E N D
M A S Y I T O H karya Ajib Rosidi
Tema Berdasarkan novel berjudul “Masyitoh”dapat saya simpulkan sebuah tema yaitu pengorbanan seorang perempuan yang luar biasa,dalam novel ini bernama Masyitoh.Dia sangat gigih dalam menegakkan hak Allah,masyitoh bersedia mengorbankan seluruh jiwa raganya dengan tidak mengharapkan imbalan apapun demi mempertahankan pendiriannya menegakkan agama Allah SWT.
Alur/Plot Dalam novel yang berjudul “Masyitoh”beralur campuran yaitu alur maju dan alur mundur.Dalam alur maju diceritakan kisah Masyitoh dimasa hidupnya sampai akhir hayatnya,dan waktu mendapat siksaan atau hukuman dari raja Fir’aon.Sedangkan beralur mundur karena pada awal cerita waktu Masyitoh sedang memberitahukan kepada suaminya mengapa dia selalu melamun dan bersedih,dia menceritakan kembali dari awal penyebab masalah yang dialami dia sekarang
Latar Peristiwa yang diceritakan dalam novel itu terjadi di rumah Masyitoh,di Itana Fir’aon dan di rumah bapak Simeon. Selain novel tersebut menggambarkan latar fisik seperti tempat diant]aranya di rumah Masyitoh,istana Fir’aon,dan di rumah bapak Simeon,novel Masyitoh juga menggambarkan latar non fisiknya atau dari segi fisiologisnya.Dimana dalam cerita tersebut menggambarkan suasana di rumah Masyitoh yang penuh ketegangan,kecemasan,dan ketakutan.Perasaan tersebut dirasakan oleh Masyitoh dan seluruh anggota keluarganya.Sementara perasaan emosi dan penuh kebencian dirasakan oleh baginda Fir’aon,para pendeta kerajaan,puteri Taia,dan seluruh pengikut Fir’aon
Penokohan • Masyitoh,sebagai tokoh utama : Berdasarkan novel berjudul Masyitoh,sosok masyitoh merupakan sosok perempuan yang pemberani,teguh pendirian mempertahankan kepercayaannya kepada Allah SWT. Demi menegakkan hak Allah,masyitoh bersedia mengorbankan dirinya sendiri. • Obed sebagai suami Masyitoh : Sabar, pengasih dan penyayang terhadap Masyitoh. • Fir’aon/raja mesir : Angkuh • Ptahor, Pendeta agung Mesir : Angkuh, sombong dan galak. • Metufer, Pendeta negara Mesir : Angkuh, sombong. • Simeon, Pendeta Israil : Bijaksana,sabar dan baik. • Amram, Seorang keturunan Israil : Baik dan sabar. • Madah, Seorang keturunan Israil : Baik dan sabar. • Taia, Puteri Fir,aon : Angkuh dan sombong.
Beberapa tokoh figuran lainnya diantaranya • Pendeta I, Pendeta negara Mesir • Pendeta II, Pendeta negara Mesir • Kepru, pengawal istana Fir’aon • Inteb, pengawal istana Fir’aon • Algojo • Siteri, anak Masyitoh dan Obed kira-kira berumur 10-12 tahun. • Beberapa orang pengawal • Beberapa orang pengiring Fir’aon • Itamar, bayi Masyitoh (bias dengan boneka)
Sudut Pandang Novel yang berjudul “Masyitoh” dilihat dari sudut pandang yaitu sudut pandang orang ketiga karena pengarang tidak terlibat dalam cerita atau diluar cerita
Amanat Dari hasil membaca novel ini terdapat amanat yaitu dalam keadaan dan situasi apapun kita tetap harus memegang teguh pendirian dan kepercayaan kita kepada Allah SWT, karena kelak dengan teguhnya pendirian kita Insya Allah hidup kita akan tentram dan bahagia kelak.
Gaya Penulisan Gaya penulisan yang digunakan pada novel yang berjudul “ Masyitoh” bahasanya sudah tidak menggunakan bahasa melayu lagi, jadi bahasanya mudah dipahami walaupun pada novel Masyitoh juga masih ada kata-kata yang menggunakan majas hiperbola yang menambah keindahaan kata-kata dalam novel tersebut
Sinopsis Novel : Seperti umumnya rumah keturunan Israil pada masa itu, rumah itupun nampak sederhana serta melarat. Kendatipun Masyitoh menjadi sahaya di Istana Fir’aun, namun tidaklah ia turut serta mewah megah gemerlapan seperti umumnya orang Mesir. Ketika itu matahari sudah tergelincir kearah barat, saat orang-orang beristirahat dari pekerjaannya masing-masing Masyitoh kelihatan sedang mengemban anaknya yang masih bayi. Itamar namanya. Sebentar-bentar ia melihat kearah jalan, mengharap suaminya pulang. Dari pintu yang daunnya terbuka, ia bisa melihat iring-iringan orang yang kurus berdada gambang, tiada ubahnya dengan rerongkong-rerongkong yang berjalan dengan lesu, mereka itulah orang-orang yang baru pulang bekerja dari piramid. Namun Obed suaminya tiada juga kunjung kelihatan. Terlebih-lebih karena Itamar sebentar-bentar menangis, sungguh mengharukan, membikin hati sang bunda menjadi kian bingung, lantaran si bayi belum bisa berkata akan menunjukkan penyakitnya. Tidak lama kemudian, dari pintu yang daunnya terbuka itu, masuklah Obed yang dadanya keras-keras bertulang, kurus dan lesu, berjalan luntai mendekati Masyitoh. Masyitoh menatap suaminya dengan terharu. Setelah dekat Obed mengusap-usap kepala Itama dengan mesra dan penuh kasih sayang. ”Aku hampir saja mati tertimpa batu.....” kemudian terdengar Obed berbicara seakan-akan ingin mencurahkan isi hatinya yang sejak tadi didiamkan saja. Tetapi Masyitoh yang diajaknya becakap-cakap seperti termung jauh, tidak begitu bersungguh-sungguh mendengarkan perkataan suaminya. Lalu Obed mendekati isterinya, sekarang suaranya perlahan-lahan, terang-jelas setiap patah katanya. Sebab ia ingin isterinya tidak merasa segan menguraikan segala isi hatinya yang menjadi beban baginya.
Setelah beberapa saat dibujuk, akhirnya Masyitoh bersedia menceritakan semua apa sebenarnya yang sudah terjadi dan menjadi kekhawatirannya selama ini. Kejadiannya dimulai seperti biasa setiap pagi Masyitoh mengandam rambut Tuan Putri. rambut yang panjang, hitam ikal berkilatan, sedap dipandang mata. Namun entah mengapa tadi pagi rambut Tuan Putri kusut bukan buatan, tambah pula sedang melamun terkenang sibungsu yang ditinggal di rumah yang sedang sakit. Entah bagaimana sisir yang saya pegang terjatuh. Saya terkejut dan tidak terasa lagi saya mengucap demi Allah, celakalah Fir’oon....!. Tentu saja ucapan tadi terdengar dan membuat Tuan Putri terkejut dan langsung melaporkan keayahnya yaitu Raja Fir’oon. Itulah ceritanya yang menjadi kegelisahan Masyitoh. Setelah mendengar cerita isterinya Obed kemudian diam dan membayangkan apa yang terjadi pada keluarganya atas kelalaian yang dilakukan oleh isterinya. Sementara itu saat keduanya sedang termenung, tiba-tiba masuklah Siteri memberitahukan kepada bapak ibunya bahwa bapak Simon sudah datang. Kemudian Bapak Simon masuk kedalam rumah, diikuti oleh dua orang lelaki setengah baya, yaitu Maclab dan Amram. Setelah itu Bapak Simon bertanya ada masalah apa dia diundang kerumah Masyitoh, lalu Obed menceritakan masalah anaknya yang sedangs akit selain itu juga Obed menceritakan masalah yang menimpa isterinya. Setelah mendengar semua cerita Obed Bapak Simon memberikan nasihat dan berusaha menenangkan mereka agar mereka selalu tetap tenang dan selalu berdoa kepada Allah agar semua kekhawatiran tidak pernah terjadi. Bapak Simon juga tidak lupa memeriksa keadaan Itamar. lalu tidak lama kemudian Bapak Simon pamit pulang. Beberapa saat setelah Bapak Simon pulang tiba-tiba Siteri berlari memberi tahukan kepada kedua orang tuanya bahwa da orang kerajaan yang datang. Tak lama kemudian, masuklah Pendeta Metufer diikuti oleh dua orang pendeta dan beberapa prajurit pengawal. pendeta Metufer bertanya mana yang bernama Masyitoh ?. Dan menjelaskan bahwa kedatangannya adalah ingin membawa Masyitoh dan semua keluarganya ke istana atas perintah Raja Fir’oon. Masyitoh dan semua keluarganya dibawa ke istana. Sementara itu di istana sudah menunggu Raja Fir’oon, Puteri Taia dan Pendeta Plahor yaitu pendeta Agung Negara Mesir. Tidak lama kemudian datanglah rombongan pendeta Metufer yang membawa masyitoh dan keluarganya. Masyitoh dan semua keluarganya dihadapkan didepan Raja Fir’oon segera bertanya ingin meyakinkan kabar yang beredar bahwa Masyitoh telah mendurhakai dan berpaling dari dia dan menyembah Tuhan lain.
Setelah ditanya dan Masyitoh menjawab sesuai dengan keyakinannya walaupun Fir’oon menjanjikan kemewahan dan kekayaan kepada masyarakat agar dia mau menyembah Fir’;oon dan meninggalkan Tuhannya. Tapi sekali lagi Masyitoh tetap teguh pada pendiriannya begitu juga suaminya Obed tetap sama pendiriannya untuk tetap menyembah Tuhannya. Setelah dibujuk dengan cara apapun tapi tetap tidak ada hasilnya juga akhirnya Fir’oon kehilangan kesabaran dan menyuruh algojo untuk menghukum Masyitoh dan suaminya dengan hukuman cambuk, walaupun hukuman cambuk menghantam dan mencabik-cabik tubuh Masyitoh dan Obed tapi tetap mereka tetap teguh pada pendiriannya. Tiba-tiba Fir’oon menyuruh algojo untuk menghentikan cambukannya, lalu Fir’oon melirik Siteri anak sulung Masyitoh yang sejak tadi menangis menjerit-jerit memanggil-manggil ayah dan ibunya yang sedang disiksa. Kemudian Fir’oon memerintahkan algojo untuk memberika hukuman yang serupa dengan berfikir Masyitoh dan suaminya akan luluh dengan melihat anaknya disiksa. Tapi dengan tidak disangka prasangka Fir’oon salah malah dengan perasaan tidak takut Siteri berbicara kepada ibu bapaknya bahwa kita jangan takut dengan siksaan ini, kita tetap harus teguh menjaga pendirian kita dan kita harus yakin bahwa suatu saat akan datang pertolongan dari Allah dan kata-kata itulah yang membuat Masyitoh dan suaminya semakin yakin pada keteguhan hati mereka. Setelah mendengar itu semua Fir’oon tidak sabar lagi cepat menyuruh algojo untuk mencambuk Siteri. Situasi itu membuat Masyitoh tidak tega melihat anaknya dicambuk, tapi dia berusaha tetap kuat untuk menerima semua itu. Pendeta Ptahor lalu bicara kepada Fir’oon dan memberikan usulan/pendapat untuk menghentikan hukuman cambuk tersebut, karena percuma mereka tidak akan luluh dan merubah pendiriannya. Pendeta Ptahon mengusulkan agar mereka dilhukum mati saja dengan memasukkan mereka kedalam timah mendidih, agar tidak ada lagi orang yang membangkang seperti masyitoh. Fir’oon pu setuju dan memerintahkan agar pengawas mempersiapkan timah yang mendidih untuk menghukum Masyitoh dan keluarganya. Tidak lama kemudian pengawas menghadap lagi Fir’oon dan mengatakan bahwa semuanya sudah siap. Tidak pikir panjang lagi Fir’oon menyuruh pengawal untuk mengiring masyitoh dan keluarganya ketempat hukuman tersebut. Di ruangan tersebut ternyata sudah siap timah besar dengan air yang mendidih dan sebelum algojo memasukan mereka satu persatu tiba-tiba Itamar yang masih bayi dapat berbicara dengan mengatakan ”Ibu, ayah janganlah bimbang, janganlah ragu sebab cairan timah tidaklah panas, kendatipun mendidih, yang panas hanya dalam sangkaan, takkan terasa oleh orang yang sudah tunggal rasa, erat berpaut tauhid dengan Allah Yang Maha Agung”. Melihat kejadian itu Masyitoh dan keluarganya bertambah yakin dengan pendiriannya untuk tetap teguh menyembah Allah SWT. Akhirnya Masyitoh dan keluarganya meninggal dan menjadi salah satu contoh teladan dalam mempertahankan tauhidnya bagi umat Islam diseluruh dunia.
KUTIPAN • “Tadi pagi … seperti biasa adinda mengandam rambut tuan puteri,”sahut masyitoh memulai kisahnya.Rambut yang panjang,hitam ikal berkilatan,sedap dipandang mata.Namun entah mengapa tadi pagi rambut Tuan Puteri kusut bukan buatan.Mutiara yang biasanya bergantungan diujung-ujungnya sudah adinda copoti.Hanya rambutnya sangat kusut…tambahan pula adinda sendiri agak melamun,terkenang si bungsu yang ditinggal di rumah yang sedang sakit.Entah bagaimana,sisir yang adinda pegang terjatuh.Dinda terkejut,tak terasa lagi mengucap’demi Allah,celakalah Fir’aon’…!”
Mendengar perkataan adinda itu,tuan puteri seperti tersengat,lalu menatap kepada adinda,”Apa katamu barusan?Ayahanda celaka?Apa maksudmu?Dan apa lagi katamu?Allah?Demi Allah,katamu?Siapakah Allah itu?” • Hamba agak gemetar menyahut,”Allah ialah Tuhan yang Mahakuasa,yang mempunyai langit dan bumi beserta segala isinya.”
Tuan Puteri berkata pula,”Mengapa?Bukankah baginda tuhan yang maha kuasa?Bukankah ayahanda yang maha kuasa di dunia ini?Fir’aon!Ya,bagindalah tuhan segala makhluk yang hidup di ala ini.( Hal:22 ) • Masyitoh melanjutkan perkataannya pula,”Tuan Puteri kelihatan kian murka.Wajahnya merah-padam.Engkau jangan sekali-kali berani menghina ayahanda dengan menyebut yang lain!Bertuhan kepada yang lain!Bukan kepada baginda.Berani pula mulutmu mengatakan baginda celaka.Sungguh kau kurang ajar!Tidakkah kau tau bahwa hidup-matimu terletak di atas telapak tangan baginda?Bagaimanakah jadinya gerangan kalau baginda tau apa yang kau ucapkan?Niscaya engkau akan mendapat hukuman yang sangat berat!’kata Tuan Puteri pula.Hamba menyahut dengan perlahan,’Adapun baginda,Tuan Puteri,bukanlah tuhan yang maha kuasa.Adapun baginda tiadalah berdaya dengan hamba,sesama makhluk di hadapan Allah…’Tua Puteri menjerit lantaran murka,menunjuk-nunjuk muka adinda,’Apa yang kau bilang?’teriaknya.’Katamu,baginda sama dengan kau?Kau,budak hina!Gegabah kau berkata!Duhai,alangkah akan murkanya baginda kalau mendengar apa yang kau ucapkan dengan moncongmu yang tak bermalu itu!( Hal:23 )
Belum lagi Obed habis berbicara,prajurit pengawal yang tadi mendongkol lantaran amarahnya yang tadi tak terlampiaskan membentak,”Diam!”Teriaknya.”Berani kau membangkang?”Dan sembari mambentak itu,ia meloncat pula mendekati Obed.Tangannya sudah terkangkang dan sekali ini tak ada yang mencegah,sehingga segera berlabuh beberapa kali pada tubuh Obed.Namun Obed tidak melawan,dari sinar matanya kelihatan sekali bahwa ia merncoba menahan amarahnya.( Hal:55-56 )
“Cukup!”bentak pendeta Metufer.Dan sambil membentak,ia memberi isyarat kepada para prajurit pengawal agar menangkap Obed sekeluarga.Kamu sudah menolak uluran tangan Baginda.Kamu tidak mau meminta ampun.Maka sekarang kamu tak mungkin ditolong lagi.Hanya lantaran kamu keras kepala maka kamu akan mendapat hukuman!Kamu sekalian mendurhaka!” • Prajurit pengawal yang mendapat perintah dari pendeta Metufer segera melakukan tugasnya.Obed ditangkap.Demikian pula Masyitoh.Siteri menangis meraung-raung.Demikian pula Itamar menjerit-jerit tak karuan.Obed tidak melawa meskipun kelihatan ia mencoba menahan amarah.Giginya dikatupkannya erat-erat.( Hal:60 )
“Diam kau,durhaka!”bentak para prajurit pengawal itu sambil menyepak Obed dengan kerasnya. • Sesudah itu barulah semuanya digiring ke luar,hendak dihadapkan kepada duli Baginda fir’aon di istana.( Hal:61 )
Yang datang itu memang Pendeta Ptahor,yakni pendeta agung negara mesir.Sekalipun tidak mengenakan pakaian kebesran yang lengkap,namun nampak keagungan dan wibawa Pendeta Ptahor yang senantiasa menimbulkan rasa ajrih pada barang siapa yang melihatnya.Warnya pakaiannya yang kuning-marak gemerlapan sungguh mengagumkan.( Hal:67 )
Dua pengawal mendekati Masyitoh. Lalu meneretnya ketempat bangku-bangkuan yang sudah tersedia. Masyiotoh berjongkok ke atas bangku-bangkuan itu. Algojo yang kasar itu menyobekan punggung baju Masyitoh, sehingga nampaklah kulitnya yang halus. Ketika cemeti mengamang ke udara hendak mendarat pada punggung bundanya, Siteri menjerit sambil menutup mukanya dengan kedua belah tangan. • “Ibu! Ibu! Ibu!” teriaknya. • Itamar menangis keras sekali. Terdengar suara cemeti menyabet punggung. • ( Hal : 91 )
“Kalau betul kalian teguh menerima lecutan yang kami titahkan, kalau betul kalian kuat menahankan siksaaan yang kami jatuhkan kepada dirimu, ingin kami tahu kekuatan dan keteguhan imam kamu sekalian…,” lalu Baginda tertawa mengejek. Sambil lalu memandang kepada sang algojo, baginda bertitah.”Algojo, lecuti anak itu!” sambil menunjuk kepada Siteri.( Hal : 95)
“Sama sekali tidak,” sahut pengwal itu sambil menundukan kepala. “Beberapa kali mereka dinasehati oleh Tuanku Pendeta agar meminta ampun, agar mengubah pikirannya yang sesat itu, tetapi malah mereka tenang mendekati belanga yang penuh dengan cairan timah mendidih. Tak kelihatan mereka takut, sungguh manusia-manusia tak punya rasa ngeri! Tak seorang pun yang menangis. Bahkan anak-anaknya pun tidak!”( Hal:105 )