420 likes | 1.29k Views
MIKROBA PENGENDALI HAMA MIKROBA PENGENDALI PENYAKIT. PENGENDALIAN HAYATI. A. HAMA 1. Strategi pengendalian hama. Aplikasi Reguler * Kultivasi dan pemanenan hasil tanaman mengurangi / mengeluarkan patogen dari ekosistem.
E N D
MIKROBA PENGENDALI HAMA • MIKROBA PENGENDALI PENYAKIT PENGENDALIAN HAYATI
A. HAMA1. Strategi pengendalian hama • Aplikasi Reguler * Kultivasi dan pemanenan hasil tanaman mengurangi / mengeluarkan patogen dari ekosistem. * Beberapa patogen yg berguna terkadang memiliki kemampuan rendah dalam penyebaran dan hdup di lingkungan. * Kondisi tersebut, agensia pengendali hayati harus sangat virulen, mudah diproduksi massal atau aplikasi secara rutin. Contoh aplikasi Bacillus thuringiensis
Limited Release * Strategi ini diterapkan agar populasi mereka di lingkungan stabil (hutan, padang rumput) * Contoh: Virus pengendali serangga hama pinus di Kanada, yg diaplikasikan secara kontinu dan sukses mengendalikan hama tsb. * Keberhasilan strategi limited release tergantung pd efektivitas transmisi patogen dari generasi ke generasi, persistensi yg baik dari patogen di lingkungan, dan kapasitas penyebarannya. * Untuk mikroba pembentuk spora (tipe resting stage lain) memungkinkan mereka untuk bertahan pd saat tanpa inang.
Manipulasi Patogen Enzootic * Pada keadaan tertentu, pengendalian mikrobial suatu hama dapat dicapai dengan cara mendorong tumbuhnya patogen alami * Contoh: manipulasi teknik kultivasi pasture (padang rumput) di New Zealand. Penggunaan lahan secara berulang untuk penanaman tanaman kacang2an adakalanya menghambat pertumbuhan Nematoda (diduga karena adanya peningkatan populasi alami dari fungi parasit nematod
Dari ketiga strategi tersebut, untuk mengetahui strategi mana yang paling efektif perlu dipahami : mode of action, pathogenicity dan populastion biology dari interaksi patogen dan hama.
2. Bakteri sebagai agensia pengendali hama • Strain2 Bacillus spp. Merupakan mikroba patogen komersial pertama • B. thuringiensis (B.t.) pertama ditemukan menginfeksi larva ngengat di Jerman (1911). Selanjutnya ditemukan berbagai strain B.t diisolasi dari berbagai Lepidopteran • Mode of Action B.t adl aerob, penghasil toksin dimana saat sporulasi menghasilkan baik spora maupun kristal protein besar (bentuknya bipiramid). Kristal tsb adl ∂-endotoksin (sebag besar tersusun atas polipeptida). Molekul tsb adl inert protoxin
Ketika larva diberi campuran spora dan kristal, kristal akan larut dalam cairan usus serangga yg basa, kmd didegradasi oleh protease, melepaskan polipeptida toksik. Toksin berinteraksi dengan glikoprotein dalam membran plasma dr sel2 usus, menghancurkan regulasi pertukaran ion. Akibatnya bagi larva : epithelium usus mengalami lisis, otot2 usus dan bagian mulut mengalami paralisis. Kematian dapat terjadi setelah 30 menit s/d 3 hari setelah pemberian bakteri. • Beberapa strain B.t juga dpt menghasilkan molekul toksin lain yi. β-eksotoksin. Toksin ini termostabil (kebalikan dari ∂-endotoksin), sangat toksik untuk berbagai species insek (broad spectrum toxin)
Agensia bakteri lain : * Bacillus sphaericus (patogen bbrp larva nyamuk Anopheles & Culex), toksin berasosiasi dengan inklusi protein dan spora. * Bacillus popilliae, membunuh insek melalui infeksi (bukan toksin). Hanya dpt dikultur secara in vivo. * Pasteuria (= Bacillus) penetrans, mrpk parasit obligat nematoda parasit tanaman. Spora dapat bertahan lama di lingkungan.
3. Fungi sebagai agensia pengendali hama • Beberapa strain fungi patogen pengendali insek dan mite (tungau) telah dikomersialkan. • Fungi mempenetrasi inang melalui kutikula • Faktor lingkungan yg kritis mempengaruhi parasitisme fungi adalah humiditas relatif. • Nematode-trapping fungi, predator nematod ini memperangkap melalui peralatan adhesive (jaring hifa). Menghasilkan toksin, immobilisasi inang kmd hifa mempenetrasi melalui kutikula. Bbrp species menghasilkan antibiotik yg mencegah perkembangan mikroba kompetitor.
5. Pengendalian Hama oleh Virus • Terutama dalam pengendalian hama vertebrata (Kelinci), insek dan mites • Contoh: virus Myxoma (penyebab myxomatosis) • Virus baculoviruses pengendali Lepidoptera dan Hymenoptera, bbrp Crustacea dan mites
B. PENYAKIT1. Strategi pengendalian penyakit • Beberapa produk komersial agensia pengendali hayati telah banyak dipasarkan (Lihat Tabel). • Antibiosis dan cell-wall degrading enzymes mrpk strategi biokontrol yg cukup berhasil, disamping parasitisme • Mekanisme cross-protection atau hyperparasitism juga telah banyak diketahui dan berhasil • Rizosfir adalah target yg lebih baik drpd phylloplane utk biokontrol penyakit tanaman
2. Bakteri sebagai antagonis • Keberhasilan pengendalian penyakit crown gall oleh bakteri tanah A. radiobacter var. tumefaciens • Biokontrol penyakit take-all (Gaeumannomyces graminis var. tritici) oleh Trichoderma spp. Dan Pseudomonas fluorescens • Plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) merupakan kelompok rizobakteri yang mampu meningkatkan pertumb tanaman melalui mekanisme produksi antibiotik, siderofor, maupun plant growth hormones.
3. Fungi sebagai antagonis • Komersialisasi agensia biokontrol penyakit tanaman pertama (1963) adl penggunaan Peniophora gigantea untuk mengendalikan penyakit busuk akar pinus Heterobasdion (Fomes) annosum. • Trichoderma (T. viride, T. harzianum, T. hamatum, T. koningii) merupakan fungi antagonis untuk mengendalikan berbagai patogen tanaman. Mekanisme pengendalian umumnya melalui parasitisme dan antibiosis.
MEKANISME PENEKANAN PATOGEN • Substrate competition • Siderophore production • Antibiotic production (phenazine, pyrrolnitrin, pyoluteorin, gliotoxin, viridin, gliovirin) • Volatile substances (Ammonia, HCN, Pyrone) • Enzymes (chitinase, cellulase) • Parasitism • Plant growth promoting factors