1.46k likes | 3.96k Views
ENTOMOLOGI. Oleh :. biologi93. ENTOMOLOGI. Definisi : Ilmu yang mempelajari tentang vektor, kelainan dan penyakit yang disebabkan oleh arthropoda. Siklus Hidup : Penting dipelajari dalam rangka intervensi pencegahan Mengalami metamorfosis :
E N D
ENTOMOLOGI Oleh : biologi93
ENTOMOLOGI Definisi : Ilmu yang mempelajari tentang vektor, kelainan dan penyakit yang disebabkan oleh arthropoda. Siklus Hidup : Penting dipelajari dalam rangka intervensi pencegahan Mengalami metamorfosis : Metamorfosis sempurna : telur – larva – pupa – dewasa. Metamorfosis tdk sempurna : telur – (larva) – nimfa – dewasa.
PERAN ARTHROPODA • Vektor dan hospes sementara (menularkan penyakit) • Vektor penyakit protozoa : Malaria, Tripanosomiasis, Leismaniasis. • Vektor penyakit cacing : Filariasis (Filariasis limfatik & Non limfatik). • Vektor penyakit virus, riketsia & bakteri. • Vektor mekanik : Musca domestika, Periplaneta.
Parasit : • Menyebabkan penyakit : skabies, dermodiosis, pedikulosis, ftiriasis, miasis. • Menghasilkan toksin : • Menimbulkan kelaianan pd tubuh manusia. • Kontak : kupu-kupu, tungau debu. • Sengatan : lebah, kalajengking. • Gigitan : kelabang, laba-laba, tarantula, sengkenit.
CARA PENULARAN • Penularan secara mekanik • Penularan secara biologik • Penularan transovarian
Arthropoda sebagai Vektor • Penularan secara biologik : • Propagatif : parasit hanya membelah diri (Versinia pestis dalam pinjal Xenopsylla cheopis). • Sikliko propagatif : parasit berubah bentuk dan membelah diri (Plasmodium dalam nyamuk Anopheles). • Sikliko developmental : parasit hanya berubah bentuk (Wuchereria bancrofti dalam nyamuk Culex quinquefasiatus). • Penularan Mekanik (lalat & kecoa) • Penularan secara transovarian (lalat)
Arthropoda sebagai Parasit • Endoparasit : arthropoda hidup dalam jaringan tubuh host (larva lalat miasis) • Ekstoparasit : arthropoda hidup pada permukaan tubuh host (serangga-serangga penyebab kelainan pada permukaan tubuh host) • Parasit permanen : tungau kudis, tuma. • Parasit periodik : nyamuk, sengkenit lunak (dari host satu ke host lain).
Arthropoda pengandung Toksin • Kontak langsung : Ulat • Gigitan : Kelabang • Sengatan : Kalajengking • Tusukan : Triatoma
MORFOLOGI NYAMUK VEKTOR MALARIA Anophelini • Stadium telur diletakkan satu persatu terpisah diatas permukaan air berbentuk seperti perahu, bagian bawah konveks dan bagian atas konkaf dengan sepasang pelampung
Stadium Larva mengapung sejajar permukaan air bagian badan yang khas : spirakel, tergal plate, bulu palma • Stadium Pupa tabung pernapasan yang lebar dan pendek • Stadium Dewasa Palpus sama panjang dengan probosis Palpus jantan : ujung berbentuk gada Sisik sayap membentuk gambaran hitam putih ; ujung sisik tumpul Posterior abdomen melancip
VEKTOR FILARIASIS Anophelini Non Anophelini Culcini : Aedes, Culex, Mansonia, Coquilettidia, Armigeres • Stadium Telur (Non Anophelini) - Diletakkan satu persatu di tepi pemukaan air (Aedes) - Diletakkan berkelompok membentuk rakit: • Diatas permukaan air (Culex) • Dibalik permukaan daun tanaman air (Mansonia) - Bentuk lonjong dengan ujung lancip dengan dinding seperti anyaman kain kasa (Aedes) • Bentuk seperti peluru senapan • Bentuk seperti duri/sasaran bowling (mansonia)
Stadium Larva (Non Anophelini) - Menggantung pada permukaan air - Bagian badan yang khas : • Sifon dengan bulu-bulu sifon dan pekten • Sisir dengan dengan gigi-gigi sisir • Segmen anal dengan pelana • Stadium Pupa (Culicini) : - Tabung pernapasan yang sempit dan panjang
Stadium dewasa ( Culicini) - Betina : Palpus lebih pendek daripada probosis - Jantan : Palpus lebih panjang daripada probosis - Sisik sayap lebar asimetris (Mansonia) - Sisik sayap sempit dan panjang (Aedes, Culex) - Pada Aedes, sisik sayap membentuk kelompok sisik yang sewarna sehingga tampak bintik-bintik putih-kuning/putih-coklat/putih-hitam - Ujung abdomen Aedes lancip - Ujung abdomen Mansonia tumpul dan terpancung
VEKTOR PENYAKIT PROTOZOA • VEKTOR MALARIA Nyamuk Anopheles : dari 2000 spesies Anopheles, terdapat 60 spesies yang merupakan vektor malaria DAUR HIDUP Mengalami metamorfosis sempurna selama 2-5 mg bergantung pada spesies, makanan yang tersedia, suhu udara
TEMPAT PERINDUKAN Bergantung pada spesies, terdiri atas tiga kawasan : • Pantai : An.sundaicus, An.subpictus • Pedalaman : An. aconitus, An. Barbirostris • Kaki gunung & gunung : An. Balabacencis, An maculatus
PERILAKU • Aktivitas dipengaruhi oleh kelembaban udara dan suhu • Umumnya aktif mengisap darah pada malam hari atau sejak senja sampai dini hari ( = night-biters) • Jarak terbang 0,5 – 3 km, dipengaruhi oleh transportasibdan kecepatan angin • Kesukaan bervariasi : zoofilik, antropofilik, dst • Tempat istirahat bervariasi : eksofilik, endofilik • Aktivitas menggigit bervariasi : eksofilik, endofagik
EPIDEMIOLOGI • Penentuan vektor malaria didasarkan atas penemuan sporozoid malaria di kelenjar liur nyamuk yang hidup di alam bebas ( dengan membedah nyamuk betina) • Faktor yang perlu diketahui dalam menentukan vektor di suatu daerah endemi malaria : • Kebiasaan nyamuk mengisap darah manusia • Lama hidup nyamuk betina dewasa yang lebih dari 10 hari • Nyamuk Anopheles dengan kepadatan yang tinggi & dominan • Hasil infeksi percobaan di Lab yang menunjukkan kemampuan untuk mengembangkan Plasmodium menjadi stadium sporozoid
Prevalens kasus malaria tidak sama di antara daerah endemi malaria, bergantung pada perilaku spesies nyamuk yang menjadi vektor, misalnya : • Di daerah Cilacap (vektor malaria: An.sundacus) kasus malaria di temukan lebih banyak pada musim kemarau, karena pembentukan tempat perindukan di muara sungai untuk nyamuk tsb meningkat • Di daerah jawa barat (vektor malaria: An. Aconitus) kasus malaria lebih banyak pada musim hujan, karena di sawah banyak terbentuk perindukan untuk nyamuk tsb.
Pemberantasan Malaria : • Pengobatan Penderita • Pencegahan kontak antara nyamuk & manusia • Penyuluhan sanitasi
2. VEKTOR PENYAKIT CACING (FILARIASIS) 2.1. VEKTOR FILARIASIS LIMFATIK (NYAMUK) • Nyamuk Anophelini (Tribus Anopheles) dan Non Anophelini (TribusCulicini, terdiri atas genus Culex, Aedes,Mansonia,Coquilettidia; dan Tribus Taxorhytini, terdiri atas genus Taxorhynchites) • Di Indonesia ditemukan 3 jenis parasit nematoda penyebab filariasis limfatik pada manusia, yaitu Wucheria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori
Parasit-parasit tersebut disebarkan di seluruh kepulauan Indonesia oleh berbagai spesies nyamuk Aedes, Anopheles, Culex, Mansonia, Coquilettida dan Armigeres • Vektor utama filariasis bancrofti di perkotaan adalah Culex quinquefasciatus, sedangkan di pedesaan adalah berbagai spesies Anopheles, Aedes kochi, Cx. Bitaeniorrhynchuss, Cx. Annulirostris dan Armigeres obsturbans • Vektor utama filariasis malayi adalah berbagai spesies Anopheles, Mansonia dan Coquilettidia • Vektor utama filariasis timori adalah Anopheles barbirotris
DAUR HIDUP • Metamorfosis sempurna selama 1–2 minggu • Tempat perindukan : • Nyamuk Anophelini : kawasan pantai, pedalaman, kaki gunung dan gunung • Nyamuk Non anophelini : Tempat ber air jernih ataupun keruh (polluted): Permukaan air dapat ditumbuhi bermacam-macam tanaman air
PERILAKU • Nyamuk Non Anophelini mempunyai kebiasaan mengisap darah hospes yang berbeda-beda, yaitu : • Culex : malam hari saja • Mansonia : Siang dan malam hari • Aedes : Siang hari saja • Jarak terbang bervariasi : • Culicini : biasanya pendek (rata-rata beberapa puluh meter) • Aedes vexans +/- 30 km • Umur Nyamuk dewasa (di alam/di Lab):+/- 2 mg
EPIDEMIOLOGI • Faktor-faktor yang menentukan penyebarluasan filariasis dan timbulnya daerah-daeah endemi filariasis, yaitu : • Derajat infeksi alami hasil pembedahan nyamuk alam/liar yang tinggi • Sifat antropofilik dan zoofilik yang meningkatkan jumlah sumber infeksi • Umur nyamuk yang panjang sehingga mampu mengembangkan pertumbuhan larva mencapai stadium infektif untuk disebarkan/ditularkan • Dominasi terhadap spesies nyamuk lainnya yang ditunjukkan dengan kepadatan yang tinggi di daerah endemi • Mudahnya menggunakan tempat-tempat penampung air sebagai tempat perindukan yang sesuai
EPIDEMIOLOGI (Lanjutan) • Pemberantasan : • Pengobatan semua penderita filariasis • Upaya pengendalian vektor dengan cara yang mudah dan biaya rendah • Perlindungan/pencegahan terhadap gigitan vektor • Meningkatkan pengetahuan penduduk mengenai filariasis dan penularannya partisipasi dalam pemberantasan
2.2. VEKTOR FILARIASIS NON LIMFATIK (LALAT) • Lalat dari genus simulium (Black fly) dan Chrysops (Horse Flyl Deer fly) • Yang mengisap darah biasanya hanya lalat betina, aktif pada pagi dan sore hari • Simulium damnosum adalah vektor Onchocerca volvulus di Afrika : Simulium metalicum, S.ochraceum dan S. callidium adalah vektor Onchocerca volvulus di Amerika • Chrysops silacea dan C. dimidiata adalah vektor Loa-loa di Afrika
HOSPES PERANTARA Adalah jasad tempat parasit tumbuh menjadi bentuk infektif yang dapat ditularkan kepada hospesnya (misalnya manusia) • Cyclops dan Diaptomus Adalah hospes perantara cacing Diphyllobathrium latum • Potamon dan Combarus Adalah hospes perantara cacing paragonimus westermani
3. VEKTOR PENYAKIT VIRUS, RIKETSIA, DAN BAKTERI 3.1. VEKTOR PENYAKIT VIRUS 3.1.1. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DHF= Dengue Hemorrhagic Fever) • Merupakan penyakit virus yang sangat berbahaya • Sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat • Vektor utama adalah nyamuk kebun (Aedes aegypti), vektor potensial adalah Aedes albapictus
DAUR HIDUP • Metamorfosis sempurna selama 9 hari • Tempat perindukan : tempat-tempat berisi air bersih yang letaknya berdekatan dengan rumah penduduk (tidak lebih dari 500 m), meliputi tempat perindukan buatan manusia dan tempat perindukan alamiah
PERILAKU • Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari (dari pagi hingga petang) dengan waktu puncak setelah matahari terbit(8.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00) • Pengisapan darah dilakukan didalam dan diluar rumah • Tempat istirahat : • Semak-semak/tanaman rendah dan rerumputan di halaman rumah atau kebun • Benda-benda yang tergantung didalam rumah • Umur Nyamuk betina dewasa dialam: 10 hari ,di Lab: 2 bln • Jarak terbang +/- 40 m ; mampu terbang 2 km
EPIDEMIOLOGI • Ae aegypti tersebar luas di seluruh Indonesia • Ae aegypti ditemukan di kota-kota pelabuhan padat penduduk, juga di temukan di pedesaan sekitar kota pelabuhan • Penyebarab Ae. Aegypti dari pelabuhan ke desa dikarenakan larva yang terbawa melalui transportasi yang mengangkut benda-benda berisi air hujan
EPIDEMIOLOGI (Lanjutan) • Pengendalian • Perlindungan perorangan dari gigitan nyamuk (kawat kasa, kelambu, penyemprotan dinding rumah dengan insektisida, penggunaan repellent saat berkebun) • Pembuangan atau mengubur benda-benda yang dapat menampung air hujan • Mengganti air atau membersihkan tempat-tempat air seminggu sekali • Abatisasi • Fogging dengan malathion minimal dua kali dengan jarak 10 hari di daerah yang terkena wabah • Pendidikan Kesehatan Masyarakat • Memonitor kepadatan populasi Ae aegypti penting dalam upaya mengevaluasi adanya ancaman DHF dan untuk meningkatkan tindakan pengendalian vektor • Pengukuran kepadatan populasi nyamuk yang belum dewasa : memeriksa tempat-tempat perindukan di dalam dan di luar rumah (sebanyak 100 rumah di daerah pemeriksaan)
EPIDEMIOLOGI (Lanjutan) • Angka indeks yang perlu diketahui : • Angka rumah (house index): persentase rumah yang positif larva Ae. Aegypti • Angka tempat perindukan (container Index): persentase tempat perindukan yang positif larva Ae. Aegypti • Angka Breteau (Breteau Index): jumlah tempat perindukan yang positif larva Ae. Aegypti dalam tiap 100 rumah
3.1.2 PENYAKIT JAPANESE B. ENCEPHALITIS • Di temukan di Asia Tenggara (Filipina, Kamboja, Muangthai, Malaysia, Singapura) • Di Indonesia penyakit tersebut belum banyak di pelajari, tetapi kemungkinan besar penyakit tsb juga ada di Indonesia karena : • Banyak kasus meninggal dengan gejala klinis yang sama dengan Jap. B. encephalitis • Kepadatan nyamuk vektor cukup tinggi dan telah dapat di isolasi virus Jap.B.encephalitis dari tubuh nyamuk yang di tangkap di sekitar Jakarta
Gejala Klinis : demam, sakit kepala, mual, muntah, lemas, malaise, mental disorientation. Kematian terjadi 2-4 hari setelah terinfeksi virus • Vektor : Culex tritaeniorhynchus & Cx. Gelidus • Tempat peristirahatan : dekat kandang ternak (kerbau, sapi, babi) • Mengisap darah manusia dan darah binatang (kerbau, sapi,babi,burung, bebek) pada malam hari di dalam atau luar rumah
3.1.3. PENYAKIT CHIKUNGUYA • Belum banyak dipelajari di indonesia, namun kemungkinan besar ditemukan penyakit tsb di Indonesia, karena virus Chikunguya telah dapat diisolasi dari nyamuk liar Ae. Aegypti di Jakarta • Gejala klinis mirip Jap. B. encephalitis • Vektor : Ae aegypti
3.1.4. PENYAKIT DEMAM KUNING • Vektor : Ae aegypti • Belum pernah dilaporkan di Indonesia walaupun vektornya tersebar di seluruh Indonesia • Di Amerika Selatan dan Afrika Selatan penyakit tsb dilaporkan ada sejak puluhan tahun • Gejala Klinis : pusing, sakit punggung, demam, muntah. Kematian terjadi 5-8 hari setelah terinfeksi
3.2. VEKTOR PENYAKIT RIKETSIA 3.2.1. Penyakit Demam Semak • Demam semak = Scrub typhus, tsutsugamushi disease, Delikoorts • Di temukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Irja • Penyebab penyakit : Rikettsia tsutsugamushi • Gejala klinis : kepala pusing, apati, malaise, limfodenitis, adanya escar. • Angka kematian berkisar 1 - 60% • Vektor : Leptotrombidium akamusi, L. deliensis, L. fletsheri
DAUR HIDUP • Metamorfosis tak sempurna (telur-larva-nimfa-dewasa) selama 1 – 2 bulan • Stadium larva mengisap darah manusia dan binatang mamalia • Penularan transovarian : sejak larva Leptotrombidium • mendapatkan infeksi Rickettsia sampai menjadi larva generasi berikutnya masih tetap infektif
EPIDEMIOLOGI • R. tsutsugamushi biasanya hidup sebagai parasit tikus ladang • Pencegahan Penularan : • Menghindari kontak dengan tungau saat bekerja di ladang/hutan di daerah endemi, yaitu membedaki kaos kaki dan sepatu yang dipakai dengan serbuk DDT 10% • Menelan kloramfenikol 500 mg sehari selama 10 hari selama bertugas di ladang/hutan
3.3. VEKTOR PENYAKIT BAKTERI 3.3.1. Vektor Penyakit Sampar • Pernah di temukan secara endemi di Jawa Tengah Tahun 1968 terjadi epidemi di Boyolali dengan banyak kematian • Di sebabkan oleh bakteri Yersinia pestis • Vektor : Pinjal Xenopsylla cheopis, Stivalius cognatus, Neopsylla sondaica • Manusia terinfeksi melalui gigitan pinjal atau tinja pinjal yang mengandung Y. pestis • Gejala Klinis : peradangan dan pembesaran kelenjar limfe terbentuk benjolan/bubo (disebut pes bubo/bubonic plague) Y. pestis masuk ke dalam peredaran darah (disebut pes septikimia/septichemic plague) masuk kedalam paru (disebut pes paru/pulmonic plague). Penderita dapat meninggal dalam 2-3 hari setelah terinfeksi • Cara penularan : Propagatif
DAUR HIDUP • Pinjal hidup sebagai parasit tikus ladang dan bersarang di antara bulu tikus • Mengalami metamorfosis sempurna selama 18 hari
EPIDEMIOLOGI • Penyakit pes sebenarnya adalah penyakit tikus (zoonosis) • Pemberantasan: • Menangkap tikus dengan perangkap dan membunuhnya • Memberantas tikus dengan insektisida DDT dan BHC (bensin heksaklorida) • Upaya pemberantasan tsb berbahaya, yaitu bila pinjal kehilangan hospesnya (tikus), pinjal mencari hospes baru. • Jalan keluar: • Tikus yang tertangkap dibersihkan pinjalnya kemudian dilepas dan ditangkap kembali pada penangkapan berikutnya • Mempertahan populasi tikus di daerah endemi pada jumlah minimal ttt dan di pantau dengan indeks pinjal
4. VEKTOR MEKANIK 4.1. MUSCA • Musca domestika (lalat rumah) berperan sebagai vektor mekanik amebiasis, disentri basilaris dan penyakit cacing usus di Indonesia • Mudah berkembang biak • Tempat perindukan : timbunan sampah sekitar rumah, tinja manusia dan binatang • Jarak terbang : 10 km • Umur lalat dewasa: 2-4 minggu • Mengurangi populasi lalat: • Membersihkan rumah dan pekarangan dari sampah • Memasang kawat kasa • Menutup makanan • Mengadakan samijaga
PENGENDALIAN VEKTOR Pengendalian vektor terdiri atas : • Pengendalian secara alami : yang berperan adalah faktor-faktor ekologi yang bukan merupakan tindakan manusia, yaitu topografi, ketinggian, iklim, musuh alami vektor • Pengendalian secara buatan : dilakukan atas usaha manusia, yaitu : • Pengendalian lingkungan (enviromental control) terdiri atas : • Modifikasi lingkungan (environmental modification) • Manipulasi lingkungan (environmental manipulation)
PENGENDALIAN VEKTOR (Lanjutan) • Pengendalian Kimiawi : menggunakan bahan kimia pembunuh serangga (insektisida) ataupun penghalau serangga (repellent) • Pengendalian Mekanik Menggunakan alat yang langsung dapat membunuh, menangkap atau menghalau, menyisir, mengeluarkan serangga dari jaringan tubuh • Pengendalian Fisik Meliputi pemanasan, pembekuan, hembusan angin,penyinaran Tujuan: mengganggukehidupan serangga • Pengendalian Biologik Menggunakan pemangsa dan parasit sebagai musuh alami serangga • Pengendalian Genetika Bertujuan mengganti populasi serangga yang berbahaya dengan populasi baru yang tidak merugikan, melalui pengubahan kemampuan reproduksi dengan cara memandulkan serangga jantan • Pengendalian Legislatif Tujuan mencagah tersebarnya serangga berbahaya dari satu daerah lain atau dari luar negeri ke Indonesia
ANTROPODA PENYEBAB ALERGI DAN REAKSI TOKSIK • KONTAK 1.1. Kupu-kupu • Larva kupu-kupu (ulat bulu) mengandung toksin, bila kontak dengan manusia kelainan erusisme (urtikaria, nyeri,gatal) • Kontak dengan bulu pada abdomen kupukupu dewasa Lepidopterisme (dermatitis mirip giant urticaria) • Epidemiologi : Terdapatnya kasus di suatu daerah dipengaruhi oleh spesies kupu-kupu, keadaan daerah dan kebiasaan masyarakat sebagai petani/pekerja kebun
1.2. Tungau Debu (Dematophagoides pteronyssimus) • Ditemukan pada debu rumah di tempat tidur,karpet,lantai dan luar rumah seperti sarang burung dan permukaan kulit binatang • Penyebab asma alergi karena seluruh tubuh tungau mengandung alergen • Epidemiologi : Populasi tungau debu dalam rumah tergantung pada : • Ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut • Iklim • Binatang yang ada dalam rumah • Sanitasi • Suhu dan kelembaban udara
2. SENGATAN 2.1. Lebah • Memiliki alat penyengat yang mengeluarkan toksin • Akibat sengatan : ringan (nyeri,gatal) dan berat (mual,demam,sesak napas,kolaps) 2.2. Kalajengking • Memiliki alat penyengat yang mengeluarkan toksin • Akibat sengatan:nyeri, dapat menimbulkan keracunan sistemik kematian karna syok dan paralisis pernapasan
3. GIGITAN 3.1. Kelabang • Menimbulkan nyeri dan eritema karena toksin yang keluar 3.2. Laba-laba • Menyebabkan kelainan yang disebut araknidisme (arachnidisme) ; menurut sifat toksinnya terdiri atas araknidisme nekrotik dan araknidisme sistemik 3.3. Sengkenit • Mengandung toksin yang dapat menyebabkan paralisis • Epidemiologi : Di Indonesia, terutama di Nusa Tenggara, banyak terdapat peternakan sapi dapat ditemukan kasus paralisis karena sengkenit