560 likes | 1.03k Views
TERAPI, REHABILITASI DAN INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) DR. J. MARBUN, MSi Marbun_stks@yahoo.co.id/08122354797/24D91CF6 Dosen & Kepala Pusat Kajian NAPZA, STKS BANDUNG 2013. BIO DATA. Diploma III dari Asian Institute of Technology (AIT), Bangkok ,T hailand, 1993.
E N D
TERAPI, REHABILITASI DAN INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL)DR. J. MARBUN, MSiMarbun_stks@yahoo.co.id/08122354797/24D91CF6Dosen & Kepala Pusat Kajian NAPZA, STKS BANDUNG2013
BIO DATA • Diploma III dari Asian Institute of Technology (AIT), Bangkok,Thailand, 1993. • S1 dari STKS Bandung, 1989, Kajian Tuna Susiladi 156 Lokalisasidi Indonesia. • S2 dari Universitas Indonesia, Depok-Jakarta, 1996, KajianEksNapi • S3 dari Universitas Padjadjaran Bandung. 2009, Disertasitentangkajian NAPZA/NARKOBA • Pgkt dan Golsbg PNS: IVC, LektorKepala dan penelitiutamauntuksurvaidipedesan & kotaJawa Barat tentang mapping masalahsosial (Tuna Sosial, Napza, Gepeng, Waria dan AnakJalanan). • Dosen di STKS Bandunguntuk program Diploma IV dan Pascasarjana S2, UNLA Bandunguntuk program S1 dan S2, Akper RumahSakitHasan Sadikin. • Konsultandi BNN dnDewanSertifictekonseloradiksi sera kepalaPusatKajian NAPZA STKS Bandung. • Bekerja di Organisasi dunia OMEP dan IOM untuk wilayah Indonesia, khususnya Aceh/Nias, Yogyakarta, NTT, Papua, dan Sulawesi Selatan sebagai lokasi bencana korban anak-anak. • Konsultan di PT. Mettana, Engineering Consultant, Divisi Survey dan supervisi Pembangunan Proyek Fisik dan Sosial untuk wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB). • Konsultan & Narasumber di Direktorat PRS Napzadalambidangpencegahan, kelembagaan dan perlindungan dan rehabilitasisosial, Kemsos RI, untuk 33 Propinsi di Indonesia. • Narasumber di Direktorat RTS, Kemsos RI, Masalah Tuna Susila, Waria dan korbantrafiking, gelandangan dan pengemis dan korban HIV dengan Aids di 33 Propinsi. • Narasumber di Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia, Paca, KementerianSosial RI • Narasumber di Direktorat PSDS, KementerianSosial RI dan Banjamsosdi 33 Provinsidi Indonesia. • KonsultandiproyekpenangananMasyarakat Daerah terpencildi Biak-Nabire Papua Barat untuk mapping “masalahsosialkonvensional dan kontemporer”. • Tenaga pengajar di Diklat Pegawai Margaguna Jakarta, Balai Besar Diklat Pekerjaan Sosial Lembang, Balai Besar Diklat Propinsi Papua. • Tenaga pelatih di Diklat Pemda Propinsi Jawa Barat, Pemda Jawa Timur, Pemda Jambi, Pemda Papua-Jayapura, Pemda Papua Barat Manokwari. • Pelatihan yang pernah di ikuti: Korea Selatan, Hongkong, Singapore, Bangkok, Kinabalu, Malasya, Australia. Sedangkan di dalam negeri pelatihan penelitiandalam ilmu-ilmu sosial, Penelitian, Supervisi, praktikum, aplikasi model praktek pekerjaan sosial, Mapping, hypno system therapy, Schizophrenia, dan management & pencatatan kasus dalam pekerjaan sosial.
1. Synopsis Di Indonesia terdapat lebih dari 3,5 juta pecandu narkoba (Badan Narkotika Nasional, 2007) Akses mendapatkan pengobatan terbatas. Dari sekitar 800,000 pecandu putauw di Indonesia hanya 15.000 orang saja yang telah mendapatkan pengobatan. Dan yang lain kemana? Tidak tersentuh!
1. Synopsis Adiksi Tembakau Adiksi Ganja Adiksi Heroin Adiksi Alkohol Adiksi Kokain Adiksi-Adiksi Ecstasy Adiksi Steroid Adiksi Benzodiazepine Adiksi Sex Adiksi Makanan Shopaholic Adiksi Cyber-net Adiksi HP Adiksi Berjudi Adiksi Pornografi Korban? Dari Jacko sampai Crisye dan mbah Surip
1. Synopsis Pemahaman masyarakat Indonesia terhadap problem “adiksi” sudah lumayan. Ada banyak perbedaan antara domestik dan global, padahal batas negara makin tidak jelas
Why do people take Napza? 2. Core concept Catatan: pertanyaan tersebut tidak akan menjawab apa yang menjadi causa dari adiksi napza
2. Core concept Riset dalam bidang Drug Addiction sudah berjalan lebih dari satu abad
2. Core concept MRI (Magnetic Resonance Imaging) CT (roentgen-ray Computed Tomography) SPECT/PET (Single Photon Emission Computed Tomography) Multi –disiplinary research PET (Positron Emission Tomography)
2. Core concept HATI BEKERJA KARENA OTAK MANUSIA. MANUSIA TIDAK PERNAH JATUH CINTA KARENA “HATI.” SEHARUSNYA LAMBANG CINTA ITU SEHARUSNYA “OTAK”
Brain Research 2. Core concept
2. Core concept Otak, “pusat pemerintahan” tubuh manusia. Berat sekitar 1,5 kg. Otak memiliki sistim2 dan sentra2 berbagai jenis informasi. Semua tingkahlaku manusia direkayasa melalui otak
Repeated Use 2. Core concept Brain mechanism changes Behavior changes
SPECT Image 2. Core concept Paul Thompson, 2004 Wanita, 28 tahun, tidakpernahmeng- gunakannarkoba Laki2, 39 tahun, 25 tahunmenggunakan heroin on-off
2. Core concept SPECT Image TEMBAKAU GANJA
2. Core concept SPECT Image ECSTASY
2. Core concept SPECT Image METAMPHETAMINE
2. Core concept The Hijacked Brain. Addiction involved inseparable biological and behavioral components Leshner, 1993
4. Pendekatan terapi PENDEKATAN TERAPI Pendekatan terapi adalah cara bagaimana sekelompok masyarakat mencari solusi pilihannya. Pendekatan tersebut didasarkan banyak faktor2 antara lain: budaya, perundang2an, persepsi masyarakat, sarana dan biaya. Pendekatan2 tersebut tidak selamanya bersifat ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan
4. Pendekatan terapi LAW ENFORCEMENT Penegakan hukum, undang2 dan peraturan, penetapan disiplin (lembaga2 koreksional/ pemasyarakatan, sekolah kodim, rumwatik pamardi-siwi)
4. Pendekatan terapi MORAL, AGAMA, RELIJI, SPIRITUAL Mendekati kasus melalui pemahaman2 khusus (filosofi agama, High Power, healing): pesantren, majelis tabligh, the 12-step recovery program (AA, NA, CA, Alanon)
4. Pendekatan terapi PERUBAHAN PERILAKU & LIFESTYLE Melakukan intervensi perilaku kasus dalam proses yang telah didisain dari awal dan terus menerus diperbaiki (terapi residensi, therapeutic community, SMART recovery, cognitive behavior therapy, motivational interviewing, motivational enhancement therapy)
4. Pendekatan terapi INTERVENSI SOSIAL Menekankan pemahaman aktivitas kepada pilihan2 (“alternatives”) penggantian pengisian waktu luang (“membunuh waktu senggang”) melalui peningkatan ketrampilan, olahraga fisik dan mental, rekreasional (panti2 narkoba, pusat2 serenti di Malaysia, community based unit)
4. Pendekatan terapi BERBASIS HOSPITAL Drug addiction dianggap sebagai penyakit yang lebih banyak berkait dengan fisik. Hospital dianggap sebagai sentra-terapi terhadap problem adiksi. Dokter dan perawat mendominasi program terapi pasien2 adiksi. Pendekatan yang menganggap adiksi napza sebagai “penyakit” (seperti the 12-step recovery program) dapat menjadi bagian dari pendekatan terapi berbasis hospital. Variasinya sangat banyak (akupunktur, yoga).
4. Pendekatan terapi TERAPI RUMATAN Terapi rumatan (maintenance therapy) adalah istilah yang tepat sebagi pengganti terapi substitusi. Alasan utama adalah untuk behavior control (perilaku kriminal, injecting drug users, blood born diseases transmission) dan kemampuan melakukan aktivitas potensial sehari2 – meskipun pasien masih menggunakan obat. Contoh: oral liquid methadone, buprenorphine sublingual tablet dan naltrexone tablet
Pengertian Rehabilitasi menurut UU No.11/2009 • Rehabilitasi sosial merupakan upaya yang dilakukan secara persuasif, motivatif, koersif baik kepada individu, kelompok dan masyarakat. Tujuan rehabilitasi sosial adalah untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami ketidakberfungsian sosial secara wajar.
Pengertian Rehabilitasi menurut W. Scott Allan, (1958:1) • adalah “restoration of a person to his former capacity, most often his physical or mental capacity”. Selanjutnya menurut The National Counsil on Rehabilitation mengemukakan sebuah definisi, yaitu: “a definition of rehabilitation which is still widely quoted and used: restoration of the handicapped to the fullest physical, mental, social, economic, and vocational usefulness of which they are capable” (W. Scott Allan, 1958:2).
Terjemahannya • Definisi tersebut menunjukkan bahwa rehabilitasi merupakan proses restorasi terhadap orang yang mengalami masalah, handicap/cacat, agar potensi-potensi yang masih dapat dikembangkan menjadi berfungsi penuh secara fisik, mental, sosial, ekonomi, dan keterampilan. (W. Scott Allan, 1958:2).
Rehabilitasi fisik • dapat dipandang sebagai upaya mengembalikan kemampuan fisik seseorang melalui layanan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan kesehatan fisik, pemberian alat-alat pengganti atau alat bantu. Rehabilitasi fisik khususnya yang dilakukan dalam konteks pemulihan fisik biasanya dilengkapi dengan atau tanpa layanan yang bersifat alat-alat tertentu sesuai dengan kondisi fisik seseorang.
Rehabilitasi mental • ditujukan untuk memperkuat ketahanan mental seseorang dalam menghadapi masalah yang dimiliki terutama supaya dapat bertahan, menerima masalahnya dengan baik, tidak putus asa, dan memiliki harapan untuk mengatasi masalahnya. Rehabilitasi ini sangat penting karena menyangkut kondisi psikologis seseorang terutama cara berpikir, bersikap, dan berperilakuterhadap masalah yang dihadapi.
Rehabilitasi sosial • adalah segenap upaya yang ditujukan untuk mengintegrasikan kembali seseorang seperti klien di dalam keluarga dan masyarakat dengan cara membantu pelayanan dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan pekerjaan” (WHO dalam ILO, 1985:11).
Rehabilitasi ekonomi • Ditujukan untuk mengembalikan kondisi kehidupan ekonomi seseorang, melalui bimbingan paket usaha, pengelolaan uang, kelompok usaha, dan usaha ekonomi produktif. Biasanya kegiatan ini dilakukan setelah seseorangataumulai pulih dari masa kritis.
Rehabilitasi vocational (keterampilan) • berkaitan dengan upaya memberikan bekal keterampilan kerja bagi seseorang selama di masyarakat sehingga memiliki kesiapan untuk mandiri setelah kembali ke masyarakat. Pusat-pusat latihan kerja di masyarakat dari berbagai jenis seperti Loka Bina Karya (LBK), latihan elektronik, pertukangan, dan perbengkelan adalah bagian dari konteks rehabilitasi vokasional/keterampilan. Untuk lokasi rehabilitasi semacam ini diperlukan tenaga-tenaga yang menguasai keterampilan khusus dibidangnya termasuk asesmen vokasional yang menggunakan alat dan instrumen khusus.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 25 TAHUN 2011 2009TENTANGPELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA
Pasal 1Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:1. Wajib Lapor adalah kegiatan melaporkan diri yangdilakukan oleh pecandu narkotika yang sudahcukup umur atau keluarganya, dan/atau orang tuaatau wali dari pecandu narkotika yang belumcukup umur kepada institusi penerima wajib laporuntuk mendapatkan pengobatan dan/atauperawatan melalui rehabilitasi medis danrehabilitasi sosial.
2. Institusi Penerima Wajib Lapor adalah pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/ atau lembaga rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah.
3. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau Penyalahgunakan Narkotikadan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
4. Korban Penyalahgunaan Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakanNarkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/ atau diancam untuk menggunakanNarkotika.
5. Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yangditandai oleh dorongan untuk menggunakanNarkotika secara terus menerus dengan takaranyang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/ atau dihentikan secara tiba-tiba menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
6. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskanpecandu dari ketergantungan Narkotika.
7. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mentalmaupun sosial, agar mantan Pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalamkehidupan bermasyarakat.
Lembaga Rehabilitasi Sosial merupakan Lembaga yang melakukan serangkaian proses kegiatan Rehabilitasi Sosial seperti pemulihan secara terpadu baik fisik, mental, maupun sosial, agar mantan Pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Lembaga Rehabilitasi Sosial dapat diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Sebelum ditetapkan sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia, maka Lembaga Rehabilitasi Sosial dimaksud telah terdaftar dan mendapatkan ijin operasional dari Dinas Sosial/Institusi Sosial tingkat Propinsi dan kabupaten/kota.
Sebagai tindak lanjut amanat Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2009 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, BNN akan menyelenggarakan Sistem Informasi Pecandu Narkotika dan Menyiapkan Alat Finger Print di sarana institusi Penerima Wajib lapor (IPWL) yang telah menyiapkan sarana dan prasarana termasuk sumber daya manusia (SDM) sesuai dengan Permenkes yang berlaku,”Kami mengharapkan Menteri Kesehatan untuk mendorong peraturan bersama tentang pelaksanaan wajib lapor pecandu narkotika, antara Kemenkes, Kemendagri, Kemenhukham, Polri dan BNN sesuai amanat PP No. 25 pasal 13 ayat (6), karena mekanisme penyelenggaraan wajib lapor banyak instansi yang terlibat,” harap Kepala BNN Komjen Pol. Anang Iskandar, ketika mengadakan pertemuan dengan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, di Kementerian Kesehatan, Senin (18/3).
Polri dan BNN bermasksud melakukan Diskresi Hukum sesuai dalam penjelasan KUHAP Pasal 21 ayat (4), yaitu tersangka atau terdakwa Pecandu Narkotika sejauh mungkin ditahan di tempat tertentu yang sekaligus tempat perawatan,”Pecandu narkoba harus direhabilitasi dan disembuhkan sebagai bentuk tanggungjawab pemerintah terhadap warga negaranya yang terlanjur sebagai pecandu untuk mewujudkan Indonesia yang sehat dan bebas penyalahgunaan narkoba,” .
Namun, bagi pecandu yang merangkap sebagai pengedar atau anggota jaringan sindikat narkoba, harus diproses hukum sesuai dengan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan KUHAP.
Kementerian Sosial dalam menangani korban penyalahgunaan NAPZA difokuskan kepada Rehabilitasi Sosial, untuk merespon implementasi PP Nomor 25 Tahun 2011 diantaranya Tahun 2011 telah Menyusun Juknis Wajib Lapor Pecandu Narkotika dalam Rehabsos, dalam mempersiapkan pelaksanaan wajib lapor; Tahun 2012 Menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor); selanjutnya akan membuat SKB antara 4 Lembaga yaitu : BNN, Kemeterian Sosial, Kemeterian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri dan Penetapan Putusan Hakim bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA dalam lembaga Rehabsos