170 likes | 641 Views
POTESIALITAS-AKTUALITAS- KESEMPURNAAN; BAKAT DAN CITA-CITA Pertemuan 05. Matakuliah : L0082 - Filsafat Manusia Tahun : 2007. FILSAFAT MANUSIA.
E N D
POTESIALITAS-AKTUALITAS-KESEMPURNAAN; BAKAT DAN CITA-CITAPertemuan 05 Matakuliah : L0082 - Filsafat Manusia Tahun : 2007
FILSAFAT MANUSIA • Membantu para mahasiswa agar semakin memiliki wawasan pengetahuan/pemahaman yang lebih luas, lengkap dan mendalam tentang manusia sebagai misteri dalam ziarah intelektualnya sebagai seorang ilmuwan psikolog. 3
RUANG LINGKUP FILSAFAT MANUSIA • Pengantar Filsafat Manusia • Dimensi-Dimensi Aku • Eksistensi dan Dinamika Aku 4
BAB VPOTESIALITAS-AKTUALITAS-KESEMPURNAAN; BAKAT DAN CITA-CITA
PENDAPAT TENTANG POTENSIALITAS • Tradisional Populer (potensialitas penuh, aktualitas penuh, manusia konkret: potensialitas ditentukan aktualitas, aktualitas direalisasi sejauh mengaktualisasi potensi, substansi manusia itu kesatuan potensialias dan aktualtias, perkembangan, bukan sama nilainya). • Tradisi Aristoteles-Tomistis • Filsafat Zaman Modern (tolak konsep potensi, filsafat perubahan, kembali terima potensi, potensi dan sublimasi, eksistensialisme).
POTENSIALITAS, AKTUALITAS, KESEMPURNAAN • Aktualitasku • Potensialitasku (kemampuan, personal-konkret) • Sama Rata • Berkembang sejajar dengan Aku (Potensialitas, Aktualitas, Berkembang bersama-sama) • Induk-Sekunder
BAKAT • Bakat Induk • Perkembangan • Bakat-bakat sekunder • Tirani Bakat • Hubungan antara semua bakat seknder
CITA-CITA • Cita-Cita Induk • Perkembangan • Cita-cita Sekunder • Kesetiaan
Kesetiaan Struktural: secara struktural mau tak mau, manusia selalu setia pada diri sendiri, kepada jalan pengakuannya, kepada hubungan dia dengan yang lain. Aku tidak dapat mengkhianati diri secara struktural, hanya dapat “meng-aku”. Di dalam semua perubahan/peralihan selalu ada satu kontinuitas: Aku.
Kesetiaan akan Cita-Cita Sekunder: Aspek kesetiaan bertahan terus di dalam semua cita-cita sekunder/khusus. Mereka mengintegrasikan /mengkonkretkan cita-cita induk. Makin sentral cita-cita sekunder misalnya psikolog, dokter, dosen dll, makin pula ada tendensi untuk melanjutkan arah itu dan untuk tetap setia kepadanya secara dinamis.
Meninggalkan cita-cita sekunder: Kalau aku beralih dari cita-cita sekunder yang satu kepada yang lain, maka yang esensialnya ialah bahwa saya tetap setia kepada diriku sendiri. Namun kalau saya beralih dari cita-cita yang satu kepada yang lain, akan terjadi ‘krisis’ (untuk ambil keputusan) yang tidak selalu sama. Jika saya beralih dari cita-cita yg sangat sentral dan sangat melibatkan diri dan yang lain (sangat disadari), krisis itu akan jauh lebih hebat daripada dalam hal cita-cita yang sepele saja.