E N D
Itu Apa? Selaku Wakil Presiden Republik Indonesia, Bung Hatta selalu bepergian ke daerah memeriksa perkembangan pembangunan. Beliau selalu membawa serta pejabat-pejabat inti dari kementrian (kini departemen) yang langsung terlibat dalam pembangunan, seperti Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Pertanian, Kementrian Kemakmuran yang merencanakan perdagangan dan perindustrian, dan lain-lain. Di masa itu sekretaris jenderal merupakan pejabat nomor dua sesudah menteri, yang memimpin kementrian sehari-hari. Pada beberapa kesempatan saya dibawa serta. Selaku mahasiswa tugas saya adalah mencatat berbagai kesan untuk nanti pada akhir perjalanan melaporkannya langsung kepada Bung Hatta. Dalam kunjungan seperti itu pola yang ditempuh Bung Hatta adalah ceramah, peninjauan lapangan dan dialog dengan kalangan terkemuka. Kemudian disusul dengan diskusi intensif antara sekretaris-sekretaris jenderal kementrian-kementrian, untuk menampung masalah-masalah yang timbul dengan pejabat daerah dan kalangan terkemuka. Maka pada perjalanan pulang saya duduk menyendiri di pesawat terbang, menghindari rombongan pejabat dan wartawan, menyusun laporan tertulis saya. Tiba-tiba saya dipanggil ajudan Bung Hatta untuk ikut duduk dengan beliau. Bung Hatta dan para sekretaris jenderal duduk di bagian belakang pesawat Dakota, di ruang lapang dengan meja panjang terbentang di tengah-tengah, sibuk membahas masalah. Saya dipersilakan duduk di dekat meja dan dengan tekun mengikuti pembicaraan tentang masalah-masalah ekonomi daerah yang baru dikunjungi. Saya sibuk mencatat pembicaraan. Pramugari pun tak kurang sibuknya. Minuman dan makanan terus mengalir di meja,
sebagaimana lazimnya keadaan dalam pesawat terbang yang mengangkut penumpang VIP (very important person). Bung Hatta senang buah-buahan. Sambil makan beliau mengajak semua kami ikut makan buah-buahan. Saya pun disuguhi buah rambutan. Dan pembicaraan terus berlangsung. Tiba-tiba Bung Hatta minta peta. Saya bentangkan peta di hadapan pembesar-pembesar. Tangan kanan pegang peta, tangan kiri pegang rambutan. Dan pembicaraan semakin asyik. Tiba-tiba Bung Hatta menunjuk pada peta dan bertanya, “Itu apa?” Secara tak sadar saya layangkan tangan kiri ke tempat yang ditunjuk Bung Hatta di peta. “Itu apa?” tanya Bung Hatta, lagi-lagi menunjuk tangan saya. Saya gugup karena jadi pusat perhatian para pembesar. Beliau ulang tanya,“Itu apa?” Lagi-lagi menunjuk ke tangan saya di atas peta. Keringat dingin saya keluar, karena semua mata tertuju pada saya, satu-satunya mahasiswa di tengah-tengah pembesar-pembesar penting. Tanpa sadar saya menyetuk menjawab, “Ini rambutan!” dan tangan saya buka menunjukkan rambutan. Sejenak hanya suara bising baling-baling Dakota terdengar. Lalu meledaklah tawa hadirin. Bung Hatta tertawa terbahak-bahak, beliau menunjuk ke tempat peta di balik tangan saya yang berambutan itu. “Apa tempat ini,” beliau tanya. Saya lega baru sadar dan nama tempat itu saya sebut. Buah rambutan cepat saya makan berikut bijinya, takut jangan sampai menghalang lagi tempat-tempat di gambar peta. Emil Salim, Pribadi Manusia Hatta, Seri 11, Yayasan Hatta, Juli 2002