170 likes | 729 Views
II. QUADRAGESIMO ANNO. 15 MARET 1931, PIUS XII - QA. QUADRAGESIMO ANNO. PENDAHULUAN TEMA QA :Pembangunan Kembali Tatanan Sosial.
E N D
II QUADRAGESIMO ANNO 15 MARET 1931, PIUS XII - QA
QUADRAGESIMO ANNO PENDAHULUAN TEMA QA :Pembangunan Kembali Tatanan Sosial. Empat puluh tahun sesudah terbitnya Ensiklik Leo XIII, Rerum Novarum, Paus Pius XI Menulis dan menerbitkan Ensiklik Quadragesimo Anno (“Pembangunan kembali Tatanan Sosial”) pada tahun 1931. GARIS BESAR Paus Pius XI dengan tajam mengritik penyalahgunaan kapitalisme dan komunisme dan berusaha menyesuaikan Pengajaran Sosial Katolik dengan keadaan yang sudah berubah itu. Ia memperluas keprihatinan Gereja akan kaum buruh miskin, termasuk struktur-struktur yang menindas mereka.
PAUS PIUS XI Pius XI (1922-39) terpilih menduduki Kursi Santo Petrus sesudah Paus Pius XI (1903-14) dan Paus Benedictus XV (1914-22) yang adalah para Paus pengganti Leo XIII. Paus Pius XI hidup selama masa perubahan hebat di bidang ekonomi dan politik. Sesudah Revolusi Rusia tahun 1917, Komunisme menyebar ke segenap penjuru dunia. Tahun 1922 Facisme menanamkan kekuasaannya di Italia. Depresi ekonomi yang hebat menghantam struktur ekonomi dunia di tahun 1929-31. Hitler dan Nazisme muncul ke tampuk kekuasaan tahun 1933.
TIGA BIDANG UTAMA • Dampak Rerum Novarum terhadap Gereja, Negara, serta majikan dan buruh • Perluasan isu-isu sosial-ekonomi: 1. hak kepemilikan 2. hubungan modal dan tenaga kerja 3. memperbaiki situasi kaum proletar (kaum buruh) 4. upah dan gaji yang adil, dan 5. pembangunan kembali tatanan sosial. C. Suatu kajian tentang perubahan dalam kapitalisme dan sosialisme modern.
TEMA-TEMA KUNCI • A. DAMPAK RERUM NOVARUM • 1. Gereja • a. Gereja Katolik terdorong untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang terus berubah. Karena keterbukaan ini, semakin banyak imam dan umat awam mempelajari pengajaran sosial Gereja. Pengajaran sosial Gereja ini diajarkan pula di seminari dan perguruan tinggi. (#18-21) • b. Gereja berusaha pulamembantu orang miskin melalui pendidikan umum dan kebudayaan. Dorongan itu mendorong munculnya lembaga-lembaga untuk kesejahteraan dan karya-karya karikatif.(#23-24) • 2. Penguasa Sipil Para pemimpin semakin menyadari tanggung jawab serta kewajiban mereka dalam mengembangkan kebijakan sosial. Disusun pula undang-undang baru dan program-program untuk orang miskin.(#25-28)
3. Majikan dan Buruh Peneguhan Paus Leo XIII terhadap peranan serikat buruh membuatnya semakin diterima. Di lain pihak, asosiasi-asosiasi para majikan tidak mengalami sukses.(#31-39)
B. PERLUASAN ISU-ISU SOSIAL-EKONOMI QA menegaskan kembali hak dan kewajiban Geeja untuk memberikan penilaian atas isu-isu moral yang berkaitan dengan persoalan sosial-ekonomi.(#41) 1. Hak memiliki kekayaan (#45-51) a. Hak milik atas kekayaan bercorak individual maupun sosial (bilamana menyangkut kesejahteraan umum). (#45) Oleh karena itu, dua bahaya yang mungkin timbul harus dihindari: “Individualisme”, bilamana aspek sosial atau umum dari pemilikan itu disangkal; dan “kolektivisme”, bilamana pemilikan individual itu ditolak. (#46) b. Hak memiliki kekayaan berbeda dengan penggunaannya. Hak pribadi atas kekayaan tak dapat dihancurkan, namun serentak pulakewajiban sosial dari kekayaan tak dapat dilupakan. (#47-48) QA mengajarkan pula, kelebihan pendapatan dapat dipergunakan untuk karya cinta kasih atau penciptaan pekerjaan. (# 50-51) c. Karena hak milik atas kekayaan bukan tanpa syarat, Negara berfungsi merumuskan kewajiban-kewajiban kepemilikan. (#49)
2. Modal dan Tenaga Kerja (#53-56) a.Tenaga kerja (buruh atau orang upahan) dan modal (pemilik modal atau majikan) saling membutuhkan. Dalam sejarah, modal selalu menguasai dengan tidak adil seluruh produksi dan keuntungan dan menyisahkan balas jasa yang amat sedikit untuk tenaga kerja. Adalah tidak adil pula tuntutan bahwa seluruh produksi dan keuntungan menjadi milik kaum pekerja. (#53-55) b.QA mendukung prinsip pembagian kekayaan secara adil demi kesejahteraan umum. (#56)
3. Memperbaiki Kondisi Kaum Proletar (59-60) • Situasi buruh di negara-negara Barat sudah bertambah baik, namun tidak demikian di daerah pedesaan dan di negara-negara lain. (#59-60) b. QA menyajikan dua cara perbaikan kondisi buruh: 1. memberi kesempatan kepada para buruh mendapatkan barang milik dengan hanya memperbolehkan kaum kaya mengambil bagian yang adil dari keuntungan produksi. (#61) 2. memberika upah yang adil kepada para buruh agar mereka dapat memiliki barang milik secara wajar. (#62)
4. Upah yang adil (#63-74) • Perjanjian pengupahan yang tidak dengan sendirinya tidak adil, harus disesuaikan denga perjanjiankemitraan kerja. Dengan demikian, pekerja upahan memiliki andil dalam pemilikan, manajemen dan keuntungan. (#64-65) b. Dalam menentukan upah yang adil, hal-hal berikut harus dipertimbangkan: (i) Upah yang dibayarkan kepada buruh harus mencukupi kebutuhan buruh itu beserta keluarganya. (#71) (ii) Kondisi setiap bisnis swasta dan kondisi pemiliknya harus juga diperhitungkan dalam penataan skala upah. (#73) (iii) Skala upah harus dipantau dengan kesejahteraan ekonomi seluruh rakyat. Suatu skala upah terlalu rendah atau tinggi menyebabkan pengangguran. Kesempatan kerja harus disediakan bagi semua orang. (#74)
5. Memperbaiki Tatanan Sosial Pembagian harta milik secara benar dan pengupahan yang adil berkaitan langsung dengan orang-perorangan dan hanya secara tidak langsung dengan tatanan sosial. QA menyatakan, pembaruan tatanan sosial melibatkan Negara.(#78) a. Pertama, QA menegaskan bahwa kegiatan apapun yang dapat dilaksanakan dengan baik oleh kelompok-kelompok kecil biarlah tetap dilaksanakan oleh kelompok-kelompok itu dan bukan dipusatkan kepada Negara.(#79-80) b. Adalah tanggung jawab Negara untukmengakhiri konflik dan memajukan keselarasan hubungan antarkelas dalam masyarakat.(#81) Salah satu cara adalah dengan membentuk kelompok-kelompok vokasional yang menghimpun orang-orang, bukan menuntut kedudukan yang dipegangnya dalam pasar tenaga kerja, melainkan menurut karya yang dibuatnya dalam masyarakat. Kegiatan-kegiatan kelompok harus demi kesejahteraan umum.(#84) c. Prinsip penuntun bagi ekonomi bukanlah persaingan bebas atau penguasaan ekonomis. Prinsip-prinsip itu haruslah keadilan sosial dan cinta kasih sosial. Lembaga-lembaga ekonomi harus diresapi semangat keadilan.(#88-89) d. QA menyerukan pula kerja sama ekonomi Internasional. (#89)
C. PERUBAHAN-PERUBAHAN DALAM SOSIALISME SEJAK LEO XIII 1. Perubahan-perubahan dalam Kapitalisme (#105-109) a. Kapitalisme telah menyebar luas. Hasil alamiah persaingan bebas adalah pemusatan kekayaan dan kekuasaan di tangan segelintir orang.(#105-107) b. Pemusatan kekuasaan ini mengakibatkan tiga bentuk perjuangan demi mencapai penguasaan (#108): (i) di bidang ekonomi itu sendiri, (ii) untuk pengawasan terhadap negara, dan (iii) di antara negara-negara c. Kediktaktoran ekonomis telah mengambil alih persaingan bebas. Perpaduan ekonomi dan kekuasaan sipil menjadikan negara sebagai budak nafsu dan kerakusan.(#109) 2. Perubahan-perubahan dalam dua kubu: a. Komunisme-yang mendukung kekerasan dan penghapusan milik pribadi.(#112) b. Sosialisme-yang mengecam penggunaan kekerasan fisik dan memperlunak larangan atas hak milik pribadi. (#113)
KESIMPULAN a.Tidak mungkin tercapai kompromi antara sosialisme dan iman Kristiani.(#116) Sebabnya pandangan Sosialisme tentang manusia sangat berbeda dengan pandangan Kristiani.(#117-118) b. Kekacauan dasyat dunia modern berakibat bencana jiwa-jiwa. Karena dosa asal, manusia dapat dengan mudah tersesat. Kehausan akan kekayaan dan barang milik yang fana, mendorong pria dan wanita meretakkan hukum Allah dan menginjak-injak hak-hak sesamanya.(#130-135) c. Oleh karena itu, Pembangunan Kembali Tatanan Sosial haruslah diawali dengan pembaruan semangat kristiani berhadapan dengan perubahan pribadi. Prinsip-prinsip pembangunan kembali tatanan sosial adalah: (i) Kehidupan ekonomi harus berinspirasikan semangat Kristiani dan prinsip-prinsip Injil. (#137) (ii) Cinta Kasih dan amal kasih harus memperkokoh keadilan. Karena hanya keadilan yang dapat menyingkirkan sebab perselisihan sosial, tetapi tak pernah dapat menghasilkan perpaduan hati dan pikiran.(#137)
PRINSIP-PRINSIP PENUNTUN a. Kita terpanggil untuk memperbaiki tatanan sosial dan menyempurnakannya menurut perintah Injil. b. Perbaikan tatanan sosial menuntut kerja sama terpadu di antara semua pihak terkait Gereja, Negara, dan Pekerja. c. Tatanan sosial yang adil hanya dapat dibangun di atas tatanan moral baru. d. Gereja tidak mempunyai pilihan selain menanggapi persoalan sosial-ekonomi karena melibatkan isu-isu moral. e. Urusan ekonomi tidak seharusnya hanya dibiarkan pada persaingan bebas.