150 likes | 381 Views
Oleh Arief Santosa managing editor Jawa Pos. Siapa bilang lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) sudah tidak diperlukan? Siapa bilang litbang adalah lembaga asal ada atau tempat ’’ penampungan ’’ pejabat dan staf buangan?
E N D
Oleh Arief Santosa managing editor Jawa Pos
Siapa bilang lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) sudah tidak diperlukan? Siapa bilang litbang adalah lembaga asal ada atau tempat ’’penampungan’’ pejabat dan staf buangan? Bagi sebuah institusi, litbang ’’semestinya’’ punya peran strategis. Lembaga inilah yang semestinya menentukan ’’merah-hijau’’-nya institusi itu ke depan. Mau dibawa ke mana sebuah perusahaan atau pemerintahan, semestinya itu bergantung kajian litbang. Pertanyaannya, sudahkah lembaga litbang memosisikan diri sebagai pengatur strategi itu? Sudahkah lembaga ini menunjukkan perannya yang vital dan diperlukan bagi kelangsungan hidup organisasi pemerintahan ataupun swasta?
Sejak berdiri sebagai institusi pers, Jawa Pos (JP) menempatkan litbang sebagai divisi penting bagi pengembangan perusahaan ke depan. Karena itu, cukup masuk akal bila hampir setiap saat, JP terus berbenah, melakukan inovasi, dan pengembangan di sana-sini. Klop dengan motonya: Selalu Ada Yang Baru!
Divisi litbang JP ada hampir di seluruh departemen: redaksi, iklan, pemasaran, event, keuangan, IT, percetakan, pabrik kertas, building (Graha Pena), dan sebagainya. Wujudnya tidak selalu dalam bentuk lembaga tersendiri, melainkan bisa berupa forum-forum rapat yang diformalkan. Contohnya, forum rapat Reboan dan rapat Jumat Malam.
Dari lembaga atau forum rapat rutin itulah, JP bergerak. Hitungannya, dari yang bersifat harian hingga yang jangka panjang tahunan. Keputusan yang diambil divisi litbang ini sangat menentukan perjalanan perusahaan ke depan. Umumnya, direksi tinggal menolak, merevisi, atau menyetujui setiap langkah yang diambil divisi ini.
JP juga mempunyai lembaga ombudsmen. Secara makna berarti jaksa internal. Namun, secara kelembagaan, divisi ini juga berperan sebagai divisi litbang. Pengelolanya mendapat mandat untuk melakukan kajian (penelitian), pengusutan/penyelidikan, hingga penyidikan kasus-kasus sengketa pers yang melibatkan awak redaksi. Hasilnya berupa rekomendasi ke pimpinan untuk memutuskan vonis yang tepat bagi awak redaksi yang terlibat.
Lembaga-lembaga ’’litbang’’ di atas itulah yang selama ini menggerakkan roda oganisasi JP. Hingga tak terasa, kini JP telah beranak pinak, memiliki 205 media dari Aceh sampai Papua, 8 percetakan yang tersebar di 8 kota, enam gedung Graha Pena, pabrik kertas, pembangkit listrik tenaga batubara, dan sebagainya.
JP juga berupaya menjadi litbang yang penting bagi pihak luar. Khususnya bagi pemerintah Provinsi Jawa Timur. Selain melalui sajian berita pemerintahan yang hadir setiap hari, JP juga memiliki lembaga khusus yang bertugas melakukan penelitian, survei, penilaian kinerja pemerintahan kabupaten/kota se-Jatim. Lembaga itu bernama Jawa Pos Institute Pro Otonomi (JPIP).
Inilah lembaga independen yang lahir mengiringi bergulirnya sistem pemerintahan otonomi daerah yang lebih desentralistik, memberi kewenangan daerah untuk berpikir dan membangun daerahnya masing-masing berdasar potensi yang dimiliki. Tidak lagi bergantung dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi.
Sejak berdiri pada April 2001, JPIP telah memainkan posisinya sebagai lembaga litbang aktif bagi 38 pemerintahan kota/kabupaten di Jatim. Apalagi, setahun kemudian, gelaran Otonomi Award (OA) dimulai. Inilah kompetisi yang menilai kinerja pemerintahan daerah di Jatim dalam berbagai aspek.
Lewat OA, setidaknya, dapat diketahui daerah mana saja yang mampu memaksimalkan kerja ekonomi (pertumbuhan, pemberdayaan, pemerataan), politik (partisipasi, akuntabilitas, kesinambungan), dan layanan publiknya (pendidikan, kesehatan, dan administrasi). Juga daerah mana yang mampu mengelola lingkungannya dengan baik.
Kompetisi yang digagas JPIP inilah yang secara langsung telah ’’merangsang’’ daerah-daerah itu untuk menggeliat, memajukan diri, bernovasi, dan berkreasi. Sehingga, kalau boleh dibilang, dibanding daerah-daerah di provinsi lain, kota/kabupaten di Jatim tampak lebih maju dalam banyak hal. Itu sebabnya, dalam banyak kompetisi tingkat nasional, Jatim selalu mendominasi.
JPIP menggunakan pendekatan ’’Lumba-Lumba’’untuk menggerakkan daerah agar terpacu maju. Bukan pendekatan ’’Gajah’’seperti yang dilakukan Kemendagri. Lumba-lumba mendapat ikan dari sang pawang setelah menunjukkan kepintarannya beratraksi. Sedangkan gajah akan ketakutan melihat palu si pawang yang diketuk-ketukkan ke kanan dan ke kiri. Anda memilih yang mana?