231 likes | 623 Views
WELCOME TO THE MENSA CLASS. Tugas Komunikasi Organisasi. Fakultas Magister Komunikasi. ’Kepemimpinan Yang Karismatik dan Transformasional’. Kelompok IV Nurul Fadzar Sukarni (55208110023) Laode M. Insan Z (55208110018) Putra Kurnia Adidjaja (552081100 ).
E N D
Tugas Komunikasi Organisasi Fakultas Magister Komunikasi ’Kepemimpinan Yang Karismatik dan Transformasional’ Kelompok IVNurul Fadzar Sukarni (55208110023)Laode M. Insan Z (55208110018)Putra Kurnia Adidjaja (552081100 )
Kepemimpinan Yang Kharismatik dan Transformasional Istilah transformasional dan karismatik digunakan oleh banyak penulis dengan teori-teorinya. Pada tahap awal dimulai dengan menjelaskan dua teori awal sebagai berikut: Karisma : Menurut Weber, karisma terjadi saat terdapat sebuah krisis sosial, seorang pemimpin muncul dengan sebuah visi radikal yang menawarkan sebuah solusi untuk krisi itu, pemimpin menarik pengikut yang percaya pada visi itu, mereka mengalami beberapa keberhasilan yang membuat visi itu terlihat dapat dicapai, dan para pengikut itu dapat mempercayai bahwa pemimpin itu sebagai orang yang luar biasa. Sedangkan teori kepemimpinan karismatik dari House menekankan kepada identifikasi pribadi, pembangkitan motivasi oleh pemimpin dan pengaruh pemimpin terhadap tujuan- tujuan dan rasa percaya diri para pengikut.
Karisma merupakan sebuah fenomena. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan oleh seorang pemimpin karismatik untuk merutinisasi karisma walaupun sukar untuk dilaksanakan. Kepemimpinan karismatik memiliki dampak positif maupun negatif terhadap para pengikut dan organisasi. 2. Kepemimpinan yang Melakukan Transformasi Kepemimpinan transformasional terpengaruh oleh James McGregor Burns (1978). Burns membedakan antara kepemimpinan yang melakukan transformasi dengan kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transformasional menyerukan nilai-nilai moral dari para pengikut dalam upayanya untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang masalah etis dan untuk memobilisasi energi dan sumber daya mereka untuk mereformasi institusi. Kepemimpinan yang transaksi memotivasi para pengikut dengan menyerukan kepentingan pribadi. Contoh: para pemimpin politis bertukar pekerjaan, subsidi dan kontrak pemerintah yang menguntungkan dengan suara dan kontribusi kampanye.
Teori Atribusi dari Kepemimpinan Karismatik Conger & Kanungo mengusulkan sebuah teori kepemimpinan karismatik bahwa karisma merupakan sebuah fenomena yang berhubungan (atribusional). Menurut teori atribusi pengikut dari kualitas karismatik bagi seorang pemimpin bersama-sama ditentukan oleh perilaku, keterampilan pemimpinnya dan aspek situasi.Ciri dan Perilaku PemimpinAtribusi pengikut dari karisma bergantung pada beberapa jenis perilaku pemimpin. Karisma akan lebih mungkin dihubungkan dengan pemimpin yang menyarankan sebuah visi yang amat tidak sesuai dengan status quo, tetapi masih dalam ruang gerak penerimaan oleh para pengikut. Pemimpin yang tidak karismatik mendukung status quo atau hanya memberikan sedikit perubahan.
Karisma lebih mungkin dihubungkan dengan pemimpin yang bertindak dalam cara yang tidak konvensional untuk mencapai visi itu. Penggunaan strategi inovatif yang menghasilkan atribusi keahlian superior kepada pemimpin dari pengikutnya. Pemimpin dipandang sebagai karismatik jika mereka membuat pengorbanan diri, mengambil resiko pribadi, dan mendatangkan biaya tinggi untuk mencapai visi yang mereka dukung. Proses Pengaruh Menurut Conger (1989), proses pengaruh utama adalah identifikasi pribadi yang pengaruhnya diperoleh dari keinginan seorang pengikut untuk menyenangkan dan meniru pemimpinnya. Pengaruh dari seorang pemimpin yang karismatik juga disebabkan oleh internalisasi dari nilai dan keyakinan baru oleh pengikut.
Pemimpin yang karismatik terlihat begitu luar biasa, disebabkan oleh wawasan strategis mereka, pendirian yang kuat, keyakinan diri, perilaku yang tidak konvensional dan energi yang dinamis, bawahan mengidolakan pemimpin ingin menjadi seperti mereka. Pemimpin yang karismatik menciptakan sebuah rasa yang mendesak yang membutuhkan upaya yang lebih besar dari bawahan untuk memenuhi harapan yang tinggi. Bagi bawahan dari pemimpin karismatik adalah sumber motivasi mereka yang utama. Variabel kontekstual menjadi penting bagi kepemimpinan karismatik karena atribusi dari kemampuan luar biasa bagi seorang pemimpin, langka, dan bisa bergantung pada karakteristik situasi.Satu variabel situsional penting adalah kekecewaan pengikut. Para pemimpin karismatik akan lebih mungkin untuk muncul saat terjadi krisis. Weber (1947), Conger & Kanungo tidak mempertimbangkan krisis objektif menjadi sebuah kondisi yang perlu bagi kepemimpinan karismatik.
Teori Konsep Diri mengenai Kepemimpinan Karismatik Indikator dan Karisma Bukti dari kepemimpinan karismatik diberikan oleh hubungan pemimpin-pengikut seperti yang tertera dalam teori awal House (1977). Atribusi dari kemampuan yang luar biasa kepada pemimpin amatlah mungkin, tetapi sebaliknya dari teori Conger & Kanungo (1987) hal ini tidak dianggap sebagai sebuah kondisi yang diperlukan untuk kepemimpina karismatik. Ciri dan Perilaku Penting Perilaku kepemimpinan seorang pemimpin yang karismatik dapat mempengaruhi sikap dan perilaku dari pengikut yang meliputi: menyampaikan sebuah visi yang menarik menggunakan bentuk komunikasi yang kuat dan ekspresif saat penyampaian visi mengambil resiko pribadi dan membuat pengorbanan diri untuk mencapai visi menyampaikan harapan yang tinggi memperlihatkan keyakinan akan pengikut pembuatan model peran dari perilaku yang konsisten dengan visi mengelola kesan pengikut akan pemimpin membangun identifikasi dengan kelompok/organisasi memberikan kewenangan kepada pengikut
Proses Pengaruh Shamir dan para koleganya mengenali bahwa identifikasin pribadi adalah satu jenis proses pengaruh yang dapat terjadi bagi beberapa pengikut dari seorang pemimpin karismatik. Saat terdapat identifikasi pribadi yang kuat, para pengikut akan meniru perilaku pemimpinnya dan memberikan upaya tambahan untuk menyenangkan pemimpinnya. Dalam teori konsep diri sumber yang terpenting dari pengaruh pemimpin atas pengikut adalah identifikasi sosial, internalisasi, dan tambahan kemanjuran diri individual dan kolektif. Kondisi yang Memudahkan Menurut Shamir, sebuah kondisi krisis tidaklah perlu bagi efektivitas kepemimpinan karismatik. Kepemimpinan karismatik lebih mungkin terjadi saat sebuah kelompok/organisasi berada dalam masalah serius, terdapat ambiguitas dan kecemasan atau bahkan kepanikan antar anggota
Kondisi demikian mendukung munculnya seorang pemimpin yang mampu menerjemahkan krisis dan menawarkan strategi yang dapat dipercaya untuk menghadapinya dengan berhasil. Namun, pengaruh karismatik dari pemimpin demikian akan hanya sementara saja kecuali visi itu terus menjadi relevan setelah krisis itu diselesaikan (Boal & Bryson, 1988; Hunt, Boal & Dodge, 1999)
Konsepsi lain dari Karisma Proses Psikodinamis Penjelasan karisma dalam hal proses psikodinamis oleh Freud pada pengikutnya (Kets de Vries, 1988; Lindholm, 1988). Mereka menjelaskan pengaruh yang tidak biasa dan kelihatan tidak rasional dari beberapa pemimpin karismatik yang diidolakan seperti seorang pahlawan, manusia super, atau dipuja sebagai seorang tokoh spiritual. Atribusi dari karisma khususnya amat dimungkinkan oleh orang-orang yang memiliki perasaan kekurangan, rasa salah, ketakutan, dan pengasingan serta berbagi keyakinan dan fantasi yang akan berfungsi sebagai dasar untuk daya tarik emosional dan rasional dari pemimpin. Penularan Sosial dan Karisma Menurut Meindl (1990) teori yang ada sebelumnya tidak menjelaskan mengapa atribusi karismatik dilakukan oleh orang yang tidak berinteraksi langsung dengan pemimpin dan dalam beberapa kasus, bahkan tidak memiliki kesempatan untuk mengamati pemimpin itu dari kejauhan.
Proses yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana para pengikut saling mempengaruhi adalah penularan sosial, yang melibatkan penyebaran spontan dari reaksi emosional dan perilaku di antara sebuah kelompok manusia. Meindl berspekulasi bahwa proses penularan sosial dapat melibatkan serangkaian tipikal dari peristiwa. Walaupun tidak disebutkan secara spesifik oleh Meindl, proses pengaruh untuk para pengikut awal ini barangkali adalah identifikasi pribadi. Karisma yang Dekat dan Jauh Shamir (1995) mengusulkan bahwa atribusi karisma bagi pengikut yang memiliki kontak dekat dengan pemimpin berbeda dalam beberapa cara penting dari atribusi yang dibuat oleh pengikut yang hanya memandang pemimpin itu dari jauh. Sebuah studi di Israel mendukung usulan Shamir tersebut. Temuan itu menyatakan bahwa atribusi dari kebesaran pemimpin jarak jauh lebih terpengaruh oleh isyarat kinerja dan stereotipe bersama, sedangkan atribusi kepemimpinan jarak dekat lebih terpengaruh oleh perilaku pemimpin dan keterampilan antar pribadi.
Rutinisasi Karisma Karisma adalah sebuah fenomena tidak kekal saat hal ini bergantung pada identifikasi pribadi terhadap seorang pemimpin yang dipandang luar biasa. Saat pemimpin itu pergi/meninggal, kemungkinan terjadi krisis penerus. Terdapat tiga pendekatan tentang rutinitas karisma, tidak sama-sama deklusif dan mereka semua dapat terjadi hingga batas tertentu dalam organisasi yang sama. Pendekatan pertama dengan memindahkan karisma kepada seorang penerus yang ditunjuk melalui tata cara dan upacara. Kedua, dengan menciptakan sebuah struktur administratif yang akan terus menerapkan visi pemimpin itu dengan otoritas rasional-legal (Weber, 1947) dan ketiga dengan mengabadikan visi pemimpin serta menanamkannya dalam budaya organisasi dengan mempengaruhi pengikut untuk melakukan internalisasi dan memberikan mereka kewenangan untuk menerapkannya.
Konsekuensi Dari Kepemimpinan Karismatik Karismatik Positif dan Negatif Terdapat sebuah pendekatan untuk membedakan antara karismatik positif dan negatif yang bisa dilihat dalam hal nilai dan kepribadian (House & Howell, 1992; Howell, 1988; Musser, 1987). Karismatik negatif memiliki orientasi kekuasaan secara pribadi yang menekankan identifikasi pribadi daripada internalisasi. Sebaliknya, karismatik positif memiliki orientasi kekuasaan sosial yang menekankan internalisasi dari nilai-nilai bukannya identifikasi pribadi. Lebih kepada menanamkan kesetiaan kepada ideologi daripada kesetiaan pada diri sendiri.
Sisi Gelap dari Karisma Konsekuensi Negatif dari Pemimpin Karismatik Keinginan akan penerimaan oleh pemimpin menghambat kecaman dari pengikut Pemujaan oleh pengikut menciptakan khayalan akan tidak dapat berbuat kesalahan Keyakinan dan optimisme berlebihan membutakan pemimpin dari bahaya nyata Penolakan akan masalah dan kegagalan mengurangi pembelajaran organisasi Penolakan berisiko yang terlalu besar akan besar kemungkinan untuk gagal Mengambil pujian sepenuhnya atas keberhasilan akan mengasingkan beberapa pengikut yang penting Perilaku yang impulsif yang tidak tradisional menciptakan musuh dan juga orang-orang yang percaya Ketergantungan pada pemimpin akan menhambat perkembangan penerus yang kompeten Kegagalan untuk mengembangkan penerus menciptakan krisis kepemimpinan pada akhirnya
Pengaruh dari Karismatik Positif Pemimpin yang karismatik positif bisa menciptakan sebuah budaya yang ”berorientasi keberhasilan” (Harrison, 1987), ”sistem kinerja tinggi” (Vaill, 1978), atau organisasi yang ”dipicu oleh nilai secara langsung” (Peters & Waterman, 1982) Implikasi Praktis bagi Organisasi Menurut Bryman (1992), Schein (1992), dan Trice & Beyer (1993) telah mengecam ide bahwa kepemimpinan karismatik merupakan sebuah obat mujarab untuk memecahkan masalah organisasi besar. Kepemimpinan karismatik itu beresiko dan mengimplikasikan perubahan radikal dalam strategi dan budaya dari sebuah organisasi, yang tidak perlu bagi organisasi yang saat ini telah makmur dan berhasil.
Kepemimpinan Transformasional Menurut Bass, dengan kepemimpinan transformasional pemimpin mengubah dan memotivasi para pengikut dengan: membuat mereka menyadari pentingnya hasil tugas membujuk mereka untuk mengutamakan kepentingan tim/organisasi mereka dibandingkan dengan kepentingan pribadi mengaktifkan kebutuhan mereka yang lebih tinggi Bagi Bass (1985), kepemimpinan transformasional lebih meningkatkan motivasi dan kinerja pengikut, sedangkan transaksional tidak. Kepemimpinan yang efektif menggunakan kombinasi dari kedua jenis kepemimpinan tersebut.
Perilaku Pemimpin Taksonominya dikenal melalui analisis faktor dari kuesioner gambaran perilaku yang disebut “Multifactor Leadership Questionnaire” (MLQ/Kuesioner Kepemimpinan Multifaktor). Ada formula asli dari teori tersebut (Bass, 1985) yang meliputi tiga jenis perilaku transformasional yaitu: Pengaruh ideal – perilaku yang membangkitkan emosi dan identifikasi yang kuat dari pengikut terhadap pemimpin. Stimulasi intelektual – perilaku yang meningkatkan kesadaran pengikut akan permasalahan dan mempengaruhi untuk memandang masalah dari perspektif yang baru. Pertimbangan individual – pemberian dukungan, dorongan, dan pelatihan bagi pengikut.
Penelitian atas Teori-teori Penelitian Survei Beberapa kuesioner berbeda telah dikembangkan untuk mengukur kepemimpinan transformasional dan karismatik, Bass & Avolio (1990), Conger & Kanungo (1994 & 1998), Podsakoff, Mackenzie, Morrman & Fetter (1990) dan Shamir dkk (1998). Perilaku transformasional dalam kuesioner seperti MLQ saling terkait sehingga tbelum jelas menentukan pengaruh mereka yang terpisah. Lowe, Kroeck, dan Sivasubramaniam (1996) telah melakukan analisis meta atas hasil dari 39 studi yang menggunakan MLQ. Skala terbaru (inspirasi, pengawasan aktif) tidak disertakan dalam analisis ini. Analisis meta menemukan bahwa tiga perilaku transformasional (karisma, pertimbangan individual, stimulasi intelektual) berhubungan dengan efektivitas kepemimpinan dalam kebanyakan studi. Perilaku kepemimpinan transformasional terkorelasi lebih kuat dan lebih konsisten dengan efektivitas perilaku kepemimpinan.
Kepemimpinan Transformasional Versus Karismatik Perbedaan : Bagaimana umumnya hal itu Kondisi yang memudahkan Reaksi tipikal orang-orang Menurut Bass pemimpin transaksional dapat ditemuakan diorganisasi manapun. Pemimpin karismatik itu langka Evaluasi Dari Teori-teori Lebih sulit mengevaluasi keunikan pemimpin Ada kelemahan konseptual yang meliputi konsepsi ambigu, gambaran yang tidak cukup atas proses penjelasan, fokus sempit mengenai proses dyadic, penghilangan beberapa perilaku yang relevan, tidak cukupnya spsisfikasi variabel situasi, dan sebuah bias terhadap konsepsi heroik.