910 likes | 1.27k Views
CLASH OF CIVILIZATION. NUIM HIDAYAT Peneliti Insists Red aksi Jurnal Islamia-Republika Dosen Pascasarjana UIKA Bogor. HUNTINGTON : “THE AGE OF MUSLIM WARS”.
E N D
CLASH OF CIVILIZATION NUIM HIDAYAT Peneliti Insists Redaksi Jurnal Islamia-Republika Dosen Pascasarjana UIKA Bogor nh
HUNTINGTON: “THE AGE OF MUSLIM WARS” • “Contemporary global politics is the age of Muslim wars. Muslims fight each other and fight non Muslims far more often than do peoples of other civilizations. Muslims wars have replaced the cold war as the principal form of international conflict. These wars include wars of terrorism, guerilla wars, civil wars and interstate conflicts.” (Huntington, Newsweek, Special Davos Edition, December 2001-February 2002) nh
HUNTINGTON: “THE AGE OF MUSLIM WARS” • “These instances of Muslim Violence could congeal into one major clash of civilizations between Islam and the West or between Islam and the Rest.” • (Huntington, Newsweek, Special Davos Edition, December 2001-February 2002) nh
Siapa Huntington? • Huntington adalah ilmuwan politik dari Harvard University yang juga dikenal sebagai penasihat politik kawakan Gedung Putih. Di samping pernah menduduki jabatan-jabatan prestisius di bidang akademis, Huntington juga aktif terlibat dalam perumusan kebijakan luar negeri AS. Tahun 1977-1978 ia bekerja di Gedung Putih sebagai Coordinator of Security Planning for the National Security Council. Ia lahir di New York City pada 18 April 1927. nh
Siapa Fukuyama? • Francis Fukuyama | Biography • Francis Fukuyama is the Bernard L. Schwartz Professor of International Political Economy at the Paul H. Nitze School of Advanced International Studies (SAIS) of Johns Hopkins University, and the director of SAIS' International Development Program. He is also chairman of the editorial board of a new magazine, The American Interest. • Dr. Fukuyama has written widely on issues relating to questions concerning political and economic development. His book, The End of History and the Last Man, was published by Free Press in 1992 and has appeared in over twenty foreign editions. It made the bestseller lists in the United States, France, Japan, and Chile, and has been awarded the Los Angeles Times' Book Critics Award in the Current Interest category, as well as the Premio Capri for the Italian edition. He is also the author of Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity (1995), The Great Disruption: Human Nature and the Reconstitution of Social Order (1999), Our Posthuman Future: Consequences of the Biotechnology Revolution (2002), State-Building: Governance and World Order in the 21st Century, (2004), and America at the Crossroads: Democracy, Power, and the Neoconservative Legacy (2006). nh
Siapa Fukuyama? • Francis Fukuyama was born on October 27, 1952, in Chicago. He received his B.A. from Cornell University in classics, and his Ph.D. from Harvard in Political Science. He was a member of the Political Science Department of the RAND Corporation from 1979-1980, then again from 1983-89, and from 1995-96. In 1981-82 and in 1989 he was a member of the Policy Planning Staff of the US Department of State, the first time as a regular member specializing in Middle East affairs, and then as Deputy Director for European political-military affairs. In 1981-82 he was also a member of the US delegation to the Egyptian-Israeli talks on Palestinian autonomy. From 1996-2000 he was Omer L. and Nancy Hirst Professor of Public Policy at the School of Public Policy at George Mason University. • Dr. Fukuyama was a member of the President’s Council on Bioethics from 2001-2005. He holds an honorary doctorate from Connecticut College, Doane College, and Doshisha University (Japan). He is a member of the Board of Trustees of the Rand Corporation, of the Board of Governors of the Pardee Rand Graduate School, and of the advisory boards for the National Endowment for Democracy (NED), the Journal of Democracy, the Inter-American Dialogue, The New America Foundation, and FINCA. As an NED board member, he is responsible for oversight of the Endowment’s Middle East programs. He is married to Laura Holmgren and has three children. • http://www.sais-jhu.edu nh
Fukuyama • Akhir sejarah, yaitu Hegel dengan negara liberal, sedangkan Karl Marx dengan masyarakat komunis. nh
The End of History • Pada “akhir sejarah”, kata Fukuyama, tak ada lagi tantangan ideologis yang serius terhadap Demokrasi Liberal. Di masa lalu, manusia menolak Demokrasi Liberal sebab mereka percaya bahwa Demokrasi Liberal adalah inferior terhadap berbagai ideologi dan sistem lainnya, seperti monarki, teokrasi, fasisme, komunisme, totalitarianisme, atau apapun. Tetapi, sekarang, katanya, sudah menjadi konsensus umat manusia, kecuali dunia Islam, untuk menerapkan Demokrasi Liberal sebagai bentuk pemerintahan yang paling rasional. • Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man, hal. 211-212. nh
Fukuyama • Dalam makalahnya itu, Fukuyama, mencatat, bahwa setelah Barat menaklukkan rival ideologisnya, monarkhi herediter, fasisme, dan komunisme, dunia telah mencapai satu konsensus yang luar biasa terhadap demokrasi liberal. Ia berasumsi, bahwa demokrasi liberal adalah semacam titik akhir dari evolusi ideologi atau bentuk final dari bentuk pemerintahan. Dan ini sekaligus sebuah ‘akhir sejarah’ (the end of history). • Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man, hal. xi nh
The End of History • Saya berpendapat bahwa demokrasi liberal mungkin merupakan “titik akhir dari ideologis umat manusia” dan “bentuk final pemerintahan manusia” sehingga ia bisa disebut sebagai “akhir sejarah”. (Fukuyama, hal.1) nh
Huntington dan Fukuyama • Francis Fukuyama: “The end of history as such: that is the end point of mankind’s ideological evolution and the universalization of Western liberal democracy as the final form of human government.” (dalam Huntington, Clash of Civilization, hal. 31) nh
Fukuyama • Dalam artikel itu (The End of History, 1989), saya berpendapat bahwa sebuah konsensus luar biasa berkenaan dengan legitimasi demokrasi liberal sebagai sistem pemerintahan telah muncul di seluruh dunia, selama beberapa tahun terakhir, setelah ia menaklukkan ideologi-ideologi pesaingnya seperti monarki turun menurun, fasisme dan baru-baru ini komunisme. nh
Fukuyama • Dalam bukunya, Fukuyama memasang sederet negara yang pada tahun 1990-an memilih sistem demokrasi-liberal, sehingga ini seolah-olah menjadi indikasi, bahwa – sesuai Ramalan Hegel – maka akhir sejarah umat manusia adalah kesepakatan mereka untuk menerima Demokrasi Liberal. Tahun 1790, hanya tiga negara, AS, Swiss, dan Prancis, yang memilih demokrasi liberal. Tahun 1848, jumlahnya menjadi 5 negara; tahun 1900, 13 negara; tahun 1919, 25 negara, tahun 1940, 13 negara; tahun 1960, 36 negara; tahun 1975, 30 negara; dan tahun 1990, 61 negara. • Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man, hal. 49-50. nh
Enam Peradaban Besar • Peradaban Tionghoa (berkembang sejak 1500 SM) • Peradaban Jepang (sejak 100 dan 400 M) • Peradaban Hindu (sejak 1500 SM) • Peradaban Islam (sejak abad ke-7/622M) • Peradaban Orthodoks/Rusia • Peradaban Barat (sejak 700/800 M) • Peradaban Amerika Latin • Peradaban Afrika nh
Islam vs Kristen • Huntington mencatat: “The twentieth century conflict between liberal-democracy and Marxist-Leninism is only a fleeting and superficial historical phenomenon compared to the continuing and deeply conflictual relation between Islam and Christianity.” (Huntington, Clash of Civilization, hal. 209). nh
Agama dan Peradaban • Christopher Dawson: “The great religions are the foundation which the great civilizations rests.” (Agama-agama besar adalah bangunan-bangunan dasar bagi peradaban-peradaban besar).” (Huntington, Clash of Civilization hal. 47) • Empat agama besar di dunia adalah peradaban-peradaban mayor. Yaitu : Kristen, Hindu, Islam, dan Konfusianisme. (Budha dianggap terlebur dalam Konfusianisme danTaoisme) nh
Barat vs Islam • Islam is the only civilization which has put the survival of the West in doubt, and it has done at least twice. (Huntington, Clash of Civilization) nh
Arti Barat • The term the West is now universally used to refer to what used to be called Western Christendom. • Historically, Western civilization is European civilization. In the modern era, Western civilization is Euroamerican or North Atlantic can be found a map; the West can not. • The name of the West as also given rise to the concept of “Westernization”...(Huntington, Clash of Civilization, hal 46-47) nh
Jumlah Pemeluk Agama • Selama masa-masa panjang bagaimanapun juga Islam telah menang. Agama Kristen tersebar melalui konversi, sedangkan Islam disamping melalui konversi juga melalui reproduksi...persentase pemeluk Kristen pada tahun 2025 hanya akan mencapai 25% dari seluruh penduduk dunia..jumlah pemeluk Islam terus mengalami kenaikan dramatis dan mencapai sekitar 20% dari seluruh penduduk dunia pada peralihan abad (XX), yang beberapa tahun kemudian akan melebihi jumlah pemeluk Kristen, dan mencapai ± 30% dari seluruh penduduk dunia pada tahun 2025. (Huntington, hal 91) nh
Demokrasi Liberal dan Islam • Kegagalan demokrasi liberal di wilayah-wilayah Muslim merupakan fenomena yang sejak akhir tahun 1880-an, selalu terulang selama satu abad penuh. Kegagalan ini disebabkan oleh adanya hubungan tidak sehat antara kultur masyarakat Islam dengan pandangan-pandangan Barat yang liberal. nh
Huntington • Dalam kajiannya tentang “Gelombang Demokratisasi Ketiga”, Huntington mengungkap penelitian yang menunjukkan adanya hubungan negatif antara Islam dan demokratisasi. Sebaliknya, ada korelasi yang tinggi antara agama Kristen Barat dengan demokrasi. Di tahun 1988, agama Katolik dan Protestan merupakan agama dominan pada 39 dari 46 negara demokratis. Ke-39 negara demokratis itu merupakan 57 persen dari 68 negara dimana Kristen Barat merupakan agama dominan. Sebaliknya, papar Huntington, dari 58 negara yang agama dominannya bukan Kristen Barat, hanya ada 7 negara (12 persen) yang dapat dikategorikan negara demokratis. nh
Huntington • Jadi, simpul Huntington, demokrasi sangat jarang terdapat di negeri-negeri di mana mayoritas besar penduduknya beragama Islam, Budha, atau Konfusius. Diakui oleh Huntington, korelasi itu bukan merupakan hubungan sebab akibat. Huntington memaparkan: Namun, agama Kristen Barat menekankan martabat individu dan pemisahan antaragereja dan negara (sekuler). Di banyak negeri, pemimpin-pemimpin gereja Protestan dan Katolik telah lama merupakan sosok utama dalam perjuangan menentang negeri-negeri represif. Tampaknya masuk akal menghipotesakan bahwa meluasnya agama Kristen mendorong perkembangan demokrasi.” Samuel P. Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga, (Jakarta: Grafiti, 1997), hal. 89. nh
Kebangkitan Islam • Kebangkitan Islam ini dalam makna yang paling dalam dan paling luas, merupakan fase akhir dari hubungan antara Islam dengan Barat: sebuah upaya untuk menemukan “jalan keluar” yang tidak lagi melalui ideologi-ideologi Barat, tapi dalam Islam. Ia merupakan perwujudan dari penerimaan terhadap modernitas, penolakan terhadap kebudayaan Barat dan rekomitmen terhadap Islam sebagai petunjuk hidup dalam dunia modern. • Mengingkari pengaruh kebangkitan Islam terhadap kehidupan politik masyarakat Timur akhir abad XX sama artinya dengan mengingkari pengaruh reformasi Protestan terhadap kehidupan politik masyarakat Eropa akhir abad XIX. • Proses Islamisasi pertama kali terjadi dalam wilayah kultural dan kemudian bergerak ke bidang politik dan sosial. (Huntington, Clash of Civilization) nh
Militant Islam vs America • Huntington membuat sub judul khusus : Militant Islam vs America (Who Are We?: The Challenges to America's National Identity,New York: Simon&Schuster, 2004). • As the Communist International once did, militant Muslim groups maintain a network of cells in countries throughout the world. Like the Communists, they organize peaceful protests and demontrations, and Islamist parties compete in elections. They sponsor organizations pursuing legitimate religious, charitable, and civic goals, from whose members individuals are recruited for more violent purposes. (hal. 358) nh
Islam Militan Menggantikan Komunisme • The retoric of America’s ideological war with millitant communism has been transferred to its religious and cultural war with militant Islam. (hal. 359) nh
DEFINISI ISLAM MILITAN • Mereka yang bertekad untuk mengembalikan peradaban Islam • Mereka yang bersikeras menerapkan syariat Islam • Mereka yang menyatakan Islam adalah agama dan negara • Mereka yang bersikap keras terhadap Barat • Mereka yang menjadikan masa silam sebagai petunjuk dan pelajaran masa depan. • Richard Nixon, Seize the Moment nh
Huntington (Who Are We?) • “There is no country in the world”, Tocquivlle said,” where the christian religion retains a greater influence over the solus of men than ia America...” • Christianity, Bryce similarly observed, is “the national religion” of Americans. • “We are a Christian people,” the Supreme Court declared in 1811. • In 1908, a House of Representatives committee said that The United States ia “a Christian nation.” (hal. 98) nh
Fukuyama • Tentang hubungan agama dengan sekularisasi, Fukuyama mencatat, bahwa liberalisme tidak akan muncul, jika Kristen tidak melakukan sekularisasi. Dan itu sudah dilakukan oleh Protestanisme di Barat, yang telah membuang adanya kelas khusus pemuka agama dan menjauhkan diri dari intervensi terhadap politik. Tulis Fukuyama: • “Kristen dalam arti tertentu harus membentuk dirinya melalui sekularisasi tujuan-tujuannya sebelum liberalisme bisa lahir. Agen sekularisasi yang umumnya segera bisa diterima di Barat adalah Protestanisme. Dengan menempatkan agama sebagai masalah pribadi antara Kristen dan Tuhan, Protestanisme telah menghilangkan kebutuhan akan kelas pendeta yang terpisah, lebih luas lagi tidak ada juga kebutuhan akan intervensi agama ke dalam politik.” • Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man, hal. 216, nh
Yahudi Ortodoks dan Islam Fundamentalis • Fukuyama menyorot dua kelompok agama yang menurutnya sangat sulit menerima demokrasi, yaitu Yahudi Ortodoks dan Islam fundamentalis. Keduanya dia sebut sebagai “totalistic religions” yang ingin mengatur semua aspek kehidupan manusia, baik yang bersifat publik maupun pribadi, termasuk wilayah politik. Meskipun agama-agama itu bisa menerima demokrasi, tetapi sangat sulit menerima liberalisme, khususnya tentang kebebasan beragama. Karena itulah, menurut Fukuyama, tidak mengherankan, jika satu-satunya negara Demokrasi Liberal di dunia Islam adalah Turki, yang secara tegas menolak warisan tradisi Islam dan memilih bentuk negara sekular di awal abad ke-20. • Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man, hal. 217. nh
Islam Militan • Padahal Islam Militan, menurut intelektual AS (intelektual akomodasionis), John L Esposito, lebih sebagai tantangan daripada ancaman. Esposito menyarankan agar negaranya jangan main hantam kromo terhadap Islam Militan. Ia menyayangkan standar ganda pemerintah AS. “Pemerintah Amerika (seperti medianya) tidak menyamakan aksi-aksi pemimpin atau kelompok ekstrimis Yahudi dan Kristen dengan Yudaisme dan Kristianitas secara keseluruhan, apakah itu pemboman atas klinik aborsi, pembantaian atas kaum Muslim yang sedang sholat di Mesjid Hebron, atau kebijakan pembantaian etnis Serbia (Kristen) di Bosnia. Pemerintah Amerika juga tidak mengutuk perpaduan agama dan politik di Israel, Polandia, Eropa Timur atau Amerika Latin. Bila berkenaan dengan Islam, Amerika segera saja mengutuk.” (Esposito,2000:245). nh
Hukum Islam • Dan terhadap masyarakat yang menginginkan penerapan hukum Islam –beda dengan Nixon, Huntington dll—Esposito menyarankan: “Amerika Serikat pada prinsipnya tidak boleh keberatan kalau hukum Islam diterapkan atau aktivis Islam terlibat dalam pemerintah. Para pelaku dan kelompok politik yang berorientasi Islam supaya dinilai sama dengan pemimpin potensial atau partai oposisi lainnya.” nh
Al-QUR’AN DAN SUNNAH SEBAGAI SUMBER PERADABAN • Bala tentara Islam…tidak berbekalkan apa-apa secara kultural selain dari Kitab Suci dan Sunnah Nabi. Tapi karena inner-dynamic-nya, maka ajaran Islam itu telah menjadi landasan pandangan hidup yang dinamis yang kelak…memberi manfaat untuk seluruh umat manusia. • George F Kneller, Science as a Human Endeavor, New York: Columbia University Press, 1978, hal. 3-4 nh
Di Spanyol umat Islam telah memprakarsai gerakan intelektual yang membuat Spanyol-Islam dari abad 9 sampai 11 menjadi salah satu pusat kebudayaan Islam” Kemajuan dalam bidang seni, sastra, ilmu agama, sains, filsafat, tata kota dan lain-lain telah mempesona orang-orang Kristen yang akhirnya mereka terdorong untuk meniru gaya hidup orang Islam. Karena jumlah mereka cukup banyak dan membentuk kelas sosial tersendiri maka akhirnya orang-orang peniru itu diberi julukan Mozarab (arabnya Musta’rib) Philip K Hitti, History of The Arab, nh
Ma’alim fitThariq • Masyarakat Islami adalah satu-satunya masyarakat yang berperadaban, sedangkan masyarakat jahiliah dengan berbagai variasi bentuknya adalah masyarakat yang terbelakang. Quthb berkata, “Bila kekuasaan tertinggi dalam suatu masyarakat kembali kepada Allah semata, terlambang dalam berdaulatnya syariat Ilahi, maka ini adalah satu-satunya bentuk manusia dapat menjadi bebas dengan sempurna dan sesungguhnya dari penghambaan manusia. Inilah yang merupakan “peradaban manusia” (al-hadhaarah al-insaaniyah), yang sesungguhnya, karena peradaban manusia itu menghendaki adanya suatu fondasi pokok untuk kebebasan manusia yang sesungguhnya dan sempurna. Fondasi demi ketinggian martabat yang mutlak bagi setiap individu dalam masyarakat.”[1] • [1] hlm. 118-119 nh
Al Adalatul Ijtimaiyah fil Islam • Quthb berkata, "Dalam bidang ekonomi, seseorang tidak boleh memaksakan diri berutang sebelum ia meninjau terlebih dahulu kekayaan yang dimilikinya, masih cukupkah atau memang tidak mencukupi. Demikian pula halnya dengan negara, suatu negara tidak boleh mengimpor barang dari negara lain sebelum ia meninjau kekayaan yang dimilikinya, dan juga kemampuan yang ada padanya… Becermin dari hal ini, kita bisa bertanya, 'Tidakkah kekayaan jiwa, kekayaan pemikiran, dan kekayaan hati itu bisa dibangun, sebagaimana halnya dengan kekayaan material yang ada pada diri manusia?' Pasti dapat! Apalagi kita yang berada di Mesir, dan yang berada di negara-negara Islam. Kekayaan dan modal semangat serta konsep kita belum akan ambruk sepanjang kita tidak berpikir untuk mengimpor prinsip-prinsip dan ideologi, serta meminjam sistem dan aturan dari negara-negara di balik awan dan di seberang lautan."[1] • [1] Sayyid Quthb, Keadilan Sosial dalam Islam, (Bandung: Pustaka, 1984), hlm. 1 nh
Al Adalatul Ijtimaiyah fil Islam • Quthb berkata, “Apabila Kristen memandang manusia dari segi kebutuhan rohaniahnya semata, dan berusaha untuk mengekang dorongan-dorongan yang akan muncul. Apabila komunisme memandang manusia dari segi kebutuhan materialnya belaka dan bahkan memandang alam semesta ini dengan kacamata materialisme, maka Islam memandang manusia sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara kebutuhan rohani dan dorongan jasmaniahnya, antara kebutuhan spiritual dan kebutuhan materialnya. Islam memandang alam semesta dan kehidupan dengan kacamata integral yang tidak beraneka dan terpisah-pisah…Dan inilah titik persimpangan antara komunisme dan Kristen dalam Islam.”[1] • [1]Ibid., hlm. 34. Lihat juga John L. Esposito, Ancaman Islam:…, hlm. 141 nh
As Salamul Alami wal Islam • Islam memulai upaya perdamaian pertama-tama di dalam perasaan setiap individu, kemudian meluas ke semua anggota keluarga lalu ke masyarakat. Setelah itu barulah Islam berusaha mewujudkan perdamaian internasional, yakni perdamaian di antara semua umat dan bangsa.” [1] • [1]Ibid., hlm. 26 nh
Dirasah Islamiyah • Quthb menyatakan,“Jika Anda melihat keaniayaan terjadi, bila Anda mendengar orang-orang yang teraniaya menjerit, lalu Anda tidak menemui umat Islam ada di sana untuk menentang ketidakadilan itu, menghancurkan orang yang aniaya itu, maka Anda boleh langsung curiga apakah umat Islam itu ada atau tidak. Tidak mungkin hati-hati yang menyandang Islam sebagai akidahnya, akan rela untuk menerima ketidakadilan sebagai sistemnya.”[1] • Sayyid Quthb, Beberapa Studi tentang Islam (terj. Diraasah Islamiyah), (Jakarta: Media Dakwah, 1987), hlm.10-12 [1]Ibid., hlm. 37 nh
Sayyid Quthb Mengungkap Amerika • “Para penjajah dewasa ini tidak mengalahkan kita dengan senjata dan kekuatan, tetapi melalui orang-orang kita yang telah terjajah jiwa dan pikirannya. Kita dikalahkan oleh dampak yang ditinggalkan oleh para imperialis pada departemen pendidikan dan pengajaran, juga di pers serta buku-buku. Kita kalah oleh pena-pena yang tenggelam dalam tinta kehinaan dan jiwa yang kerdil, sehingga pena-pena itu hanya bangga jika menulis tentang para pembesar Prancis, Inggris, dan Amerika.”[1] • Shalah Abdul Fatah al-Khalidi, Sayyid Quthb Mengungkap Amerika, (Surabaya: Sarana Ilmiah Press, 1990), hlm. 25 [1]Ibid., hlm. 63 nh
Dirasah Islamiyah • , “Telah jelas terlihat, keunggulan Amerika tampak dan menonjol pada bidang pekerjaan dan produksi, hingga tidak tersisa segi lain yang menghasilkan sesuatu dalam nilai kemanusiaan. Dalam hal di atas Amerika telah mencapai jenjang yang belum bisa dicapai oleh bangsa lain, bahkan Amerika telah membuat suatu mukjizat (karya-karya) yang mengubah kehidupan nyata menjadi tingkatan yang sulit digambarkan dan dipercaya oleh orang yang tidak menyaksikannya sendiri…Sesungguhnya mereka semua tumbuh dari satu akar yang sama, yaitu budaya materi yang tidak memiliki hati dan jiwa, yang hanya mendengarkan suara dan alat-alat. Hanya bicara dengan bahasa perdagangan, hanya melihat dengan lensa keuntungan dan mengukur nilai-nilai kemanusiaan dengan ukuran tersebut. Betapa saya muak dan memandang hina kepada orang-orang Barat.”[1] • [1]Ibid., hlm. 71-73 nh
Tulisan dan Jihad • Dalam bukunya Dirasah Islamiyah, Sayid Qutb menyatakan, “Di beberapa saat, yaitu saat-saat perjuangan yang pahit dilakukan umat di masa lalu, saya terkadang didatangi gagasan putus asa, yang terbentang di depan mata dengan jelas sekali. Dalam saat seperti itu, saya bertanya kepada diri sendiri, ‘Apa gunanya menulis? Apakah gunanya makalah-makalah yang memenuhi halaman-halaman harian? Apakah tidak lebih baik daripada semuanya ini kalau kita mempunyai sebuah pistol dan beberapa peluru, setelah itu kita berjalan ke luar dan menyelesaikan persoalan kita berhadapan dengan kepala-kepala yang berbuat sewenang-wenang dan melampaui batas? Apa gunanya kita duduk di meja tulis, lalu mengeluarkan semua kemarahan kita dengan kata-kata dan membuang-buang seluruh tenaga kita untuk sesuatu yang tidak akan sampai kepada kepala-kepala yang harus dihancurkan itu?’ nh
Tulisan dan Perbuatan • Jawab Sayid Qutb sendiri, “Saya merasa bahwa tulisan-tulisan ‘para pejuang’ tidak semuanya hilang begitu saja. Karena ia dapat membangunkan orang-orang yang tidur, membangkitkan semangat orang-orang yang tidak bergerak, dan menciptakan suatu arus publik yang mengarah kepada suatu tujuan tertentu, kendatipun belum mengkristal. Tapi ada sesuatu yang dapat diselesaikan di bawah pengaruh pena itu.” • Sayyid Quthb melanjutkan, “Tetapi kata-kata itu sendiri, walaupun bagaimana ikhlas dan penuh daya ciptanya, ia tidak dapat melakukan apa-apa, sebelum ia menempatkan diri dalam suatu gerakan, sebelum ia terlambang dalam diri seorang manusia. Manusia-manusialah yang merupakan kata-kata yang hidup yang dapat melaksanakan pemahaman dalam bentuk yang paling lancar.” nh
Dana Washington • Universitas (UIN/Umum) • LSM • Ormas dan organisasi • Peneliti/Dosen/Tokoh-tokoh • Agen Politik/Intel • Media Massa nh