAN DARI HUKUM PIDANA KHUSUS.

  12. HUKUM PIDANA INDONESIA BERLAKU TERHADAP SETIAP ORANG DIWILAYAH INDONESIA, MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA MAKSUDNYA : WILAYAH TERSEBUT HARUSLAH TERLETAK DI MANA (INDONESIA) KETENTUAN HUKUM PIDANA TERSEBUT BERLAKU (PSL.2, PSL.3, KUHP). WILAYAH : 1. DARAT, AIR, DAN UDARA. 2. KENDARAAN AIR. 3. PESAWAT UDARA.

  13. PEMBAGIAN HUKUMAN KE DALAM HUKUMAAN POKOK DAN HUKUMAN TAMBAHAN(PASAL 10 KUHP) • HUKUMAN POKOK ADALAH HUKUMAN YANG DA-PAT DIJATUHKAN TERLEPAS DARI HUKUMAN LAIN. • HUKUMAN TAMBAHAN HANYA DAPAT DIJATUH-KAN BERSAMA HUKUMAN POKOK.

  14. JENIS PIDANA : HUKUMAN POKOK : • PIDANA MATI • PIDANA PENJARA • PIDANA KURUNGAN • PIDANA DENDA HUKUM TAMBAHAN : • PENCABUTAN HAK TERTENTU • PERAMPASAN BARANG • PENGUMUMAN KEPUTUSAN HAKIM

  15. PEMBAGIAN HUKUM PIDANA HK. PIDANA SUBYEKTIF (IUS PUNIENDI) HK. PIDANA UMUM HUKUM PIDANA HK. PIDANA MATRIIL HK. PIDANA KHUSUS HK. PIDANA OBYEKTIF (IUS PUNALE) HK. PIDANA FORMIL H.P. MILITER H.P. PAJAK Kansil, 1986 : 264-265

  16. HUKUM PIDANA OBYEKTIF (IUS PUNALE) IALAH SEMUA PERATURAN YANG MENGANDUNG KEHARUSAN ATAU LARANGAN, TERHADAP PELANGGARAN MANA DIANCAM DENGAN HUKUMAN BERSIFAT SIKSAAN. • HUKUM PIDANA MATRIILIALAH MENGATUR PERUMUSAN DARI KEJAHATAN DAN PELANGGARAN SERTA SYARAT-SYARAT BILA SESEORANG DAPAT DIHUKUM. • HUKUM PIDANA UMUM IALAH HUKUM PIDANA YANG BERLAKU TERHADAP SETIAP PENDUDUK (BERLAKU TERHADAP SIAPA PUN JUGA

  17. DISELURUH INDONESIA) KECUALI KETENTARAAN. • HUKUM PIDANA KHUSUS IALAH HKUM PIDANA YANG BERLAKU KHUSUS UNTUK ORANG-ORANG YANG TERTENTU. CONTOH : • HUKUM PIDANA MILITER, BERLAKU KHUSUS UNTUK ANGGOTA MILITER DAN MEREKA YANG DIPERSAMAKAN DENGEN MILITER. • HUKM PIDANA PAJAK, BERLAKAU KHUSUS UNTUK PERSEROAN DAN MEREKA YANG MEMBAYAR PAJAK (WAJIB PAJAK)

  18. HUKUM PIDANA FORMALIALAH HUKUM YANG MENGATUR CARA-CARA MENGHUKUM SESEORANG YANG MELANGGAR PERATURAN PIDANA (MERUPAKAN PELAKSANAAN HUKUM PIDANA MATRIIL) • HUKUM PIDANA SUBYEKTIF (IUS PUNIENDI) IALAH HAK NEGARA ATAU ALAT-ALAT UNTUK MENGHUKUM BERDASARKAN HUKUM PIDANA OBYEKTIF.

  19. HUKM PIDANA PERTANGGUNGAN JAWABAN MANUSIA PERBUATAN YANG DAPAT DI HUKUM TUJUAN HUKUM PIDANA : MEMBERI SISTEM DALAM BAHAN YANG BANYAK DARI HUKUM ITU : MENGHUBUNGKAN ASAS DA-LAM SATU SISTEM. DOGMATIS YURIDIS KASIL, 1986 : 265

  20. TEORI “HUKUM” • TEORI ABSOLUT(IMMANUEL, KANT, HEGEL) • KEJAHATAN SENDIRILAH YANG MEMUAT ANASIR-ANASIR YANG MENUNTUT HUKUMAN DAN YANG MEBERNARKAN HUKUMAN DI JATUHKAN • HUKUMAN TIDAK BERTUJUAN MEMPERBAIKI PENJAHAT TETAPI SEKEDAR PEMBALASAN

  21. TEORI RELATIF(VON FEURBACH) VAN HAMEL, D. SIMONS. • TUJUAN HUKUMAN IALAH MENAKUTKAN MANU-SIA AGAR JAGAN MELAKUKAN PELANGGARAN. • HUKUMAN DI BERIKAN UNTUK MEMPERBAIKI MANUSIA BERTUJUAN MENDIDIK MANUSIA, SUPAYA KELAK DI MASYARAKAT DAPAT DITERIMA KEMBALI. • HUKUMAN PERLU, AGAR MASYARAKAT TERLINDUNGI TERHADAP PERBUATAN KEJAHATAN, DAN TATA TERTIB MASYARAKAT TERPELIHARA

  22. TEORI GABUNGAN (1 + 2) (BINDING) • HUKUMAN DIJATUHKAN BAIK KARENA DOSA, MEMPERBAIKI MANUSIA DAN MENJAGA AGAR MASYARAKAT AMAN. • DAPAT JUGA DIKATAKAN HUKUMAN DIJATUHKAN SUPAYA KEDUDUKAN “RUANG CLASS” TIDAK TERGANGGU. (SUMBER : SIMANJUNTAK, PENGANTAR KRIMINOLOGI DAN PATOLOGI SOSIAL 1981 : 96)

  23. PERBUATAN PIDANA - STRAFBAAR FEIT - DELIK • MOELYATNO PERBUATAN YANG OLEH ATURAN PIDANA DILA-RANG DAN DI ANCAM DENGAN PIDANA BARANG SIAPA YANG MELANGGAR LARANGAN TERSEBUT. • D. SIMON PERBUATAN SALAH DAN MELAWAN HUKUM YANG DI ANCAM PIDANA DAN DILAKUKAN OLEH SESEORANG YANG MAMPU BERTANGGUNG JAWAB.

  24. UNSUR-UNSUR PERBUATAN PIDANA • PERBUATAN MANUSIA (HANDELING) • PERBUATAN MANUSIA ITU HARUS MELAWAN HUKUM • PERBUATAN DI ANCAM DENGAN PIDANA OLEH UU • HARUS DI LAKUKAN OLEH SESEORANG YANG MAMPU BERTANGGUNG JAWAB • PERBUATAN ITU HARUS TERJADI KARENA KESALAHAN SI PEMBUAT

  25. II. MENURUT KUHP PERBUATAN PIDANA : • KEJAHATAN • PELANGGARAN KUHP : • TIDAK MEMBERIKAN KETENTUAN/SYARAT UNTUK MEMBEDAKAN KEJAHATAN DAN PELANGGARAN. • HANYA MENENTUKAN BUKU II : KEJAHATAN BUKU III : PELANGGARAN • PADA UMUMNYA KEJAHATAN DI ANCAM DENGAN PIDANA YANG LEBIH BERAT DARIPADA PELANGGARAN.

  26. KATEGORISASI PERBUATAN PIDANA MENURUT DOCTRINE • DOLUSDANCULPA DOLUS(SENGAJA) :PERBUATAN SENGAJA YG DILARANG DAN DIANCAM DGN PIDANA. CULPA(ALPA) : PERBUATAN YG DILARANG & DIANCAM DENGAN PIDANA YG DILAKUKAN DGN TIDAK SENGAJA HANYA KRN KEALPAAN (KETIDAK HATI-HATIAN).

  27. D.COMMISSIONNIS, D.OMMISSIONIS, D.COMMISSIONNIS PER OMMISIONEM COMMISA D.COMMISSIONNIS : DELIK YG TERJADI KRN SEORANG MELANGGAR LARANGAN, YG DPT MELIPUTI BAIK DELIK FORMAL MAUPUN DELIK MATRIAL.

  28. D. OMMISSIONIS : DELIK YG TERJADI KRN SESEORANG MELALAIKAN SURUHAN (TIDAK BERBUAT), BIASANYA DELIK FORMAL. D. COMMISSIONIS PER OMMISIONEM COMMISA : DELIK YG PADA UMUMNYA DILAKSANAKAN DGN PERBUATAN, TETAPI MUNGKIN TERJADI PULA BILA ORANG TIDAK BERBUAT.

  29. MATERIAL DAN FORMAL MATERIAL: DELIK YG PERUMUSANNYA MENITIK BERATKAN PADA AKIBAT YANG DILARANG DAN DIANCAM DENGAN PIDANA OLEH UU. FORMAL : DELIK YG PERUMUSANNYA MENITIK BERATKAN PADA PERBUATAN YG DILARANG DAN DIANCAM DGN PIDANA OLEH UU.

  30. WITHOUT VICTIM AND WITH VICTIM WITHOUT VICTIM : DELIK YANG DILA-KUKAN DENGAN TIDAK ADA KORBAN. WITH VICTIM : DELIK YG YANG DILA-KUKAN DENGAN ADANYA KORBANNYA BEBERAPA ATAU SESEORANG TER-TENTU.

  31. JENIS SANKSIMENURUT HUKUM PIDANA • PIDANA : SEBAGAI PEMBALASAN ATAU PENGIMBALAN TERHADAP KESALAHAN SI PEMBUAT. - UNTUK ORANG YANG MAMPU BERTANGGUNG JAWAB (PASAL 10 KUHP) • TINDAKAN : UNTUK PERLINDUNGAN MASYARAKAT TERHADAP ORANG YANG MELAKUKAN PERBUATAN YANG MEMBAHAYAKAN MASYARAKAT DAN UNTUK PEMBINAAN DAN PERAWATAN SI PEMBUAT. - UNTUK ORANG YANG MAMPU BERTANGGUNG JAWAB 1. PASAL 44 (2) PASAL 45 KUHP 2. PASAL 8 UU NO.7 DRT 1955

  32. 4 ASAS BERLAKUNYA KUHP • ASAS TERITORIAL (ASAS WILAYAH) DASAR : TEMPAT KEJADIAN • ASAS NASIONAL AKTIF (ASAS PERSONALITAS) DASAR : ORANG YANG MELAKUKAN • ASAS NASIONALITAS PASIF (ASAS PERLINDU-NGAN) DASAR : SIAPAPUN PENYERAHAN • ASAS UNIVERSALITAS DASAR : MERUGIKAN INTERNASIONAL

  33. REFERENSI KANSIL, C.S.T., 1993. PENGANTAR ILMU HUKUM DAN TATA HUKUM INDONESIA.JAKARTA : BALAI PUSTAKA. MUSTAFA, BACHSAN, 1984. SISTEM HUKUM INDO-NESIA. BANDUNG : REMADJA KARYA. SIMANJUNTAK, 1981.PENGANTAR KRIMINOLOGI DAN PATOLOGI SOSIAL.

  34. TERIMA KASIH

More Related