E N D
PENILAIAN KARYA SASTRA • Kritik sastra adalah pertimbangan baik-buruk, bernilai seni-tidaknya karya sastra. Berkaitan dengan memberi nilai. • Karya sastra: karya seni. Di dalamnya mengandung penilaian: “seni”. Ini berhubungan dengan “indah” atau “keindahan”. Atau nilai “estetis”.
Penilaian yang tepat (terhadap karya sastra) adalah berdasarkan hakikat dan fungsi karya sastra. Rene Wellek menyatakan: “Bagaimana orang menilai dan menentukan nilai sastra? Seharusnya orang menilai seni sastra seperti adanya; dan menaksir nilai itu menurut kadar sastra. Hakikat, fungsi, dan penilaian erat berhubungan.”
Apakah hakikat dan fungsi karya sastra? Rene Wellek membatasi seni sastra pada karya yang bersifat imaginatif, di dalamnya terkandung juga sifat: fictionaly: sifat khayalan, invention: adanya kebaruan (akibat pengkhayalan), imagination: adanya daya mengangankan/membayangkan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, yang asli, menghasilkan dunia angan, dan fungsi estetiknya dominan.
Bagaimanakah karya sastra yang bermutu: • Jawabnya: Karya sastra yang imajinatif dan yang seni. • Artinya: Karya sastra yang bermutu adalah karya sastra yang banyak menunjukkan adanya penciptaan-penciptaan baru (kreativitas) dan keaslian cipta, di samping itu yang bersifat seni.
Apakah fungsi karya sastra berdasarkan hakikatnya? • Rene Wellek mengutip pendapat Horace, bahwa seni itu bersifat dulce et utile, artinya menyenangkan dan berguna. • Menyenangkan artinya “bukan sesuatu yang menjemu-kan”, “bukan sesuatu keharusan”. • Berguna/berfaedah searti dengan “bukan memboroskan waktu”, berguna bukan sebagai “perintang waktu”, melainkan sesuatu yang patut mendapat perhatian.
Sifat menyenangkan berkaitan dengan cara pengungkapan/menceritakan/mengekspresikan yang berhasil. Maka unsur pokoknya adalah kandungan maksud sastrawan, yakni seluruh pengalaman jiwanya. Karena pengungkapannya berhasil mengakibatkan bersifat seni, yaitu mengharukan, menimbulkan belas kasihan, menakutkan, mengerikan, menyenangkan. Sehingga pembaca menjadi tidak jemu, selalu dengan ringan, dengan senang hati membacanya. Seolah pembaca dibius oleh keharuan, rasa belas kasihan, kemegahan, bahkan kengerian. Pembaca seperti kena sihir.
Tentu saja yang mengharukan/menyenangkan/menimbulkan belas kasihan itu bukan pengalaman biasa, melainkan pengalaman yang besar, agung, hebat. Misalnya berupa filsafat yang tinggi, pandangan hidup yang tinggi, renungan tentang baik-lebih baik, moralitas rumit. Pengalaman yang agung itu dapat memperkaya jiwa/batin pembaca sehingga berguna bagi kehidupannya, dapat mempertinggi taraf penghidupan dan kehidupannya.