E N D
TUGAS MATA KULIAH KONERVASI GENETIK Oleh Andi Chairil Ichsan (E361140011/KVT) SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
Tugas MK. Konservasi Genetik Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Iskandar Zulkarnain Siregar, M.Sc.F Nama : Andi Chairil Ichsan/ E361140011 1. Status Keragaman Gentik Komodo Keragaman genetik dapat diartikan sebagai variasi gen dan genotipe antar dan dalam species. Keanekaragaman genetik mencakup variasi genetik suatu spesies dalam suatu populasi atau diantara populasi yang berbeda. Keragaman genetik dalam species memberikan kemampuan untuk beradaptasi atau melawan perubahan lingkungan dan iklim atau hama dan penyakit baru. Oleh karenanya, keragaman genetik merupakan modal dasar bagi satwa untuk tumbuh, berkembang dan bertahan hidup dari generasi ke generasi. Kemampuan satwa liar untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan ditentukan oleh potensi keragaman genetik yang dimilikinya. Semakin tinggi keragaman genetiknya semakin besar peluang satwa untuk beradaptasi dengan lingkungan. Komodo merupakan salah satu fauna yang masih hidup sisa peninggalan zaman purba dan keberadaannya tersebar di Pulau Komodo, P. Rinca, P. Gili Motang, dan P. Flores. Satwa langka yang terancam punah ini dilindungi berdasarkan Undang- Undang Perburuan dan Perlindungan Binatang Liar tahun 1931 dan menjadi satwa kebanggaan Indonesia. Komodo merupakan jenis satwa reptil yang memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan jenis reptil lainnya. Berdasarkan data Distribusi frekuensi alel dari dua lokus mikrosatelit dalam lima populasi komodo. Nomor untuk setiap lokus menunjukkan ukuran alel dalam pasangan basa. Jumlah tertinggi dan terendah alel diamati untuk pulau Flores dan Gili Motang, masing-masing. Diharapkan memiliki heterosigositas berkisar dari 23% di Gili Motang, 56% dalam populasi sampel di pantai utara Flores. Variasi tertinggi terdeteksi antar populasi yang terletak pada pulau Komodo, Rinca, Gili Motang, Flores barat dan utara. Analisis frekuensi alel mengungkapkan tingkat heterogenitas yang tinggi dan paling mencolok yaitu pada pulau Komodo, yang memiliki delapan alel unik dan nilai-nilai sangat tinggi dan signifikan. Hasil yang paling terlihat dari analisis ini adalah pemisahan yang ditandai pada Komodo dari Rinca, Flores dan Gili Motang. Sebuah Palaeogeography berbeda juga membedakan Komodo dari pulau-pulau lain. Flores dan Rinca terpisah untuk jangka waktu singkat selama
acara permukaan laut tinggi sekitar 125 kyr sebelum saat ini dan kemudian terhubung satu sama lain sampai 10 kyr sebelum saat ini. Perkiraan waktu perbedaan untuk pulau Komodo menunjukkan imigrasi yang mungkin telah terjadi antara Komodo dan pulau-pulau lainnya selama dua glasiasi terakhir. Setelah itu, munculnya permukaan laut dan meningkatnya jarak konsekuen untuk Rinca mungkin mencegah gerakan ke dan dari Komodo, meskipun Komodo memiliki kemampuan untuk berenang (Au¡en- berg 1981). 2. Strategi Konservasi Komodo Masalah utama dalam konservasi genetik adalah hilangnya keragaman genetik pada populasi kecil dan perubahan keragaman distribusi diantara populasi. Hilangnya keragaman dapat menurunkan fleksibilitas evolusi dan fitness. Sedangkan perubahan dalam distribusi dapat merusak kemampuan adaptasi lokal. Kedua masalah ini akan menyebabkan kepunahan pada satwa. Perhatian utama dalam melakukan konservasi satwa liar adalah bagaimana memelihara keragaman genetik alami pada level populasi di daerah penyebaran geografik alami satwa liar tersebut sehingga proses ekologi dan proses evolusi secara alami dapat berjalan. Pemulihan ukuran populasi tergantung pada derajat campur tangan manusia. Beberapa populasi yang dikelola biasanya memiliki potensi untuk pemulihan jumlah dengan lengkap, namun membutuhkan suatu revolusi besar dalam pendayagunaan sumberdaya. Karena itu dibutuhkan tindakan konservasi yang meliputi konservasi terhadap variasi genetik. Dalam dekade terakhir banyak perhatian telah difokuskan pada peran genetika dalam pembentukan strategi manajemen konservasi. tulisan ini menggambarkan keragaman genetik pada komodo (Varanus komodoensis), memeriksa hubungan evolusi dan populasi sejarah genetik dari empat pulau di selatan-timur Indonesia. mengidentifikasi kelompok genetik yang berbeda untuk dikonservasi. Populasi di Pulau Komodo menunjukkan nilai terbesar dari variasi genetik yang ada, dan diusulkan bahwa itu harus menjadi Unit manajemen konservasi terpisah oleh pemerintah. Populasi lain, yang hidup di pulau-pulau kecil variabilitas genetiknya, yang di identifikasi sebagai sangat rentan terhadap ancaman stochastic dan hilangnya habitat. Tulisan ini juga memberikan contoh bagaimana mendapatkan data tingkat perbedaan genetik dapat memberikan informasi untuk membantu menyusun rencana pengelolaan, menjamin pemeliharaan keragaman genetik di populasi dan mengidentifikasi potensi evolusi dalam spesies yang terancam punah. Secara umum, terdapat dua metode utama untuk melakukan konservasi biodiversitas, yaitu konservasi in-situ (dalam habitat alaminya) dan konservasi ex-situ (di luar habitat alaminya).
Untuk kasus komodo kita dapat menggunakan kedua metode tersebut berdasarkan data kergaman variasi genetik yang terdapat pada masing-masing daerah. Dari hasil-hasil tersebut, beberapa strategi konservasi yang diambil dalam upaya konservasi genetik komodo yaitu : Mengembangkan upaya konservasi in-stiu untuk daerah-daerah yang memiliki tingkat variasi genetik yang tinggi seperti pada pulau komodo, flores barat dan flores utara dengan cara melestarikan dan mengembangkan variasi genetik yang sudah tersedia. Bebrapa tindakan yang dapat diambil dalam upaya konervasi in-situ komodo yaitu : Menjamin fase pertumbuhan dari komodo dijaga di dalam ekosistem di mana mereka terdapat secara alami; Tataguna lahan dari tapak dibatasi pada kegiatan yang tidak memberikan dampak merugikan pada tujuan konservasi habitat; Regenerasi komodo diuasahakan terjadi tanpa manipulasi manusia atau intervensi terbatas pada langkah jangka pendek untuk menghindarkan faktor- faktor yang merugikan sebagai akibat dari tataguna lahan dari lahan yang berdekatan atau dari fragmentasi hutan. Persyaratan kunci untuk konservasi in situ dari spesies jarang (rare species) adalah penaksiran dan perancangan ukuran populasi minimum viable (viable population areas) dari target spesies. Konsep ukuran populasi viabel minimum berarti bahwa populasi dalam suatu habitat tidak dapat berlangsung hidup bila jumlah organisme berkurang di bawah ambang batas tertentu. Ini merupakan konsep yang kompleks karena tidak ada ukuran populasi viabel minimun yang diketahui untuk kebanyakan spesies termasuk komodo. Menetapkan pulau komodo, flores barat dan flores utara sebagai daerah prioritas konservasi dengan beberapa pertimbangan biologis, fisik dan ekonomi yang mendasari penetapan kawasan konservasi tersebut, meliputi (1) pertimbangan habitat; (2) keendemisan dan keanekaan jenis; (3) pertimbangan biogeografi; (4) pertimbangan wilayah dan luas kawasan yang dikonservasi; (5) faktor fisik dan manusia, serta (6) pertimbangan ekonomi. Keenam dasar pertimbangan tersebut merupakan perwujudan dari upaya pengitegrasian berbagai kepentingan, serta menjelaskan bahwa konservasi tidak harus mengesampingkan nilai ekonomi, lintas sektoral serta tetap mempertimbangan kepentingan masyarakat.
Melakukan intorduksi jenis komodo dari alel yang berbeda pada lokasi-lokasi yang dinilai memiliki tingkat keanerkaragaman jenis yang rendah seperti Gili monta dan rinca, hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya Inbreeding yang berakibat terjadniya percepatan proses kepunahan pada lokasi-lokasi tersebut. Disisi lain untuk mempertahankan dan mengembangkan variasi genetik komodo pada masing-masing lokasi tersebut kita juga dapat mengupayakan konservasi Exsitu, yaitu metode konservasi yang mengonservasi spesies di luar distribusi alami dari populasi aslinya. Konservasi ini merupakan upaya melindungi komodo dengan mengambilnya dari habitat yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya di bawah perlindungan manusia dalam lokasi-lokasi yang sudah disediakan seperti taman safari, kebun bianatang, dan lainnya. Metode ini dipengunakan sebagai cara terakhir atau sebagai suplemen terhadap konservasi in-situ karena tidak dapat menciptakan kembali habitatnya secara keseluruhan, konservasi ex-situ juga menghilangkan spesies dari konteks ekologi alaminya, melindunginya di bawah kondisi semi-terisolasi di mana evolusi alami dan proses adaptasi dihentikan sementara atau dirubah dengan mengintroduksi spesimen pada habitat yang tidak alami. Pengembangan sistem koridor bagi populasi komodo yang berada pada dua lokus yang berbeda, seperti yang di wilayah flores barat dan utara. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses migrasi komodo dan memperluas daerah jelajahnya, sehingga diharapkan dapat terjadi interaksi antar spesies dan meningkatkan variasi genetik dari hasil proses interaksi tersebut. Konsep Koridor diharapkan dapat membantu pemencaran dan pergerakan individu-individu spesies antara kantong- kantong habitat untuk mencari sumber pakan, tempat berlindung, berkembang biak dan aktivitas lainnya, sehingga dalam pengembangan koridor aspek kenyamanan dan kemanan satwa dari gangguan eksternal harus menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan pembuatan koridor. 3. keuntungan yang disediakan melalui informasi genetik jika dibandingkan tanpa menggunakan informasi genetik. Ilmu konservasi mempelajari individu dan populasi yang sudah terpengaruh oleh kerusakan habitat, eksploitasi, dan perubahan lingkungan. Informasi ini digunakan untuk membuat suatu keputusan yang dapat mempertahankan keberadaan suatu spesies di alam. Sudah lebih dari satu dekade ini, studi genetik digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam dalam pengambilan keputusan tersebut karena, dengan studi genetik, informasi
tentang keragaman antar individu di dalam dan antar populasi, terutama pada spesies- spesies yang terancam punah, dapat diketahui. Dengan mengetahui status genetik suatu populasi, kita dapat merancang program konservasi untuk menghindari kepunahan suatu spesies. Misalnya dengan memasukkan individu baru yang berasal dari populasi yang memiliki keragaman genetik yang tinggi kedalam populasi dengan keragaman genetik yang rendah, menghindari kejadian inbreeding pada satu spesies. Atau sebagai dasar pengambilan keputusan dan tindakan- tindakan konservasi lainnya seperti menjadikan wilayah yang dihuni oleh populasi spesies dengan keragaman genetik yang tinggi sebagai kawasan konservasi dengan tujuan untuk mempertahankan keragaman genetik pada suatu populasi spesies di alam dan di masa yang akan datang. Referensi Claudio Ciofi, et al. 1999. Divergence and Units for Conservation In The Komodo Dragon Varanus Komodoensis. The Royal Society. 266, 2269-2274 Indrawan, Mochamad; B.Primarck; Jatna Supriatna. 2007. Biologi Konservasi Edisi Revisi.Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Direktorat Jendral Perlindungan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan. 2000. [Dokumen] Rencana Pengelolaan Taman Nasional Komodo 25 Tahun..Jakarta. Pengantar Geografi Hewan Tumbuhan [Internet]. [diunduh 2014 November 15]. Tersedia pada : http://directory.ung.ac.id/bei/.../BAHAN%20AJAR%20EVOLUSI.doc