1 / 1

Dua Operasi Sekaligus

Dua Operasi Sekaligus

Download Presentation

Dua Operasi Sekaligus

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Dua Operasi Sekaligus Tingkah laku Bung Hatta yang “afdol”, telah menjadi rahasia umum, dalam arti Bung Hatta terkenal sebagai orang yang patuh pada peraturan dan disiplin. Hal ini diketahui pula oleh para perawat di RSUP. Beliau terkenal sebagai pasien yang selalu taat pada peraturan ataupun perintah sang dokter. Bung Hatta adalah seorang pasien yang sulit dicari duanya. Beliau tak pernah mengeluh tetapi nampaknya selalu dapat menguasai rasa nyeri, rasa bosan, dan sebagainya. Kalau tidak salah Bung Hatta selama hidupnya paling kurang telah lima kali dirawat di RSUP untuk bermacam-macam penyakit. Tetapi yang paling berkesan dan sulit dilupakan adalah ketika beliau dirawat di tahun 1976. Pada waktu itu saya masukkan beliau ke RSUP untuk dua macam penyakit, yaitu kelenjar prostat yang membesar sehingga mempersulit jalan urine-nya, dan penyakit yang kedua adalah wasir yang sudah akut. Setelah tim ahli selesai dengan pemeriksaannya, saya katakan kepada Bung Hatta bahwa rencana tim adalah melakukan, jika mungkin, dua operasi dalam satu sidang, operasi prostat dulu dan operasi wasir menyusul. Operasi prostat termasuk operasi besar dan operasi wasir tidaklah pula sepele, jika saya boleh mengklasifikasi operasi-operasi itu. Bung Hatta bertanya, “Kenapa tadi Bung Halim katakan jika mungkin?” “Yang saya maksud”, kujawab, “adalah bisa melaksanakan dua operasi dalam satu sidang jika kami dapat melakukan operasi prostat di dalam waktu tak lebih dari dua jam dan jika tidak, maka operasi wasir harus dilakukan di lain waktu.” Atas pertanyaan saya apakah beliau setuju dengan rencana tim dan apakah memerlukan keterangan lebih lanjut, beliau hanya berharap kedua operasi itu dapat diselesaikan dalam satu sidang. Kedua operasi berhasil menurut rencana, begitupun keadaan pasca operasi di Internsive Care Unit sangat memuaskan pada dua hari pertama. Di hari ketiga dan keempat, dengan tak diduga-duga keadaan Bung Hatta sekonyong-konyong memburuk. Suhu menaik dan Bung Hatta mulai gelisah dan orientasinya mulai berkurang. Kepada Wangsa ia memerintahkan supaya disiapkan paspor cepat-cepat untuk bepergian ke Eropa. Prof. Mahar yang memeriksanya waktu itu tidak dikenalinya lagi. Pemeriksaan Prof. Mahar menemukan refleks-refleks yang memburuk. Malam harinya keadaan kian kritis sehingga tim meminta saya mengumpulkan keluarga Bung Hatta untuk diberi keterangan. Setelah keluarga Bung Hatta berkumpul dalam sebuah kamar yang memang disediakan untuk keperluan seperti itu, saya dengan hati-hati tetapi dengan tegas menerangkan kemungkinan bahwa Bung Hatta tak dapat dipertahankan. Belum lagi selesai saya bicara, maka tiba-tiba seorang suster memanggil, “Dokter Halim diminta keluar, dr. Soemargo Kepala Bagian Neurologi ingin bertemu sekarang juga.” Segera saya keluar, dan dr. Soemargo berkata agak terengah-engah: “Oom, saya baru keluar dari kamar Bung Hatta, beliau mengenal saya dengan baik, beyond any doubt, benar lho Oom.” Di koridor menuju ke tempat Bung Hatta, tampak Prof. Mahar, dan bersama-sama kami menuju pasien. Atas pertanyaan dr. Soemargo, “Siapa itu Bung yang membawa reflekshamer itu?”, Bung Hatta menjawab: “Mahar.” Prof. Mahar mengulangi pemeriksaan di bidang syaraf dan ternyata bahwa refleks-refleks telah membaik, yang semula memburuk. Sebelum meninggalkan kamar, Prof. Mahar bertanya sambil menunjuk kepada saya, apakah beliau kenal sama orang ini. Jawab Bung Hatta adalah sebagai berikut, “Apakah Prof. Mahar mau melucu dengan mengajukan pertanyaan seperti itu?” Betapa bahagianya kami pulang malam itu sulit dibayangkan. A. Halim, Pribadi Manusia Hatta, Seri 12, Yayasan Hatta, Juli 2002

More Related