290 likes | 739 Views
Lahan Gambut: Pemanasan Global dan Perdagangan Karbon. Terbentuknya Gambut. Gambut terbentuk apabila terdapat limpahan biomass atau vegetasi pada suatu kawasan yang mengalami hambatan dalam proses dekomposisi nya.
E N D
Terbentuknya Gambut • Gambut terbentuk apabila terdapat limpahan biomass atau vegetasi pada suatu kawasan yang mengalami hambatan dalam proses dekomposisinya. • Faktor penghambat utama tersebut adalah genangan air sepanjang tahun atau kondisi rawa. • Dalam konteks yang demikian, hutan sebagai penghasil limpahan biomass, yang mendominasi wilayah Kalimantan Tengah (sekitar 65,05 % dari total luas wilayah), khususnya pada areal-areal yang selalu tergenang air adalah merupakan kawasan potensial terbentuknya gambut. Tetapi sebaliknya, tidak semua areal hutan dapat membentuk lahan-lahan bergambut.
Gambut terbentuk dari seresah organik yang terdekomposisi secara anaerobik dimana laju penambahan bahan organik lebih tinggi daripada laju dekomposisinya
Zaman Pembentukan Gambut • Pembentukan gambut di beberapa daerah pantai Indonesia diperkirakan dimulai sejak zaman glasial akhir, sekitar 3.000 - 5.000 tahun yang lalu. Untuk gambut pedalaman bahkan lebih lama lagi, yaitu sekitar 10.000 tahun yang lalu. (Brady, 1997)
SPESIFIKASI LAHAN GAMBUT • Penyebaran : - Di daerah rawa,yaitu lahan yg menempati posisi peralihan diantara daratan dan sistem perairan. - Lahan ini sepanjang tahun/selama waktu yg panjang dalam setahun selalu jenuh air. - Terdapat di cekungan,depresi atau bagian2 terendah di pelimbahan dan menyebar di dataran rendah sampai tinggi.
Pembagian Lahan Gambut Berdasar tingkat kesuburan alami : 1. Eutrofik 2. Oligotrofik 3. Mesotrofik Menurut Widjaja-adhi et al, 1992 dan Subagyo, et al, 1996 : 1. Dangkal (50-100 m) 3. Dalam (200-300 m) 2. Agak dalam (100-200 m) 4. Sangat dalam (>300 m) Berdasar lingk. tumbuh dan pengendapan gambut : 1. Gambut ombrogenous 2. Gambut topogenous
SIFAT LAHAN GAMBUT - Sifat inheren paling penting dari tanah gambut tropis : 1. Bahan penyusun dari kayu2an 2. Dalam keadaan tergenang 3. Sifat menyusut dan subsidence (penurunan permukaan gambut) karena drainase 4. pH yang sangat rendah dan status kesuburan yang rendah
A. SIFAT FISIK - Umumnya berwarna coklat kemerahan hingga coklat tua tergantung tahap dekomposisinya. - Kandungan air yang tinggi dan kapasitas memegang air 15-30 kali dari berat kering. - Bulk density yang rendah (0,05-0,4 g/cm³) - Porositas total diantara 75-95% - Sifat lain yang merugikan adlh apabila gambut mengalami pengeringan yang berlebih hingga koloid gambut menjadi rusak, dan terjadi gejala kering yang tidak kembali kemudian gambut berubah sifat menjadi arang shg tidak dapat menyerap air dan unsur hara yang dapat menyebabkan gambut mudah terbakar.
B. SIFAT KIMIA - Dipengaruhi ketebalan horison organik,sifat subsoil,dan frekuensi luapan air sungai - Lahan gambut tropis memiliki kandungan mineral yang rendah dengan kandungan bahan organik lebih dari 90% - Secara kimiawi bereaksi masam (pH di bawah 4) - Kandungan N total tinggi tetapi tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N yang tinggi. - Kandungan unsur mikro khususnya Cu,B dan Zn sangat rendah - Pada gambut dangkal pH lebih tinggi (4,0-5,1),pada gambut dalam (3,1-3,9)
Fungsi Ekologis Gambut Secara ekologis, hutan rawa gambut merupakan : • habitat bagi spesies langka orangutan (Pongo pygmaeus) baik di Sumatera maupun Kalimantan, • Tempat pemijahan ikan, • reservoir air, yang ditumbuhi oleh vegetasi hutan hujan selalu hijau (evergreen), • serta sumber pencaharian penduduk sekitar.
Potensi Carbon Tanah Gambut • Gambut merupakan deposit karbon yg sangat besar. Estimasi 2002 dari tanah gambut seluas 7,20 juta dan 5,77 juta hektar (berturut-turut di P. Sumatra dan P. Kalimantan), yang tersebar pada berbagai kedalaman, menunjukkan simpanan total karbon sebanyak 30 Gt (Giga Ton) C.
Secara global lahan gambut menyimpan sekitar 329 - 525 giga ton (Gt) karbon atau 15-35 % dari total karbon terestris. Sekitar 86 % (455 Gt) dari Karbon di lahan gambut tersebut tersimpan di daerah temperate (Kanada dan Rusia) sedangkan sisanya sekitar 14 % (70 Gt) terdapat di daerah tropis. (Murdiyarso et al, 2004).
Kebakaran Lahan Gambut • Cadangan karbon yang besar ini pulalah yang menyebabkan tinggginya jumlah karbon yang dilepaskan ke atmosfer ketika lahan gambut di Indonesia terbakar pada tahun 1997, yang berkisar antara 0,81-2,57 Gt (Page, 2002).
Kerugian Akibat Kebakaran Gambut • Polusi asap pertahun 60% berasal dari hutan gambut, walaupun persen penutupannya hanya berkisar 10- 14% saja. Kebakaran gambut pada tahun 1997/ 1998 jumlahnya 13- 40% dari emisi tahunan yang disebabkan pembakaran bahan bakar minyak di seluruh dunia (Peter dan Nina, 2002). • Pengeringan gambut juga akan melepas emisi CO2 sebesar 50- 100 ton/ tahun/ ha dan di Asia Tenggara diperkirakan terdapat 7 juta ha lahan gambut yang telah dikeringkan (Van Den Eelart, 2006). • Kebakaran hutan gambut pada rentang waktu tahun 1997/ 1998 mengakibatkan kerugian negara sekitar 800 juta dollar atau setara dengan 8 trilyun rupiah, di samping dampak lain seperti rusaknya ekosistem, gangguan transportasi, kesehatan, berkurangnya produktifitas lahan yang sangat besar dan ilmu pengetahuan sehingga mampu menghentikan hampir seluruh roda kehidupan dan memberi goncangan yang dahsyat kepada pemerintah dan negara.
Gas Rumah Kaca • 20 % dari emisi gas rumah kaca (GRK) dunia disebabkan oleh deforestasi, bahkan di negara-negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi seperti Indonesia dan Brazil. • Emisi dari penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan dan kehutanan Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan sebesar 2.563 Mt CO2 atau sama dengan 20 % dari total emisi perubahan lahan dan hutan dunia, sebagian besar penyumbang emisi ini adalah deforestasi dan degradasi hutan. (WWF, 2008)
Cadangan karbon dari suatu bentang lahan juga dapat dipindahkan melalui penebangan kayu, hanya saja kecepatannya dalam melepaskan C ke atmosfir tergantung pada penggunaan kayu tersebut. • Diperkirakan bahwa antara tahun 1990-1999, perubahan penggunaan lahan memberikan sumbangan sekitar 1.7 Gt tahun-1 dari total emisi CO2 (Watson et al., 2000, di dalam Lusiana et al, 2005).
Gambut sebagai Penjaga Iklim Global • Pendugaan emisi yang dilakukan di lahan gambut di sekitar Taman Nasional Berbak, Sumatera menunjukan angka sebesar 7 juta ton karbon (Murdiyarso et al., 2004). • Dengan demikian, gambut memiliki peran yang cukup besar sebagai penjaga iklim global. • Apabila gambut tersebut terbakar atau mengalami kerusakan, materi ini akan mengeluarkan gas terutama CO2, N2O dan CH4 ke udara dan siap menjadi perubah iklim dunia (Najiyati et al, 2005).
Karbon Kredit • Suatu mekanisme pembiayaan “karbon kredit” dikembangkan untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi lahan yang dikenal dengan REDD (reduce emissions from deforestation and forest degradation). • Konsepnya adalah negara maju membeli stock karbon (karbon yang tertambat di pohon/vegetasi, karbon tertambat di tanah gambut) yang berada di negara-negara yang memiliki hutan tropis terbesar untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan mereka. • Badan ilmiah PBB untuk perubahan iklim, UNFCCC membuat laporan tentang bagaimana mencapai target REDD tersebut yang disampaikan pada konferensi di Bali pada bulan Desember 2007 lalu. Para pendukung REDD menginginkan insentif bagi konservasi hutan dan menjadi bagian dari instrumen perdagangan karbon pasca 2012 (fase selanjutnya dari Protokol Kyoto).
Pelaksanaan Karbon Kredit Namun, langkah untuk menuju ”pasar perdagangan karbon” ini tidaklah mudah, banyak hal yang harus dipertimbangkan dengan bijak, seperti : • masyarakat adat dan hak-hak lokal yang diakui keberadaannya. • kesiapan Pemerintah untuk mengeluarkan perusahaan-perusahaan perkebunan yang telah melakukan ekspansi di lahan gambut. Karena regulasi di negara ini menetapkan gambut dengan kedalaman 3 (tiga) meter atau lebih sebagai kawasan lindung (KEPPRES No. 32 Tahun 1990).
Daftar Pustaka • Brady, M.A. 1997. Effect of Vegetation Changes on Organic Matter Dynamics in Three Coastal Peat Deposits in Sumatra, Indonesia. In: J. O. Rieley & S. E. Page, Biodiversity and Sustainability of Tropical Peatlands. Proceeding of The International Symposium on Biodiversity, Environmental Importance and Sustainability of Tropical Peat and Peatlands. Palangkaraya, Indonesia, 4-8 September 1995. Samara Publishing Limited, Cardigan, UK, 113-134 • Lusiana, B M. van Noordwijk., S. Rahayu. 2005. Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan. ICRAF. Bogor • Mudiyarso, D., U. Rosalina., K. Hairiah., L. Muslihat., I.N.N. Suryadiputra., A. Jaya. 2004. Petunjuk Lapangan Pendugaan Cadangan Karbon pada Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forest and peatlands in Indonesia. Wetlands International-Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor • Najiyati, S., A. Asmana., I.N.N. Suryadiputra. 2005. Pemberdayaan Masyarakat di Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forest and peatlands in Indonesia. Wetlands International-Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor • Page, S.E., J.O. Rieley., H.-D.V Boehm, A. Jaya and S.H. Limin. 2002. The Amount Of Carbon Released From Peat And Forest Fires In Indonesia During 1997. Nature, 420:61-65 • Rieley, J. O. 2007. Environmental and economic Importance of Lowland Tropical Peatlands of Southeast Asia: Focus on Indonesia. In: Wosten, H., Radjagukguk, B. 2007. Open Science Meeting 2005, Session on The Role of Tropical Peatlands in Global Change Processes, Science and Society: New Challenges and Opportunities 27-29 September 2005, Yogyakarta, Indonesia. Andi Offset. Yogyakarta • WWF. 2008. Deforestation, Forest Degradation, Biodiversity Loss and CO2 Emissions in Riau, Sumatra, Indonesia-One Indonesian Province’s Forest and Peat Soil Carbon Loss over a Quarter Century and its Plan for the Future. WWF Indonesia Technical Report. Jakarta
Disusun Oleh: • Hanung Anggara H (5722) • Wahyu Prabowo (5676) • Alan Cabout (5750) • Anugerah Susilo (5666) • Ari Wijaya (5804) • Novia Ratih Vandanawati (5704) • Suhartini (5220) • Bramanti D (5226)