710 likes | 2.59k Views
BUDAYA POLITIK. di. INDONESIA. TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM PELAKSANAAN PEMILU DITINJAU DARI TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK ( Gabriel A. Almond ). Oleh : AHMAT SUGIANTO (124254222) Angkatan 2012 kelas B. Latar belakang.
E N D
BUDAYA POLITIK di INDONESIA
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM PELAKSANAAN PEMILU DITINJAU DARI TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK (Gabriel A. Almond) Oleh : AHMAT SUGIANTO (124254222) Angkatan 2012 kelas B
Latar belakang “Negara Indonesia adalah negara Hukum “ (pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3). Negara hukum artinya negara yang berdasarkan hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka. Negara hukum didirikan berdasarkan ide kedaulatan hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Sebagai Negara hukum, Indonesia dipenuhi oleh berbagai perilaku politik dari para warganegarannya. Perilaku-perilaku politik itu membentuk pola yang berulang-ulang dilakukan sehingga terbentuklah budaya yang disebut dengan budaya politik.
Latar belakang Lanjutan….. Sebagai Negara hukum, Indonesia dipenuhi oleh berbagai perilaku politik dari para warganegarannya. Perilaku-perilaku politik itu membentuk pola yang berulang-ulang dilakukan sehingga terbentuklah budaya yang disebut dengan budaya politik. Sistem politik suatu negara selalu diliputi oleh berbagai perilaku politik yang ditampilkan oleh warga negaranya . Setiap perilaku yang ditampilkan mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda satu sama lain contohnya pemilu.
Latar belakang Lanjutan….. salah satu contoh budaya politik di Indonesia adalah pemilu. indonesia adalah Negara yang demokrasi yang mengutamakan rakyat dan suara bersama, tapi kadang di dalamnya tidak disejajarkan dengan partisipasisnya dalam pelaksanaan pemilu, rakyat kadang lebih suka pasif ketimbang aktif dalam hal politik atau Golput, mungkin karena mereka sadar bahwa pemilu hanya sebagai simbolik mengatas namakan rakyat tapi sebenarnya untuk keuntungan oknum-oknum tertentu.
pembahasan Hasil evaluasi Pemilu sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat Indonesia dalam penyelenggaraan Pemilu selalu menurun. Hal ini dapat diketahui dengan semakin meningkatnya angka pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya/menjadi golongan putih (golput) dalam Pemilu. Pada tahun 1955, angka golput mencapai hampir 13 persen, pada Pemilu tahun 1971, jumlah pemilih yang tidak hadir mencapai 6,67 persen. Pada Pemilu 1977 jumlah golput naik menjadi 8,40 persen dan kemudian angka golput sedikit turun pada Pemilu 1987 yaitu 8,39 persen.
pembahasan Lanjutan… Namun angka golput ini kembali mengalamai kenaikan pada Pemilu 1992 yaitu 9,05 persen dan semakin naik pada Pemilu 1997 dengan angka 12,07 persen. Angka golput terus meningkat pada pemlu 1999 yang mencapai 10,4 persen dan pada Pemilu 2004 sebesar 23,34 persen, serta Pemilu Anggota Legislatif pada tahun 2009 mencapai angka 29,01 persen. .
pembahasan Lanjutan… Potensi golput juga semakin tinggi, salah satunya dengan melihat hasil survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada Tanggal 1-12 Februari 2012 terhadap 2.050 responden dengan metode acak bertingkat. Hasil survei menyatakan bahwa lebih dari 50 persen responden berpotensi tidak akan memilih pada Pemilu 2014. Hanya 49 persen responden yang sudah mantap menentukan pilihan. Sebanyak 25 persen belum menentukan pilihan dan 26 persen masih ragu-ragu dan belum mantap dengan pilihannya.
pembahasan Diagram angka golput
Pembahasan Budaya Parokial Ditandai oleh adanya orang-orang yang sama sekali tidak menyadari / mengabaikan adanya pemerintahan dan politik. MASYARAKAT PRA-INDUSTRIAL. Contohnya masyarakat pedesaan, buta huruf, petani.
Pembahasan • Budaya Subjek • Ditandai oleh ciri-ciri orientasi warga negara yang secara pasif patuh kepada pejabat-pejabat pemerintahan dan UU, tetapi tidak melibatkan diri dalam politik ataupun memberikan suara dalam pemilu. Budaya ini ditandai : • Perhatian perhatiannya rendah dan kesadaraannya sebagai actor politik, boleh dikatakan nol. • Posisinya sebagai kaula, pada pokoknya dapat dikatakan posisi yang pasif. • Mereka menganggap dirinya tidak berdaya untuk memengaruhi atau mengubah sistem dan oleh karna itu, menyerah pada segala kebijakan dan keputusan-keputusan para pemegang jabatan dalam masyarakatnya • Segala keputusan (dalam arti output) yang dimbil oleh pameran politik(dalam arti pemangku jabatan politik) dianggap sebagai seseuatu yang tak dapat diubah, dikoreksi, apalagi ditentang. • MASYARAKAT SISTEM OTORITER. Contohnya negara yang pemerintahannya berpusat pada satu orang saja.
Pembahasan Budaya Partisipan Ditandai oleh adanya orientasi warga negara yang melibatkan diri dalam kegiatan politik sangat tinggi, seperti dalam pemungutan suara dan memperoleh informasi cukup banyak tentang kehidupan politik. MASYARAKAT INDUSTRI. Contohnya : PNS, dosen, masyarakat perindustrian.
Pembahasan Melihat hasil survei diatas tentang tingkat partisipasi masyarakat Indonesia dalam pelaksanaan pemilu, boleh saja dikhawatirkan angka golput setiap tahun diatas cukup tinggi, khususnya pemilu dinilai rendah atau mengalami penurunan. Apalagi bila dilihat dari ramainya perbincangan masyarakat terhadap masalah pemilu2, Tapi dalam hal memilih mereka malas karna mereka mengetahui banyak hal, apa yang berguna bagi mereka atau tidak berguna bagi mereka, mereka lebih suka menerima hasil akhirnya dari pada berpartisipasi.
Pembahasan . Berbagai pemberitaan seputar pemilu yang ada di media massa sebetulnya menunjukkan adanya gairah menyambut pemilu. Setiap orang yang diminta komentar tentang pemilihan wakil rakyat, juga soal pemilihan presiden selalu memberi pendapatnya. Hanya harus diakui tidak semua komentar bernada positif namun hal itu tetap menunjukkan adanya sikap yang memperdulikan pemilu.2
Pembahasan . Hal tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat kesadaran politik rakyat sesungguhnya cukup terlihat. Lebih jauh, tingkat partisipasi politikpun sebenarnya cukup tinggi. Masalahnya, memang ada rasa tidak puas rakyat terhadap kinerja dan prilaku elit politik selama ini. Berarti ciri-ciri budaya yang seperti diatas (partisipasi masyarakat indonesia dalam pelaksanaan pemilu) ini masuk dalam BUDAYA POLITIK KAULA karena budaya politik kaula itu masyarakatnya sudah mengentahui dan paham dengan pemilu tapi pasif dalam hal melaksanakan hal tersebut dan lebih memilih Golput ketimbang memilih.
TIPE - TIPE BUDAYA POLITIK • Budaya politik parokial • Budaya politik subjek/kaula • Budaya politik partisipan • Budaya politik subjek-parokial • Budaya politik subjek-partisipan • Budaya politik parokial-partisipan • Civic Culture
BUDAYA POLITIK PAROKIAL ( PAROCHIAL POLITICAL CULTURE ) • Tipe budaya politik yang orientasi politik individu dan masyarakatnya masih sangat rendah. Hanya terbatas pada satu wilayah atau lingkup yang kecil atau sempit. • Individu tidak mengharapkan apapun dari sistem politik. • Tidak ada peranan politik yang bersifat khas dan berdiri sendiri. • Biasanya terdapat pada masyarakat tradisional. • Yg paling menonjol adanya kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan/kekuasaan politik dalam masyarakatnya.
BUDAYA POLITIK SUBJEK/KAULA (SUBJECT POLITICAL CULTURE ) • Masyarakat dan individu telah mempunyai perhatian, minat, dan kesadaran terhadap sistem politik secara keseluruhan terutama output (kebijakan pemerintah), menerima dengan pasrah apa adanya tanpa mau mengkritisi/menilai kebijakan tsb. • Posisinya pasif, menganggap dirinya tidak berdaya untuk mempengaruhi atau mengubah sistem yg ada. • Segala keputusan yg diambil oleh pemeran politik dianggap sebagai sesuatu yang tak dapat diubah, dikoreksi, atau ditentang, dan diterima apa adanya, patuh, setia, dan menerima anjuran para pemimpin politiknya. • Orientasi yg nyata thd objek politik adalah dari pernyataannya, baik berupa kebanggaan, sikap mendukung, atau bermusuhan thd sistem.
BUDAYA POLITIK PARTISIPAN ( PARTICIPANT POLITICAL CULTURE) • Merupakan tipe budaya yang ideal. • Individu dan masyarakatnya telah mempunyai perhatian, kesadaran dan minat yang tinggi terhadap politik pemerintah. • Individu dan masyarakatnya mampu memainkan peran politik baik dalam proses input (berupa pemberian dukungan atau tuntutan terhadap sistem politik) maupun dalam proses output (melaksanakan, menilai dan mengkritik terhadap kebijakan dan keputusan politik pemerintah).
BUDAYA POLITIK SUBJEK PAROKIAL ( PAROCHIAL SUBJECT POLITICAL CULTURE ) • Budaya politik yang sebagian besar telah menolak tuntutan masyarakat feodal atau kesukuan. • Telah mengembangkan kesetiaan terhadap sistem politik yang lebih komplek dengan stuktur pemerintah pusat yang bersifat khusus. • Cenderung menganut sistem pemerintahan sentralisasi.
BUDAYA POLITIK SUBJEK PARTISIPAN( PARTICIPANT SUBJECT POLITICAL CULTURE ) • Sebagian besar masyarakatnya telah mempunyai orientasi input yang bersifat khusus dan serangkaian pribadi sebagai seorang aktivis. • Sementara sebagian kecil lainnya terus berorientasi kearah struktur pemerintahan yang otoriter dan secara relatif mempunyai serangkaian orientasi pribadi yang pasif.
BUDAYA POLITIK PAROKIAL PARTISIPAN( PARTICIPANT PAROCHIAL POLITICAL CULTURE ) • Berlaku di negara-negara berkembang yang masyarakatnya menganut budaya dalam stuktur politik parokial. • Tetapi untuk keselarasan diperkenalkan norma-norma yang bersifat partisipan.