340 likes | 685 Views
Mekanisme Molekuler Induksi Tumor Crown Gall oleh Agrobacterium tumefaciens. II. Teknik Isolasi dan Karakterisasi Gen-gen V irulen K romosom B aru dalam Agrobactorim T umefaciens. TIK : Mahasiswa mengetahui teknik dan karakerisasi gen virulen kromosom.
E N D
Mekanisme Molekuler Induksi Tumor Crown Gall oleh Agrobacterium tumefaciens
II. Teknik Isolasi dan Karakterisasi Gen-gen Virulen Kromosom Barudalam Agrobactorim Tumefaciens TIK : • Mahasiswa mengetahui teknik dan karakerisasi gen virulen kromosom. • Mahasiswa mengetahui cara menganalisa hasil karakterisasinya. Waktu: 2x50 menit
Sub Pokok Bahasan: 2.1 Pendahuluan 2.2 Bahan, Teknik Isolasi dan Karakterisasi Gen Virulen Kromosom: 2.2.1 Plasmid, Strain Bakteri dan Kondisi Kultur 2.2.2 Pengujian Tingkat Virulensi 2.2.2 Pengujian Kemampuan Penempelan Bakteri 2.2.3 Isolasi DNA 2.2.4 Elektrotrofotoresis Gel Agarose 2.2.5 Hibridisasi Southern Blot 2.2.6 Analisis Komplementasi Strain Mutan Avirulen
2.3 Analisa Hasil Karakterisasi 2.3.1 Konfirmasi Fenotip Avirulen dari Strain Mutan B90 dan B119 2.3.2 Pelekatan Strain Mutan B90 dan B119 pada Sel Tanaman Inang 2.3.3 Pengujian Open Reading Frame dari Gen acvB oleh Program Analisis "Frame". 2.3.4 Analisi Komplementari. 2.4 Diskusi dan Kesimpulan
2.1 PENDAHULUAN • Selain gen-gen virulen pada Ti plasmid, gen-gen virulen kromosom diperlukan untuk memberikan sifat virulen pada A. tumefaciens. • Gen-gen virulen kromosomal tersebut dapat diklasifikasi dalam dua kelompok berdasarkan fungsinya. Kelompok gen (chvA, chvB, att, dan pscA (exoC)) berperan dalam penempelan pada sel inang (8, 21, 53, 77, 83), sementara kelompok gen lainnya (chvD, chvE, ros, miaA, chvI dan chvG) terlibat dalam virulensi dengan cara mempengaruhi ekspresi gen-gen vir pada Ti plasmid (85, 36, 28, 18, 10, 51). • Masih banyak lagi gen-gen virulen pada kromosom yang belum teridentifikasi karena Crown gall ditimbulkan melalui interaksi yang kompleks dan panjang antara A. tumefaciens dengan tanaman inang.
2.2 BAHAN, TEKNIK ISOLASI DAN KARAKTERISASI GEN VIRULEN KROMOSOM 2.2.1 Plasmid, Strain Bakteri dan Kondisi Kultur • Strain bakteri dan plasmid yang digunakan dalam studi ini disusun dalam tabel 1. Sel-sel A. tumefaciens dikultur pada/dalam medium minimal LB (2) atau AB (13) dengan suhu 28° C, sementara strain Eschericia coli ditumbuhkan pada/dalam medium LB atau TB (Terrific Broth) (2) pada suhu 37° C. Konsentrasi antibiotik (mg/liter) yang digunakan dalam media adalah sebagai berikut, kecuali dinyatakan lain; kanamisin (100), neomisin (100), gentamisin (30), ampisilin (100), dan tetrasiklin (10).
2.2.2 Pengujian Tingkat Virulensi • Suspensi air mengandung bakteri (1x108 sel/ml) diinokulasi pada kedua sisi irisan akar wortel (Daucus carota L) (setebal 1.0x1.5 cm). Irisan yang diinokulasi diinkubasi pada suhu 25° C dalam kotak plastik yang lembab. Metode yang sama digunakan saat pengujian tingkat virulensi terhadap irisan akar lobak (Raphanus sativus L). • Tingkat virulensi itu dipantau oleh pembentukan gall pada permukaan irisan yang diinokulasi setelah 14 hari. • Fenotif avirulen dari mutan tersebut dikonfirmasi dengan inokulasi terhadap aneka jenis tanaman meliputi kalanchoe (Kalanchoe daigremontiana), bunga matahari (Helianthus annuus L), mentimun (Cucumis sativus L), dan labu (Cucurbita moschata Duch).
Pengujian tingkat virulensi pada tanaman bunga matahari, mentimun dan labu dilakukan sesuai dengan metode Matsumoto et al (52): • Benih tanaman direndam semalaman dalam air, disterilisasi dalam larutan natrium hipoklorida 2% selama 10 menit dengan pengadukan lembut dan dibilas tiga kali dengan 300 ml akuades masing-masing selama lima menit. • Benih-benih tersebut ditempatkan di atas cawan agar 0,8% dan diinkubasi pada suhu 28° C dalam gelap selama 2-3 hari. Sel-sel bakteri diinokulasi pada hipokotil atau batang benih dengan menggunakan jarum hipodermik dan diinkubasi selama 7 hari dalam medium MS (Murashige-Skoog) disuplemen dengan sukrosa 3%.
Bagian hipokotil atau batang yang diinokulasi tersebut dipotong, lalu diletakkan di atas cawan agar MS mengandung sukrosa 3%, vanomisin (100 µg/ml) dan karbenisilin (250 µg/ml) dan diinkubasi dalam gelap. • Pembentukan gall diamati 14 hari setelah inokulasi. • Pengujian tingkat virulensi terhadap Kalanchoe dilakukan dengan membuat luka pada batang atau daun dengan tusuk gigi steril dan kemudian diinokulasi dengan sel bakteri. Pembentukan gall diamati setelah 4-5 minggu inkubasi. • Untuk semua pengujian tingkat virulensi, strain tipe liar (strains A208) dan akuades digunakan sebagai kontrol positif dan negatif secara berurutan.
2.2.3 Pengujian Kemampuan Pelekatan Bakteri • Bakteri berlabel radioaktif ditambahkan ke dalam suspensi sel mesofil daun Zinnia (Zinnia elegans), dan dipantau proses pelekatannya. • Sel mesofil daun Zinnia dipersiapkan sesegera mungkin sebelum digunakan sebagai berikut: daun termuda yang dilebarkan maksimal dibilas dengan air distilasi dan dihomogenisasi secara perlahan dalam garam Murashige-Skoog (MS) (pH 5.7) dengan mortar dan alat penumbuk. Homogenat dilewatkan dalam lapisan kasa 250 µm, dan sel-sel yang dikeluarkan ditampung dalam saringan Miracloth. Sel-sel disuspensi dalam garam MS (pH 5.7) dengan konsentrasi sel 2x105 sampai 3x105 sel/ml. Suspensi yang dihasilkan oleh cara ini sebagian besar meliputi sel-sel tunggal, dengan pecahan seluler yang sangat kecil.
Bakteri diberi label dengan cara menginokulasi sebuah koloni tunggal ke dalam 0,5 ml medium minimal AB yang disuplemen dengan 2 µCi [α-32P] dCTP dan menumbuhkan kultur tersebut semalaman pada suhu 30° C. • Bakteri tersebut dibilas dalam garam larutan penyangga (buffer) fosfat dan disuspensi kembali dalam 0.5 ml garam larutan penyangga fosfat. • Bakteri yang berlabel ditambahkan ke dalam suspensi sel tanaman pada konsentrasi akhir sekitar 106 bakteri/ml, menghasilkan rasio bakteri terhadap sel tanaman sekitar 3:1.
Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 27° C dengan pengocokan yang beragam. • Jumlah bakteri yang ditempelkan pada sel tanaman ditentukan setelah penyaringan campuran bakteri dengan sel tanaman melalui saringan berpori 20µm. • Bakteri bebas, dimana tidak ada sel tanaman yang ditempeli bakteri, dapat melewati saringan. • Setelah dicuci dengan garam larutan penyangga fosfat 20 ml, saringan itu lalu ditempatkan dalam tabung kecil (scintillation vials) dan radioaktivitasnya dihitung dalam scintillation counter.
2.2.4 Isolasi DNA • Sejumlah kecil dari total DNA, termasuk Ti plasmid dan DNA kromosom dari Agrobacterium disiapkan dengan metode Kado dan Liu (41). • Sel-sel ditumbuhkan semalaman dalam L-Broth pada suhu 28° C hingga densitas optik 0.8 pada 600 nm dan dijadikan pelet melalui sentrifugasi pada 2.5 k x g selama 7 menit. • Pelet sel disuspensikan dalam 1 ml larutan penyangga E (40 nM Tris-asetat, pH 7.9, mengandung 2 mM EDTA).
Sel-sel tersebut dihancurkan dengan cara menambahkan 2 ml larutan penghancur (3% SDS dalam 50 mM Tris-NaOH, pH 12.6), dan dicampur dengan pengadukan singkat. Larutan tersebut dipanaskan pada suhu 65° C selama 10 menit dalam water bath dan ditambahkan dua volume larutan fenol: kloroform (1:1, v/v). • Larutan tersebut diemulsi dengan cara mengocoknya secara singkat, dan emulsi tersebut dipecah dengan sentrifugasi (3.5 kx g, 15 menit, 4° C). • Fase cair bagian atas dialirkan ke dalam tabung baru dan DNA dijadikan pelet dengan menambahkan 0.1 volume natrium asetat 3 M (pH 4.8) dan 2.5 volume etanol. • DNA dalam bentuk pelet disuspensi kembali dalam 100 ml larutan penyangga TE (Tris-HCl 10 nM, pH 8.0, mengandung EDTA 1 mM).
Plasmid lainnya, seperti pUC18, diisolasi dengan prosedur lisis alkalin SDS (68). • Sel bakteri dikultur semalaman dalam media LB atau TB yang mengandung antibiotik yang sesuai. Kultur tersebut (1.5 ml) disentrifugasi dan peletnya disuspensi dalam 100 µl larutan penyangga (Tris-HCl 50mM, pH 8.0, mengandung glukosa 50 mM dan EDTA 10 mM). • Setelah disimpan dalam es selama 5 menit, suspensi tersebut ditambahkan dengan 200µl larutan penghancur (NaOH 0.8 M, Triton X-100 4%), dicampur dengan cara dibalik beberapa kali dan ditempatkan dalam es selama 5 menit. Kemudian, ditambahkan 150 µl natrium asetat 3 M (pH 4.8) dan ditempatkan dalam es selama 5 menit.
Campuran itu disentrifugasi pada suhu ruangan selama 5 menit. Supernatannya dituangkan dalam tabung microcentrifuge bersih, dan ditambahkan 1 volume (450 µl) isopropanol, dicampur dengan cara membalik tabung beberapa kali, diikuti dengan inkubasi dalam suhu ruangan selama 5-10 menit. • Larutan tersebut disentrifugasi pada 13 k x g selama 10 menit untuk mengubah plasmid DNA menjadi pelet. Setelah pengeringan, plasmid DNA disuspensi kembali dalam 50 µl larutan TE. Jika perlu, RNA yang mengkontaminasi pada endapan dihilangkan dengan prosedur berikut. DNA plasmid dilarutkan dalam 900 µl larutan TE, kemudian ditambahkan 100 µl Rnase A (dipanaskan, 100 µg/ml).
Larutan tersebut diinkubasi pada suhu 37° C selama 30 menit, dan kemudian disentrifugasi untuk menghilangkan bahan yang tidak dapat larut. • Larutan polietilen glikol 6000 (20% dalam NaCl 2.5 M, 600 µl) ditambahkan ke dalam supernatan. Setelah inkubasi dalam es selama dua jam, larutan tersebut disentrifugasi pada 13 k x g selama 5 menit. • Endapannya dilarutkan dalam 500 µl larutan TE dan diekstrak dengan fenol, fenol:kloroform (1:1, v/v) dan kloroform, masing-masing satu kali. Setelah itu, DNA dalam lapisan air diendapkan dengan etanol.
Sejumlah besar DNA kromosom Agrobacterium disiapkan dengan metode yang telah dilaporkan (2). • Sel-sel bakteri dikultur hingga jenuh dalam 100 ml medium LB. Sel-sel tersebut dijadikan pelet dengan sentrifugasi 3.5 k x g selama 10 menit, dan kemudian disuspensi kembali dalam 9.5 ml larutan penyangga TE. • Suspensi bakteri ditambahkan dengan 0.5 ml SDS 10% dan 50 µl proteinase K (20mg/ml), dicampur rata dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37° C. NaCl (5 M, 1,8 ml) dan larutan CTAB/NaCl (1.5 ml) ditambahkan, diaduk perlahan dan diinkubasi pada suhu 65° C selama 20 menit. • Campuran itu ditambahkan dengan kloroform:isoamilalkohol dengan volume yang sama (24:1, v/v) dan disentrifugasi pada 3.5 k x g selama 10 menit pada suhu ruangan, sampai lapisan-lapisannya terpisah. • Lapisan bagian atas dipindahkan ke tabung bersih menggunakan pipet polietilen berpori lebar.
DNA dijadikan pelet dengan penambahan 0.6 volume isopropanol dan disentrifugasi pada 8 k x g selama 5-10 menit. • Pelet DNA dicuci dengan etanol 70%, dikeringkan dan disuspensi kembali dalam 4 ml larutan penyangga TE, diikuti dengan penambahan 4.3 g CsCl dan 200 µl ethidium bromida (10mg/ml). • Campuran itu kemudian dialirkan ke tabung centrifuge yang dapat ditutup rapat (sealable centrifuge tube) dan diputar dalam rotor vertikal selama 18 jam pada 600 k x g pada suhu 15° C. • Dibawah sinar UV pita DNA kromosomal yang ada dalam tabung centrifuge dipindahkan dengan menggunakan alat suntik dan diekstraksi dengan campuran TE:isoamilalkohol (1:1, v/v). • Kemudian, larutan DNA dipisahkan dengan dialisis (dialyzed) semalaman dengan 2 liter larutan penyangga TE.
2.2.5 Elektroforesis Gel Agarose • Elektroforesis gel Agarose dilakukan menurut metode yang telah dilaporkan(15). Baik gel agarose 0.8% ataupun 1% dapat digunakan, tergantung pada ukuran DNA yang akan dipisahkan. • Digunakan sistem larutan penyangga dengan kadar garam rendah terbuat dari Tris-asetat 40 mM (pH 7.9) dan sodium EDTA (larutan penyangga TAE) 2mM. • Semua proses elektroforesis diperlihatkan pada sebuah aparatus horizontal dan dilakukan dengan daya 100 V selama 1-3 jam. • Setelah elektroforesis dan pewarnaan dalam larutan ethidium bromida (0.5 µg/ml), gel tersebut difoto di bawah sinar UV dengan kamera Acmel CRT M-0885D (Polaroid), yang dilengkapi dengan filter UV jingga.
2.2.6 Hibridisasi Southern Blot • Southern Blotting dan hibridisasi pada membran nilon (HybondTM –N+, Amersham) dilakukan menggunakan petunjuk pada manual suppliernya. • Setelah elektroforesis, gel dimasukkan ke dalam HCl 0.25 M hingga berubah warna dan biarkan selama 10 menit lagi dalam suhu ruangan untuk memudahkan transfer molekul DNA superheikal dengan berat molekuler yang tinggi (high molecullar-weight superheical DNA molecules) ke membran nilon. • Gel tersebut dibilas dalam air distilasi dan ditempatkan dalam larutan penyangga denaturasi (NaCl 1.5 M dalam NaOH 0.5 M) selama 30 menit dalam suhu ruangan. • Kemudian, gel tersebut dibilas lagi dengan menggunakan air distilasi dan dimasukkan dalam larutan penyangga netralisasi (NaCl 1.5 M, EDTA 1 mM dalam Tris-HCl 0.5 M, pH 7.2) selama 2 x 15 menit dengan pengocokan.
Kapilari blotkemudian disiapkan, secara singkat sebagai berikut: • Sebuah wadah (baki) berisi larutan penyangga blotting (blotting buffer) (20 x SSC) disiapkan. • Sebuah pelat kaca (yang ditutup dengan wick yang terbuat dari tiga helai kertas saring Whatman 3 MM, dijenuhkan dengan larutan penyangga blotting) diletakkan di atas wadah tersebut. • Kemudian gelnya diletakkan di atas wick dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya gelembung udara di bawah permukaannya.
Selembar membran HybondTM –N+ diblot di atas gel tersebut kemudian tiga lembar kertas 3 MM di tempatkan di atasnya. • Setumpuk kertas isap diletakkan di permukaan kertas 3 MM setinggi sekitar 5-10 cm. • Lalu, sebuah pelat kaca dan beban seberat 0.75-1 kg diletakkan di atas kertas isap dan dilakukan transfer selama 5-16 jam.
Untuk fiksasi DNA, membran nilon diletakkan side up di atas kertas saring pengisap (setebal 2-3 potong), direndam dalam NaOH 0.4 M, dan dibiarkan selama 20 menit. • Membran nilon bersama dengan fixed DNA dipre-inkubasi pada suhu 42° C selama 2 jam dalam larutan pre-hibridisasi dan kemudian dihibridisasi dalam larutan hibridisasi yang mengandung DNA probe radioaktif terdenaturasi. • DNA probe radioaktif tersebut dibuat dengan menggunakan alat pelabelan DNA Megaprime [α-32P] dCTP (Amersham).
Hibridisasi dilakukan pada suhu 65° C selama satu malam dalam bak air. • Setelah hibridisasi, membran tersebut dicuci dua kali (2 x 15 menit) dengan 2 x SSC yang mengandung SDS 0.3% pada suhu ruangan. Dan setiap 15 menit dengan 1 x SSC yang mengandung SDS 0.3% dan 0.1 x SS dengan SDS 0.3% pada suhu 65° C. • Autoradiogram dihasilkan dengan mengekspos film sinar-X dalam tampilan layar yang diperkuat pada suhu -80° C.
2.2.7 Analisis Komplementasi Strain Mutan Avirulen • Segmen DNA (3 kb) mengandung ORF dari gen acvB yang diklon dalam pUC18 diklon kembali dalam pBluescript II SK+. Fragmen delesi yang tersimpan disusun dengan menggunakan siteKpn I dan Sac I dalam pBluescript II SK+. Fragmen keseluruhan dan dua fragmennya yang hilang diklon dalam vektor plasmid tanaman inang berskala luas, pUCD2 (17) dan dimasukkan dalam strain mutan B119 (acvB-) melalui transformasi (49). Virulensi dari transforman tersebut diuji tingkatannya pada daun dan batang Kalanchoe. • Percobaan yang sama juga dilakukan terhadap strain B90. Segmen DNA yang mengandung ORF dari gen acvI diklon kembali dalam pUCD2 dan ditrasformasi ke dalam strain mutan B90. Virulensi dari transforman yang dihasilkan diuji tingkatannya pada daun dan batang Kalanchoe.
2.3. ANALISA HASIL KARAKTERISASI 2.3.1 Penegasan atas Fenotif Avirulen Strain Mutan B90 dan B119 • Lima ribu transkonjugan yang digenerasi dengan mutagenesis Tn5 diuji tingkat virulensinya menggunakan irisan akar wortel. • Ditentukan dua mutan avirulen (B90 dan B119) yang memiliki insersi Tn5 dalam kromosomnya (44, 88). • Untuk menegaskan fenotif avirulennya, virulensinya diuji pada tanaman lain; Kalanchoe (daun dan batangnya), irisan akar lobak dan hipokotil mentimun. Kedua mutan tersebut juga avirulen terhadap seluruh tanaman-tanaman ini (gb.10). • Kedua mutan avirulen tersebut menunjukkan tingkat pertumbuhan yang sama dengan strain induknya (strain A208, virulen) pada empat media (media LB, TB, AB, dan YEB) (gb. 11). Oleh karena itu, fenotif avirulen dari mutan tersebut tidak disebabkan oleh kerusakan pertumbuhan.
2.3.2 Pelekatan Strain Mutan B90 dan B119 pada Sel Tanaman Inang • Tahap awal infeksi Agrobacterium adalah pengikatan bakteri pada sel tanaman target. • Sekelompok mutan virulensi kromosomal yang telah dilaporkan sebelumnya, dipengaruhi dalam kemampuan mereka untuk melekat pada sel tanaman inang. Karenanya, perlu diteliti kemampuan pelekatan strain mutan B90 dan B119 dengan metode yang dideskripsikan sebelumnya. • Perbedaan signifikan mengenai kemampuan pelekatan tidak terlihat di antara strain mutan dan strain induk (gb. 12). • Hasilnya menunjukkan bahwa strain mutan B90 dan B119 kemampuan melekatnya pada sel tanaman inang tidak lemah.
2.3.3 Pengujian Open Reading Frame Gen acvB dengan Analisis Program ”Frame” • Analisis dengan menggunakan program ”Frame” dilakukan untuk mengkonfirmasi Open Reading Frame (ORF) gen acvB (gb. 13). • Program ini berdasarkan atas hasil eksperimen dimana perbedaan posisi spesifik dalam komposisi G+C pada kodon bertepatan secara kasar dengan ORF (4). • Seperti yang ditunjukkan dalam gambar 13, hasil yang diinginkan didapatkan dari ORF gen acvB, sehingga mengkonfirmasi ORF gen acvB pada gambar 9.
2.3.4 Analisis Komplementasi • Untuk mengkonfirmasi ORF gen-gen acvI dan acvB lebih lanjut, dilakukan percobaan komplementasi. • Segmen DNA yang mengandung baik ORF yang utuh maupun ORF yang dihapusdalam acvI, diklon dalam vektor plasmid tanaman inang berskala luas, pUCD2, dan dimasukkan ke dalam strain B90 melalui transformasi (49) (gb. 14 A). • Virulensi dari transforman tersebut diuji tingkatannya pada daun dan batang Kalanchoe. • Transforman dari segmen DNA yang mengandung ORF utuh acvI melengkapi fenotif avirulen strain B 90, sementara transforman dari segmen DNA yang mengandung ORF yang dihapus tidak melengkapi fenotif avirulen (gb. 14 B dan gb. 14 C). • Hasil yang didapatmenegaskan ORF acvI pada Gambar 8.
2.4 DISKUSI DAN KESIMPULAN • Dalam bab ini, hasil yang dicapai sebelumnya ditegaskan kembali dan juga diperluas analisisnya menggunakan dua mutan avirulen (strain B90 dan B119) yang dihasilkan oleh mutagenesis Tn5 dan dua gen virulen (acvI dan acvB) yang diklon menggunakan dua mutan tersebut. • Fenotif avirulen dari mutan tersebut dikonfirmasi dengan menggunakan tanaman lainnya (gb. 10). Fenotif avirulen dari kedua mutan tersebut tidak disebabkan oleh kerusakan pertumbuhan (impairment of growth) (gb. 11). • Kedua mutan tersebut tidak lemah kemampuan melekatnya pada sel inang, yang dikonfirmasi dengan pengujian menggunakan sel mesofil daun Zinnia elegans (gb. 12). Dengan demikian, kedua mutan tersebut berbeda dari mutan chvA, chvB, att, atau pscA (exoC), yang tidak mampu melekat pada sel tanaman inang.
ORF dari gen acvI dan acvB dikonfirmasi dengan dua jenis percobaan. Pertama, ORF dari acvB dikonfirmasi dengan analisis program ”Frame” (gb. 13). Kedua, ORF dari gen acvI dan acvB dikonfirmasi dengan percobaan komplementasi (gb. 14 dan gb. 15). Susunan nukleotida dari ORF acvI dan acvB menunjukkan tidak-adanya homologi /kesamaan yang signifikan dengan gen-gen yang telah dilaporkan sebelumnya. • Dari hasil yang telah disebutkan tadi, secara pasti dapat disimpulkan bahwa baik strain B90 maupun B119 merupakan mutan avirulen baru dan baik gen acvI maupun acvB merupakan gen virulen kromosom A. tumefaciens baru.
KETERANGAN TABEL DAN GAMBAR: • Tabel 1. Bakteri dan Plasmid yang Digunakan dalam Studi pada Bab 2 • Gb. 8 Susunan Nukleotida dari gen acvI. GGA yang digarisbawahi adalah susunan SD yang dicurigai (the putative SD-sequence). Open Reading Frame (ORF) yang diajukan yaitu berada di antara nukleotida 610 dan 1005 (395 bases). Kepala panah menunjukkan titik penyisipan Tn5 pada strain B-90. • Gb. 9 Susunan Nukleotida Gen acvB. Susunan yang digarisbawahi merupakan susunan SD yang dicurigai (the putative SD-sequence). Kepala panah tertutup menunjukkan daerah penyisipan Tn5 dalam strain B119. Sinyal mencurigakan dari susunan peptida diberi kotak. Daerah ujung N (N-terminal)dari protein AcvB (47 kDa) yang telah tersusun digarisbawahi ganda. • Gb. 10 Pngujian Tingkat Virulensi Strain B90, B119, dan A208 pada Berbagai Jenis Tanaman. A, pada irisan akar wortel; B, pada irisan akar lobak; C, pada hipokotil mentimun; D, pada daun Kalanchoe; E, pada batang Kalanchoe. • Gb. 11 Pertumbuhan Strains B90, B119 dan A208 pada Media yang Bervariasi.
Gb. 12 Grafik Waktu Penempelan Strain A208, B90, dan B119 pada Sel Mesofil Daun Zinnia. Strain A208; Strain B90; Strain B119. • Gb. 13 Analisis Open Reading Frame dari Gen acvB dengan Program ”Frame”. • Gb. 14 Analisis Komplementasi (Complementation) dari Mutan Avirulen Strain B90 oleh Gen acvI dan Turunan Delesinya. A. Susunan (construct) dari segmen berbagai DNA kromosom yang diklon dalam pUCD digunakan untuk melengkapi (compliment) strain mutan B90. B dan C, pembentukan gall pada batang dan daun Kalanchoe yang diinokulasi dengan berbagai jenis strain A. tumefaciens. Plasmid pUA4, pUA4Δ4, dan pUCD2 dimasukkan ke dalam strain mutan B90 dan diinokulasi pada Kalanchoe. 1, A208; 2, B90 (pUA4); 3, B90 (pUA4Δ4); 4, B90 (pUCD2); 5, B90. • Gb. 15. Analisis Komplementasi (Complementation) dari Mutant Avirulen Strain B119 oleh Gen acvB dan Turunan Delesinya. A. Susunan segmen berbagai DNA kromosom yang diklon dalam pUCD digunakan untuk melengkapi (compliment) strain mutan B119. B dan C, pembentukan gall pada batang dan daun Kalanchoe yang diinokulasi dengan berbagai jenis strain A. tumefaciens. Plasmid pKWΔ2, pKWΔ4, pKWΔ9 dan pUCD2 dimasukkan ke dalam strain mutan B119 dan diinokulasi pada Kalanchoe. 1, A208; 2, B119 (pKWΔ2); 3, B119 (pKWΔ4); 4, B119 (pKWΔ9); 5, B119 (pUCD2).