240 likes | 677 Views
Legislasi & Etika Veteriner. Maxs U. E. Sanam. Deskripsi Mata Kuliah.
E N D
Legislasi & Etika Veteriner Maxs U. E. Sanam
Deskripsi Mata Kuliah Mempelajari peraturan perundang-undangan (primer dan sekunder) di bidang veteriner dan peternakan, baik pada tingkat internasional maupun nasional, yang terkait dengan aspek perdagangan hewan dan produk hewan; pencegahan, pengobatan, dan pemberantasan penyakit hewan menular; zoonosis; serta kesejahteraan hewan. Juga mempelajari etika dokter hewan Indonesia.
Pengantar Legislasidalamartiluasmeliputiprosesdanprodukpembuatanundang-undang(the creation of general legal norm by special organ), danregulasi(regulations or ordinances). Legislasidalamartiluastermasuk pula pembentukanPeraturanPemerintahdanperaturan-peraturan lain yang mendapatdelegasiankewenangandariundang-undang(delegation of rule making power by the laws).
Regulasi (regulation or ordinance) adalahprosesmenetapkanperaturanumumolehbadaneksekutifataubadan yang memilikikekuasaanataufungsieksekutif. Kekuasaantersebutmerupakankekuasaandelegasian (delegation of legislative power, delegation of rule making power, delegatie van wetgevendemacht). Undang-undangsebagai ”primary legislation”atau ”principal legislation”,sementararegulasisebagai ”implementing act”.
Definisi • Legislasi Veteriner : • Himpunan instrumen legal spesifik (legislasi primer dan sekunder) yang dipergunakan untuk mengelola domain veteriner • Instrumen legal • Aturan yang mengikat secara hukum yang dikeluarkan oleh suatu badan yang memiliki otoritas yang sah untuk mengeluarkan instrumen tsb • Legislasi primer • Instrumen legal yang dikeluarkan oleh lembaga legislatif • Legislasi sekunder • Instrumen legal yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah sebagai pelaksanaan terhadap legislasi primer
Legal certainty (Kepastian hukum) • Keadaan dimana legislasi adalah jelas, koheren, stabil, dan transparan, serta melindungi warga negara dari efek samping yang merugikan dari instrumen legal
Domain Veteriner • Keseluruhan aktivitas baik langsung ataupun tidak langsung yang berhubungan dengan hewan, produk hewan dan produk sisa hewan, yang membantu melindungi, memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan manusia, termasuk perlindungan terhadap kesehatan dan kesejahteraan hewan serta keamanan pangan. • Hierarki legislasi • Ranking atau urutan instrumen-instrumen legal sebagaiaman dinyatakan dalam undang-undang dasar (misalnya, dalam konstitusi) suatu negara • Taat hierarki berarti suatu instrumen legal harus sejalan dengan instrumen-instrumen legal yang lebih tinggi.
General principles 1. Respect for the hierarchy of legislation Veterinary legislation should scrupulously respect the hierarchy between primary legislation and secondarylegislation. 2. Legal basis Competent Authorities should have available the primary legislation and secondary legislation necessary tocarry out their activities at all administrative and geographic levels. Veterinary legislation should be consistent with national and international law, asappropriate, including civil,penal and administrative laws. 3. Transparency Veterinary legislation should be inventoried and be readily accessible and intelligible for use, updating andmodification, as appropriate. Competent Authorities should ensure communication of veterinary legislation and related documentation tostakeholders.
4. Consultation The drafting of new and revised legislation relevant to the veterinary domain should be a consultative processinvolving Competent Authorities and legal experts to ensure that the resulting legislation is scientifically,technically andlegally sound. To facilitate implementation of the veterinary legislation, Competent Authorities should establishrelationships with stakeholders, including taking steps to ensure that they participate in the development ofsignificant legislation and required follow-up. 5. Quality of legislation and legal certainty A high quality of legislation is essential for achieving legal certainty.
The drafting of veterinary legislation Veterinary legislation should: 1) be drafted in a manner that establishes clear rights, responsibilities and obligations (i.e. ’normative'); 2) be unambiguous, with clear and consistent syntax and vocabulary; 3) be precise and accurate even if this results in repetition and a cumbersome style; 4) contain no definitions that create any conflict or ambiguity; 5) include a clear statement of scope and objectives; 6) provide for the application of penalties and sanctions, either criminal or administrative, as appropriate to thesituation; and 7) make provision for the financing needed for the execution of all activities of Competent Authorities; thefinancing should be ensured in accordance with the national funding system
Hierarkiatautataurutanperaturanperundang-undangandi Indonesia UU No. 10 Tahun 2004 tentangPembentukanPeraturanPerundang-undangan Jenisdanhierarki: a. Undang-UndangDasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang/PeraturanPemerintahPenggantiUndang-Undang; c. PeraturanPemerintah; d. PeraturanPresiden; e. Peraturan Daerah.
UUD 1945 & UU Undang-UndangDasar 1945ditetapkandandisahkanolehMajelisPermusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiridariAnggotaDewanPerwakilan Rakyat (DPR) danAnggotaDewanPerwakilan Daerah (DPD). Materimuatan UUD 1945 meliputijaminanhakasasimanusiabagisetiapwarganegara, prinsip-prinsipdandasarnegara, tujuannegaradansebagainya. Undang-Undang (“UU”) dibentukolehDewanPerwakilan Rakyat (DPR) bersamadenganPresiden. Materimuatan UU berisihal-hal yang mengaturlebihlanjutketentuan UUD 1945
Perppu PeraturanPemerintahPenggantiUndang-Undang (“Perppu”) ditetapkanolehPresidenketikanegaradalamkeadaaankegentingan yang memaksa. Perppuharusmendapatpersetujuan DPR dalampersidanganberikutnya. Jikatidakmendapatpersetujuan, makaPerppuiniharusdicabut. MaterimuatanPerppusamadenganmaterimuatan UU.
PP & Perpres PeraturanPemerintah (“PP”) ditetapkanolehPresiden. Materimuatan PP berisimateriuntukmenjalankan UU sebagaimanamestinya. PeraturanPresiden (“Perpres”) jugaditetapkanolehPresiden. MaterimuatanPerpresberisimateri yang diperintahkanoleh UU ataumateriuntukmelaksanakanPeraturanPemerintah.
Perda Peraturan Daerah (“Perda”), 3kategori: (1) PerdaProvinsi yang ditetapkanolehDewanPerwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) Provinsibersamadengangubernur; (2) PerdaKabupaten/Kota yang ditetapkanoleh DPRD Kabupaten/Kota bersamadenganbupati/walikota; dan (3) PeraturanDesa/peraturan yang setingkat, dibuatolehbadanperwakilandesaataunamalainnyabersamadengankepaladesaataunamalainnya.
Materi muatan Perda & Perdes MaterimuatanPerdaadalahseluruhmaterimuatandalamrangkapenyelenggaraanotonomidaerahdantugaspembantuan, danmenampungkondisikhususdaerahsertapenjabaranlebihlanjutPeraturanPerundang-undangan yang lebihtinggi. MaterimuatanPerdesatau yang setingkatadalahseluruhmateridalamrangkapenyelenggaraanurusandesaatau yang setingkatsertapenjabaranlebihlanjutPeraturanPerundang-undangan yang lebihtinggi. Materimuatanmengenaiketentuanpidanahanyadapatdimuatdalam UU danPerda.
Perkembangan Legislasi Veteriner di Indonesia • Staatsblad dan Ordonansi jaman kolonial • Staatsblad No. 67 tahun 1902 ttg Ketentuan impor hewan & ternak dari Australia • Staatsblad 1912 no.432 ttg CampurtanganpemerintahdalambidangKehewanan • StaatsbladTahun 1926 No. 451 ttg Pengenalan & Pemberantasan Rabies • StaatsbladTahun 1936 Nomor 715campurtanganpemerintahdalamdinaskehewanan, polisi kehewanan, dan ordonansitentangpenyakitanjinggila (rabies) • StaatsbladTahun 1912 Nomor 432 ttg Pengawasanpraktikdokterhewandankebijakankehewanan • StaatsbladTahun 1936 Nomor 614 ttg Petunjukmengenaipemotonganhewan, pemotonganhewanbesarbetinabertanduk • UU No. 18 Tahun 2009 (Nakeswan) menggantikan UU No. 6 tahun 1967 (Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan) • UU No. 16 Tahun 1992: Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan; PP No. 82 Tahun 2000 : KarantinaHewan • PP No. 95 tahun 2012 tentang Kesmavet & Kesrawan, menggantikan PP No 22 Tahun 1983tentangKesmavet • PERPRES No. 30 Tahun 2011 tentang PengendalianZoonosis