970 likes | 3.61k Views
Hipersensitivitas. Introduction. Hipersensitivitas : sistem imun bersifat membahayakan bagi tubuh Hipersensitivitas merupakan reaksi immunopatologi karena respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan.
E N D
Introduction • Hipersensitivitas : sistem imun bersifat membahayakan bagi tubuh • Hipersensitivitas merupakan reaksi immunopatologi karena respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan. • Terdapat dua kategori hipersensitivitas yaitu: hipersensitivitas tertunda (delayed hypersensitivity) dan hipersensitivitas segera (immediate hypersensitivity).
Pembagianmenurut Comb • Tipe I, II, III, V: merupakanreaksihipersensitivitas segerayang mengacupadaimunitashumoral yang terjadiakibatinteraksi antigen danantibodi. • Tipe IV, merupakanreaksihipersensitivitas lambat yang mengacupadaimunitasseluler yang terjadiakibatreaksi antigen denganreseptorpadapermukaanlimfosit.
Tipe I (Tipe Anafilaksis/ Diperantarai IgE) • Reaksi ini ditandai oleh reaksi alergi yang terjadi setelah pemaparan dengan antigen yang disebut allergen. • Manifestasi klinik berjalan secara keseluruhan dari (paling sedikit serius ke paling serius): rinitis alergi (iritan lokal), ke asma (dengan membahayakan saluran nafas dan mengi), ke anafilaksis (mengancam jiwa dengan gejala sistemik dan syok).
Agen-agen inflamasi yang dilepaskan mengakibatkan: • Dilatasi pembuluh darah, hal ini mengakibatkan kemerahan lokal (eritema) di daerah pengantaran/pelepasan allergen. Jika dilatasi semakin meluas, hal ini dapat mendukung adanya penurunan resistensi vaskular, tekanan darah yang menurun (drop) dan syok. • Menaikan permeabilitas kapiler, hal ini menyebabkan pembengkakan jaringan lokal (edema). Jika ini meluas, dapat mendukung adanya penurunan volume darah dan syok. • Konstriksi bronkus (jalur pernapasan), hal ini mengakibatkan kesulitan bernapas. • Stimulasi sekresi mukus, hal ini mengarah kepada pemampatan jalur udara. • Stimulasi ujung-ujung syaraf, hal ini mengakibatkan rasa gatal dan nyeri di kulit.
Hipersensivitas tipe I dapat diobati gejalanya dengan agen-agen • Epinefrin. Epinefrin melemaskan otot polos, mengkonstriksi pembuluh darah, dan merangsang jantung. Hal ini digunakan pada reaksi sistemik yang parah. • Antagonis reseptor histamin H1. Antihistamin mengeblok ikatan histamin ke reseptor histamin H1 di sel target. Contohnya loratadin, fexofenadin, cetirizin. • β2-agonist. Meningkatkan level AMP siklik (c-AMP) yang mengacu pada relaksasi otot halus bronkus dan menghambat degranulasi sel mast. Contohnya salbutamol,albuterol, salmeterol, formoterol. • Antagonis reseptor leukotrien. Mekanisme aksinya dengan mengeblok konstriksi otot halus. Contohnya pranlukast. • Sodium kromoglikat. Natrium kromoglikat mencegah sel mast untuk melepaskan histamin. • Steroid (yang diberikan secara nasal). Kortikosteroid merupakan agen antiinflamasi yang kuat.
Hipersensitivitas tipe II, gangguan sitotoksik dimediasi antibodi • Reaksi hipersensitivitas tipe II (sitotoksik) adalah hasil akhir dari interaksi langsung antara antibodi kelas IgG dan IgM dan antigen pada permukaan sel atau komponen jaringan lainnya. • Efeknya: • 1. inflamasi manifestasi klinis adalah rheumatic heart disease (RHD). • 2. Opsonisasi dan fagositosis manifestasi klinis yaitu autoimmune hemolytik anemia. • 3. Kekacauan fungsional contoh penyakit tanpa disertai inflamasi: (i) myastenia gravis, (ii) pernicious anemia. Contoh lainnya reaksi transfusi darah yang tidak cocok, penyakit hemolitik pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh ketidakcocokan ABO atau Rh, dan reaksi obat tertentu.
Hipersensitivitas Tipe III (termediasi kompleks imun) • merupakan hasil ketika komplek antigen-antibodi terdeposit di dinding vaskuler atau jaringan lain dan menyebabkan respon inflamasi. Hal-hal di atasmengarahpadakematianjaringandanperdarahan.
Ada dua jenis umum dari antigen yang menyebabkan kerusakan dimediasi kompleks imun: (1) antigen eksogen seperti protein virus dan bakteri dan (2) antigen endogen seperti self-antigen yang berhubungan dengan gangguan autoimun. • Reaksi tipe III bertanggung jawab atas glomerulonefritis akut yang mengikuti infeksi streptokokus dan manifestasi dari gangguan autoimun seperti lupus eritematosus sistemik (SLE). • Contoh lain: Serum sickness akut, Reaksi Arthus, rheumatoid arthritis
Hipersensitivitas Tipe IV (Tipe Tertunda) • Reaksi hipersensitivitas tipe IV adalah reaksi imun yang tidak tepat atau berlebihan yang dimediasi oleh subset spesifik dari sel Th CD4+ (sel Th-1 dan Th-17) atau oleh sel T sitotoksik CD8+. • Reaksi-reaksi ini mendasari dari banyak penyakit yang umum berkisar dalam keparahan dari dermatitis kontak sampai penyakit seperti diabetes mellitus (DM) tipe I dan hepatitis virus.
Ketika diaktifkan tidak tepat, reaksi ini dapat menyebabkan cedera jaringan parah dan fibrosis. • Ada dua jenis reaksi yang mampu menyebabkan cedera jaringan dengan cara ini. Yang pertama, yang dikenal sebagai jenis hipersensitivitas lambat (delayed type hipersensitivity, DTH) dimediasi oleh sel Th CD4+ (sel Th-1 dan Th-17). Yang kedua, yang dikenal sebagai sitotoksisitas dimediasi sel, diperankan oleh sel T CD8+.
b. PPD skin test atau Tuberculosis test. • Tes kulit PPD (purified protein derivative) adalah uji untuk diagnosis silent tuberculosis (TB).
Contoh-contoh lainnya • Diabetes melitus tipe I dimana CTL menghancurkan sel-sel penghasil insulin • Multiple sklerosis, dimana limfosit T dan makrofag mensekresikan sitokin yang menghancurkan selubung myelin yang memisahkan serabut saraf neuron • Crohn’s disease dan ulcerative colitis
2. Sitotoksisitas dimediasi sel • 1. Viral hepatitis
Tipe V (Stimulatory Hypersensitivity) • Mekanisme: Antibodi yang dibentukmelawansuatubagiandarireseptor hormon padasel yang memproduksihormon. Hal inimengacupadastimulasi yang berlebihan (overstimulasi)darisel yang memproduksihormontersebut. SebagaicontohnyaadalahpenyakitGraves yaitu antibodi yang dibentukmelawanreseptorthyroid-stimulating hormon(TSH) padasel tiroid. Ikatanantiboditerhadapresptor TSH menghasilkanstimulasi tiroid yang konstan yang mengacuhipertiroidism.