360 likes | 674 Views
TEORI SUB-SURFACE FLOW SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014. Sistem Lahan Basah Buatan (LBB)
E N D
TEORI SUB-SURFACE FLOW SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikanoleh Smno.jursntnhfpub.2014
SistemLahanBasahBuatan (LBB) Sistemlahanbasahbiasanyadigambarkandalambentukposisipermukaan air dan / ataujenisvegetasiyang ditanam. Sebagianbesarlahanbasahalamiadalahsistem air permukaanbebasdimanapermukaan air terkenaatmosfer; sistemlahanbasahinitermasukbogs (vegetasiprimernyalumut), rawa-swamp (vegetasiprimernyapohon), danrawa-rawamarsh (vegetasiprimernyarumputdantumbuhanapungan).SebuahLBB denganaliranbawahpermukaan(ABP) dirancangkhususuntukpengolahanataupembersihanbeberapajenis air limbahdanbiasanyadibangunsebagaibedenganatausaluran yang berisi media tanam yang tepat.Batukasar, kerikil, pasirdankotoranlainnyadapatdigunakan, namundemikianmedia kerikil yang paling umumdigunakandiAmerikaSerikatdanEropa. Media tanaminibiasanyaditanamidenganjenis-jenisvegetasiekosistemrawa-rawa, danpermukaan air dirancanguntuktetapberadadibawahpermukaanatas medium. Keuntunganutamadaripermukaan air dibawahpermukaanmedia tanaminiadalahpencegahannyamukdanbau, daneliminasirisikokontakpublikdengan air limbahyang belumbersih.
Perbaikan kualitas air di lahan basah alami telah diamati oleh para ilmuwan dan insinyur selama bertahun-tahun dan halini telahmemunculkanperkembangan lahan basah buatan (LBB) sebagai upaya untuk meniru perbaikankualitas air dan manfaathabitat dari lahan basah alami dalam ekosistem buatan.Reaksi-reaksi fisika, kimia, dan biokimia semuanyaberkontribusi dalampeningkatan kualitas air dalam sistem lahan basah buatanini.Reaksi biologis diyakini karena aktivitas mikroorganisme yang melekat pada permukaan substrat yang terendam air limbah.Dalam kasus LBB-PAB(permukaan air bebas), substrat ini adalah bagian terendam dari tanaman yang hidup, seresahtanaman, dan lapisan tanah bentik. Dalam LBB-ABP, substrat terendam adalahakar tanaman yang tumbuh di mediatanam, dan permukaan media itu sendiri. Karena luas permukaan media dalam LBB-ABPjauh melebihi substrat dalam LBB-PAB, makalaju reaksi mikroba pad LBB-ABPdapatlebih tinggi daripada LBB-PAB untuk sebagian besar kontaminan.Akibatnya, LBB-ABPdapatlebih kecil ukurannyadibandingkandnegan LBB-PABuntuk laju aliran yang sama dan tujuan kualitas air limbah yang optimum.
Reed, S.C., R.W. Crites dan E.J. Middlebrooks. 1995. Natural Systems for Waste Management and Treatment – Second Edition, McGraw Hill Co, New York, New York.. LBB-ABP biasanya mencakup satu atau lebih cekungan dangkal atau saluran dengan penghalang untuk mencegah rembesan air limbahkedalam groundwater yang sensitif. Jenis penghalang tergantung pada kondisi lokal. Dalam beberapa kasus,pemadatan tanah lokal sudahdapatberfungsisecara memadai, dalam kasus lainnyadiperlukantanah liat khususdaritempat lain atau lembaranmembran plastik (PVC atau HDPE). Strukturinlet dan outlet yang sesuaidigunakan untuk menjamin distribusi air limbahsecaraseragam dan koleksi air limbah yang diperlukan. Sebuah pipa berlubang sering digunakan dalam sistem LBB-ABP yang lebih kecil. Kedalaman media pada LBB-ABPini berkisar 0,3-0,9 meter (1 sampai 3 kaki) dan yang paling lazimadalah0,6 meter (2 kaki). Ukuran media yang digunakan berkisar dari kerikil halus (0,6 cm) hinggabatu hancur besar (15,2 cm). Kombinasi ukuran dari 1,3 cm hingga3,8 cm paling lazimdigunakan (Reed, Crites dan Middlebrooks, 1995). Media kerikil ini harus bersih, keras, tahan lama danmampu mempertahankan bentuk dan permeabilitasnyadalam jangka panjang.
Kadlec, R.H. dan R. Knight. 1996. Treatment Wetlands, Lewis Publishers, Boca Raton, Florida. Reed, S.C., R.W. Crites dan E.J. Middlebrooks. 1995. Natural Systems for Waste Management and Treatment – Second Edition, McGraw Hill Co, New York, New York.. Crites, R.W. dan G. Tchobanoglous. 1998. Small and Decentralized Wastewater Management Systems, McGraw Hill Co., New York, New York. Model untuk desain LBB-ABP telah tersedia sejak akhir tahun1980-an. Upaya-upayayang lebih baru yang dimulaisejaktaghun1990-an telah menghasilkan tiga buku teks yang berisi model desain untuk LBB-ABP(Reed, et al, 1995, Kadlec Dan Ksatria 1996, Crites danTchobanoglous, 1998). Model-model LBB didasarkan pada kinetika aliran order pertama, tetapi hasilnya tidak selalu bersesuaiankarena pilihan parapengembangnyadan karena tidakdigunakandatabase yang sama untuk derivasi Model-model LBB.
Ukuran LBB-ABP ditentukan oleh bahanpencemar yang membutuhkan lahan terbesar untuk menghilangkannya. Ini adalah luaspermukaan bagiandasardari LBB dan agar supayapermukaaniniefektif100 persen, makaaliran air limbah harus didistribusikan secara merata ke seluruh permukaan. Hal ini dimungkinkan dengan LBB yang kemiringandasarpermukaannyadibuatdneganhati-hatidanpenggunaan strukturinlet dan outlet yang tepat. Total luasanpengolahanharus dibagi menjadi setidaknya dua sel untuk sistem yang berukurankecil. Sistem yang lebih besar harus memiliki minimal dua rangkaiansel paraleluntuk memberikan fleksibilitas bagi manajemen dan pemeliharaannya.
Lahanbasahbuatan (LBB)atau taman-air merupakan lahan basah buatan yang dibuat sebagai habitat baru atau pulihanuntuk satwa liar asli dan jenis-jenissatwamigrasi, untuk mengolahlimbahantropogenik, limpasan air ghujan, atau pengolahan air limbah, reklamasi lahan bekaspenambangan, kilangminyak, atau gangguan ekologi lainnya, seperti mitigasi yang diperlukan untuk daerah alami yang hilangakibatpembangunan. Lahan basah alami (LBA) bertindak sebagai biofilter, menghapus sedimen dan polutan seperti logam berat dari air, dan lahan basah buatan (LBB) dapat dirancang untuk meniru fitur-fiturlahanbasahalamiah.
Bio-filtrasi Vegetasidilahanbasahmenyediakansubstrat (akar, batang, dandaun) dimanamikroorganismedapattumbuhpadasaatmerekamendekomposisibahanorganik. Komunitasmikroorganismeinidikenalsebagaiperifiton. Perifitondanproses-proseskimiaalamiahbertanggungjawabsekitar90 persendaripengambilanpolutandandegradasilimbah. Tanamanmenghapussekitartujuhsampaisepuluhpersenpolutan, danbertindaksebagaisumberkarbonbagimikrobaketikamerekamengalamidekomposisi. Berbagaijenistanaman air memilikitingkat yang berbeda-bedauntukmenyeraplogamberat, kemampuaninimenjadibahanpertimbanganuntukmemilihjenistanamandilahanbasahbuatanuntukpengolahan air limbah. Lahanbasahbuatanbiasnayaterdiridariduatipedasar, yaitualiranpermukaan (AP) danaliranbawahpermukaan (ABP).
LBB –AP (LahanBasahBuatan - AliranPermukaan) Lahan basah buatandenganaliran permukaan (LBB-AP) mengalirkan air limbahdiataspermukaantanahdalamsuatusistemrawa yang ditanami, dan dengan demikian dapat didukung oleh berbagaijenis material tanah sepertilumpurpantaidan tanah liat berdebu. Penanaman jenis “reedbed” sangatpopuler padalahan basah buatandiEropa, dan tanaman tanaman rawa (Typha spp.), Sedges, eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan Pontederia spp. digunakan di seluruh dunia (meskipun Typha dan Phragmites bersifatsangat invasif). Penelitian terbaru tentangpenggunaan LBB didaerah subarctic menunjukkan bahwa tumbuhanbuckbeans (Menyanthes trifoliata) dan rumput liontin (Arctophila fulva) sangatberguna untuk penyerapan polutanlogam.
LBB-ABP (AliranBawahPermukaan) Lahan basahbuatandenganaliran bawah permukaan dapat diklasifikasikan menjadi LBB denganaliran horizontal (LBB-AH) dan LBB denganaliranvertikal (LBB-AV). Lahan basah buatandenganaliran bawah permukaan memindahkan air limbah (air limbah rumah tangga, pertanian, limbahpabrik kertas atau limpasan pertambangan, penyamakan kulit atau limbahpengolahandaging, atau saluran air hujan, atau air limbahlainnya) melalui media tanamkerikil (umumnya batukapur atau batuan vulkanik) atau media pasir yang ditanamidenganjenistanamanyang berakar. Dalam sistem aliran bawah permukaanini, air limbah dapat bergerak secarahorisontal, sejajar dengan permukaan, atau vertikal, dari lapisan yang ditanamiturun melalui substrat dan mengalirkeluar. LBB-AH kurang ramah bagipopulasinyamuk (karena tidak ada air dipermukaan) ; populasi nyamukinidapat menjadi masalah seriusdalamsistem LBB-AP. Tanaman karnivora dapatdigunakan untuk mengatasi masalah nyamukini.Sistem aliran bawah permukaan memiliki keuntungan karenahanyamembutuhkan lahan sedikituntuk pengolahan air, tetapi umumnya tidak sesuai untuk habitat satwa liar.
Hammer, D.A. (ed.). 1989. Constructed wetlands for wastewater treatment. Chelsea, Michigan: Lewis publishers. Davies, T.H. dan B.T. Hart. 1990. Use of aeration to promote nitrification in reed beds treating wastewater. Advanced Water Pollution Control, 11: 77–84. Fried, M. dan L.A. Dean. 1955. Phosphate retention by iron and aluminum in cation exchange systems. Soil Science Society of America Proceedings: 143–47. Sah, R.N. dan D. Mikkelson. 1986. Transformations of inorganic phosphorus during the flooding and draining cycles of soil. American Journal Soil Science, 50: 62–67. Patrick, W.H., Jr. dan K.R. Reddy. 1976. Nitrification-denitrification in flooded soils and water bottoms: dependence on oxygen supply and ammonium diffusion. Journal of Environmental Quality , 5: 469-472. PengambilanKontaminansecaraUmum Proses-proses fisika, kimia, dan proses biologis bekerjabersama-samadalamsistemlahan basah untuk menghilangkan kontaminan dari air limbah. Pemahaman tentang proses-proses ini sangatfundamental , tidak hanya untuk merancang sistem lahan basah buatantetapi untuk memahami nasib kimiawiair limbah yang memasuki sistemlahan basahbuatan. Secara teoritis, pengolahan air limbah dalam konstruksi lahan basah buatanterjadi saat merekamelewati medium lahan basah dan rizosfer tumbuhan. Sebuah film tipis disekitar setiap akar rambut bersifataerobik karena kebocoran oksigen dari rimpang, akar, dan rootlets. Mikro-organisme aerobik dan anaerobik memfasilitasi dekomposisi bahan organik. Mikroba nitrifikasi dan denitrifikasi melepaskan gas nitrogen ke atmosfer. Fosfor diendapkanbersamadengan besi, aluminium, dan senyawa kalsium yang beradadimedia tumbuhakar (Fried dan Dean, 1955; Patrick dan Reddy, 1976; Sah dan Mikkelson, 1986; Hammer, 1989; Davies dan Hart, 1990).Padatan tersuspensi akanmengendapkarena mereka menetap dalamkolom air di lahan basah aliran permukaan atau secara fisik disaring oleh medium dalam lahanbasahdneganaliran bawah permukaan. Bakteri berbahaya dan virus dapatdikurangi dengan filtrasi dan adsorpsi olehbiofilm pada media batuan dalam LBB denganaliran bawah permukaan dan LBB denganaliran vertikal.
Eger, P. dan K. Lapakko. 1988. Nickel and copper removal from mine drainage by a natural wetland. U.S. Bureau of Mines Circular 9183, 301-309. Otte, M.L., C.C. Kearns dan M.O. Doyle. 1995. Accumulation of arsenic and zinc in the rhizosphere of wetland plants. Bull. Environ. Contam. Toxicol. 55: 154-161. PengambilanLogam Lahan basah buatan(LBB) telah digunakan secara luas untuk menghilangkan logam dan metaloid yang terlarutdalam air limbah. Meskipun kontaminan ini lazim dalam air drainase tambang, mereka juga ditemukan dalam limpasan air hujandan air sungai, lindi sampahdan sumber-sumber lain (misalnya, lindi atau air bekasdi pembangkit listrik tenaga batubara). Lahanbasahbutaandibuatuntukmengolahanekamacam air limbahtambang(Eger dan Lapakko, 1988), dan aplikasi lainnya(Otte, Kearns dan Doyle,1995).
Naz,M., S. Uyanik, M. I.Yesilnacardan E. Sahinkaya. 2009. Side-by-side comparison of horizontal subsurface flow and free water surface flow constructed wetlands and artificial neural network (ANN) modelling approach. Ecological Engineering, 35(8): 1255–1263. Naz, et al. (2009) merancangsistem LBB-ABP-AHdan LBB-PAB(masing-masingseluas4 m2) di kampus Universitas Harran, Sanliurfa, Turki. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kinerja dari dua sistem LBB gunaperencanaan masa depan sistem pengolahan air limbah di kampus. Kedua sistem lahan basah ditanamidengan Phragmites australis dan Canna indica. Selama periode pengamatan (10 bulan), kondisi lingkungan,seperti pH, suhu , COD total , CODlarut, total BOD, BOD terlarut, total padatan tersuspensi (TSS), fosfat total (TP ), total nitrogen (TN), semuanyadiukur. Hasil-hasilpenelitianmenunjukkanrata-rata efisiensi penyerapantahunan untuk keduasistemini masing-masing adalah : Total COD (75,7% dan 69,9%), COD terlarut(85,4% dan 84,3%), Total BOD (79,6% dan 87,6% ), BOD terlarut (87,7% dan 95,3%), TN (33,2% dan 39,4%), dan TP (31,5% dan 6,5%). EfisiensipenyerapanCOD larutdan BOD larutkedua sistem inimeningkat secara bertahap sejak awalpercobaan. Setelah sembilan bulan operasi, penghapusan bahanorganiklebihdari90%. Kinerja pengolahansistem LBB-ABP-AH yang lebih baik, haliniberkenaan dengan penghapusan padatan tersuspensi total dan COD pada suhu yang sangat tinggi. Dalam sistem LBB-PAB, konsentrasi COD sangat melebihi nilai batas debit karena tingginyakonsentrasi ganggang selamamusim semi (Naz, et al., 2009) .Kinerja kedua sistem inidapatdimodelkan dengan menggunakan algoritma jaringan-propagasi saraftiruan. Model jaringansyaraftiruaninikompeten untuk memberikan perbandingan yang wajar antara nilai-nilai yang diukur dengan nilaiperkiraan konsentrasi total COD, BOD terlarut , COD Total , dalam air limbah yang diolahdalamsistem LBB.
Tomenko , V., S. Ahmeddan V. Popov. 2007. Modelling constructed wetland treatment system performance. Ecological Modelling, 205(3–4): 355–364. Tomenko, Ahmed dan Popov (2007) membandingkan analisis regresi berganda (MRA) dan dua jaringan syaraf tiruan (JST) - multilayer perceptron (MLP) dan radial jaringan fungsi basis (RBF)-dalam hal akurasi dan efisiensinyauntukditerapkan pada prediksi kebutuhan oksigen biokimia (BOD) pada titik-titik konsentrasi limbah dan pusatpengolahan air limbahdengansistem LBB-ABP. Kinerja MRA dimaksimalkan dengan memanfaatkan 14 kali lipat validasisilang. MRA danmodel ANN ternyatamampumenjadialat yang efisien dan kuat untukmemprediksi kinerja LBB-ABP. MLP dan RBF menghasilkan hasil yang paling akurat yang menunjukkan potensi kuat untuk pemodelan proses pengolahan air limbah.
Vymazal, J. 2009. The use constructed wetlands with horizontal sub-surface flow for various types of wastewater. Ecological Engineering, 35 (1): 1–17. Lahan basah buatan (LBB) dengan aliran bawahpermukaan horisontal (ABP-AH) telah digunakan untuk pengolahan air limbah selama lebih dari 30 tahun. Kebanyakan sisteminitelah dirancang untuk mengolah air limbah kota atau air limbahdomestik (Vymazal, 2009). Pada saat ini, pengolahan air limbahkota tidak hanya fokus pada polutan umum tetapi juga pada parameter khusus seperti obat-obatan, bahan kimia endokrin berbahayaatau alkylbenzensulfonates linear (LAS). Model sisteminidigunakan untuk mengolahbanyak jenis air limbah. Aplikasiindustrial termasuk air limbah dari kilang minyak, pabrik kimia, produksi pulp dan kertas, penyamakan kulit dan industri tekstil, rumah potong hewan, dan industri penyulingan minumananggur. Secara khusus, penggunaan sisteminimenjadi sangat umum untuk pengobatan air limbah pengolahan makanan (misalnya, produksi dan pengolahan susu, keju, kentang, gula). Lahan basah buataninijuga berhasil digunakan untuk mengolahair limbah dari pertanian (misalnyapeternakan babi, limbah perikanan) dan berbagai air limpasan (pertanian, bandara, jalan raya, rumah kaca, pembibitan tanaman). Sisteminijuga efektif digunakan untuk mengolahlindi sampah. Selain digunakan sebagai satu kesatuan, sisteminijuga digunakan dalam kombinasinyadengan jenis-jenis lahan basah buatandengansistem hibrida (Vymazal, 2009).
Wynn,M.T. dan S.K. Liehr. . 2001. Development of a constructed subsurface-flow wetland simulation model . Ecological Engineering, 16(4): 519–536. Wynn dan Liehr(2001) menyajikan model-model mekanistik, model simulasi kompartemen LBB-ABP. Model ini terdiri dari enam sub model, termasuk sikluskarbon dannitrogen, pertumbuhanbakteriautotrofikdan heterotrofik dan metabolismenya, dan kesetimbanganair dan oksigen.Interaksi antara siklus-sikluskarbon, nitrogen, dan oksigen munculdalam output model. Secara umum, konsentrasi BOD limbah, nitrogen organik, amonium nitrat dapat diperkirakan dengan baik. Denganketerbatasanpengetahuantentang aerasi zone akartanaman lahan basah, prediksi oksigen ternyatacukupbagus. Model ini umumnya tidak sensitif terhadap perubahan parameter individual. Hal ini disebabkan olehkompleksitas ekosistem dan model, serta berbagai mekanisme umpan balik yang mungkinterjadi. Model ini paling sensitif terhadap perubahan parameter yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dan penggunaan substrat secara langsung. Model-model dinamis, kompartemen, danmodel simulasi ini merupakanalat bantu yang efektif untuk mengevaluasi kinerja Sistem LBB-ABP. Model ini memberikan wawasan mengenaimasalah pengolahan air limbahdalamlahan basah buatan. Dengan evaluasi lebih lanjut dan perbaikannya, model ini akan menjadi alat yang berguna untuk desain sistem LBB-ABP.
AplikasiUmumLahanBasahBuatan (LBB) Adatiga macam LBB yang biasanyamenggunakangabungankolam pengolahan air limbah. Tiga jenispengolahaninimenggunakan media tanam(lahan basah buatandengantanaman reed). Semua sistem ini digunakan secara komersial, biasanya bersama-sama dengan tangki septik sebagai saranapengolahanutama, Imhoff tank atau penyaringuntuk memisahkan padatan dari cairan limbah. Beberapa desain digunakan untuk bertindak sebagai saranapengolahan yang utama. Cara lain adalah kombinasi lahanbasahbuatandengantoilet-kompos.Jenis sistem LBB adalah: (1) LBB denganAliran permukaan (SF) , (2) LBB denganAliran Bawah Permukaan (SSF) , dan (3) LBB denganaliranvertikal(VF)Semua ketiga jenis LBB ditempatkan dalam baskom dengan substrat. Untuk sebagian besar usaha padabagian bawahnyadilapisi dengan geomembrane polimer, beton atau tanah liat (bila ada jenis tanah liat yang tepat) untuk melindungi permukaan air dan lahansekitarnya. Substrat dapat berupa kerikil ,batu kapur atau batu apung , batuan vulkanik, tergantung pada ketersediaan lokal, pasir atau campuran berbagai ukuran media (untuk LBB denganaliran vertikal).
.52. Karakteristikdisain LBB Sebuah kolampemurniairkomersial, ditanami denganjenisIris pseudacorus.LBB dnegan aliran permukaan : dicirikan oleh aliran horisontal air limbah melintasiakar tanaman. Air kotorinidialirkanbertahap, karenadiperlukanluasan yang besaruntukmembersihkan (20 meter persegi per orang)dan meningkatnya masalahbau dan pemurnian yang buruk padamusim dingin.
. LBB-ABP : aliran air limbah terjadi diantara akar tanaman dan tidak ada air permukaan (air limbahdisimpan di bawah media tumbuhkerikil). Akibatnya sistem ini lebih efisien, tidak menarik nyamuk, kurang berbau dan tidakpeka terhadap kondisi musim dingin. Sistemini jugamemerlukanlebih sedikit area yang dibutuhkan untuk memurnikan air5-10 meter persegi . Sebuah downside ke sistem adalah intake, yang dapat tersumbatdengan mudah, meskipun beberapa kerikil berukuran lebih besar dapatmengatasimasalah ini. Untuk aplikasi sekalabesar, sisteminisering digunakan berkombinasi dengan LBB-AV. Dalam iklim yang hangat, untuk mengolahlimbah organik, dibutuhkan sekitar 3,5 m2 / 150 L untuk campuranair hitam dan air abu-abu, dengan ketinggian air rata-rata 0,50 m. Dalam iklim dingin sisteminimemerlukan ukuran duakalilebihbesar(7 m2/150 L). Untuk pengolahan air hitamsaja, sisteminimembutuhkan sekitar2 m2 / 50 L dalam cuaca hangat.
Rai, P.K. 2008. Heavy metal pollution in aquatic ecosystems and its phytoremediation using wetland plants: an ecosustainable approach. Int. J. Phytoremediation, 10(2): 131-58. Rai (2008) mengkaji masalah polusi logamberatyang berasal dari prosesindustrialisasi dan urbanisasi, sertapengolahannyadengan menggunakan sistemlahan basah buatanbervegetasibaik dalam kondisimikrokosmos maupunkondisi alamiahdilapangan. Kontaminasi logamberatdalam ekosistem akuatikkarena pembuangan limbah industri dapat menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan manusia. Metode-metodepengendapan alkali, kolom pertukaran ion, penghapusan elektrokimia, filtrasi, dan teknologi membran adalah teknologi saat ini tersedia untuk menyeraplogam beratdariperairan. Teknologi-teknologi konvensional tidak ekonomis dan dapat menghasilkan dampak negatif terhadapekosistem perairan. Fitoremediasi logam merupakanteknologihijau yang efektifdanmurah , berdasarkanpada penggunaan tanamankhusus yang dipilih untukmenyeraplogamberacun dari tanah dan air. Sistemlahan basah bervegetasimerupakanalat penting untuk menghilangkan logam berat. KonvensiRamsar, salah satu perjanjian konservasi global modern, mengadopsi konvensisebelumnyatahun 1971 dan berlaku efektif pada tahun 1975. Konvensi ini menekankan penggunaan sistemlahan basah buatansecara bijaksana. Tanaman lahan basah lebihdisukai daripada bio-agen lainnyakarena biayanyamurah, banyakditemukandalamekosistem perairan, dan penanganannyamudah. Rizosfer tanaman lahan basah menyediakan zona budidaya yang diperkaya untuk mikroba yang terlibat dalam degradasilimbah. Zona sedimenpadalahan basah buatanmenyediakan kondisi reduksiyang kondusif bagi penghapusan logam-logam. Lahan basah buatanterbukti efektif untuk pengurangan polusi logamberatdalam air asam tambang; lindi sampah; limbahtenaga panas; dan limbahkota, pertanian, kilang, dan limbahchlor-alkali. Sifat fisikokimia sistemlahan basah buataninimemberikan banyak atribut positif untuk remediasilogam berat. Tumbuhan air Typha, Phragmites, Eichhornia, Azolla, Lemna, dan tumbuhan air lainnya merupakantumbuhanlahan basah buatan yang ampuh untuk menghilangkan logam berat. Masalah pembuangan biomassa dan pertumbuhan musiman tumbuhan air menjadikendaladalam transfer teknologi fitoremediasi dari sekalalaboratorium ke sekalalapangan. Namundemikain, biomassa tumbuhan dapat digunakan untuk berbagai aplikasi yang bermanfaat. Model LBB yang ramahlingkungantelah dikembangkan melalui berbagai penelitian, yang dapat memperbaiki beberapa keterbatasannya (Rai , 2008) .
Mishra ,V.K., A.R.Upadhyaya, S.K.PandeydanB.D.Tripathi. 2008. Heavy metal pollution induced due to coal mining effluent on surrounding aquatic ecosystem and its management through naturally occurring aquatic macrophytes. . Bioresour Technol., 99(5): 930-936. Mishra et al. (2008) menggunakan tigajenistumbuhanair Eichhornia crassipes, Lemna minor dan Spirodela polyrhhiza,di laboratorium untuk menghilangkan logam berat dari limbah pertambangan batubara. Tumbuhaniniditanam secara tunggal dansampuran (kombinasi)selama percobaan fitoremediasi 21 hari. Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa kombinasi E. crassipes dan L. minor adalah yang paling efisien untuk menghilangkan logam berat, sedangkanE. Crassipes paling efisien dalam sistemmonokultur. Korelasi yang signifikan antara konsentrasi logam dalam air olahandenganmakro-fita. Faktortranslokasi,yaitu rasiokonsnetrasilogamdalamdaundengan konsentrasi logam dalamakar mengungkapkan bahwa logam sebagian besar disimpan dalam akar tumbuhan air.Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa akar tumbuhan air telah mengakumulasikanlogam berat kira-kira 10 kali dari konsentrasi awalnya. Tumbuhan air ini juga menjadi sasaran penilaian toksisitas dan tidak ada gejala keracunan logam, metode ini dapat diterapkan pada pengolahanskala besar air limbah dimana volume yang dihasilkan sangat tinggi dan konsentrasi polutannyarendah.
Choi, J.Y., M.C.Maniquiz , F.K.Geronimo, S.Y.Lee , B.S.LeedanL.H.Kim. 2012. Development of a horizontal subsurface flow modular constructed wetland for urban runoff treatment. Water Sci Technol., 66(9):1950-1957. Lahan basah buatan(LBB) juga diakui sebagai konstruksi sederhanadan pemeliharaannyamurah , dan kebutuhan energinyasangatrendah. Namundemikian, desain LBB terutama didasarkan pada pendekatanaturan-of-thumb. Choi, et al. (2012) mempelajari efisiensi modular LBB aliranhorisontal bawah permukaan denganmenggunakan empat skema desain yang berbeda-beda. Hasilpenelitianinimenunjukkanbahwaempat sistem telah mencapai penghapusan lebih dari 90% dari total padatan tersuspensi dan efisiensi penyerapannyalebih dari 50% total fosfor dan Zn. Sistem yang ditanamimencapai tingkat penyerapanpolutan lebih tinggi dari sistemtanpa tanaman. Dalam hal media-tanam, abu-dasarternyatalebih efektif dibandingkan denganpotongan-kayudalam menyerappolutan. Mengingat panjangnyaaliran, efisiensi penyerapanoptimum dicapai setelah melewati tangki sedimentasi dan lapisan media vertikal; sehubungan dengan kedalaman, polutan lainnya telah diserappada lapisan pasir bagianatas daripada di lapisan kerikil dibagianyang lebih rendah. Penelitian ini merekomendasikan luas permukaan 0,25-0,8% dari daerah tangkapan untuk LBB bervegetasidan 0,26 -0,9% untuk LBB tanpavegetasi, denganmenggunakan 7,5-10 mm curah hujan.
Camacho, V.J., A.DeL.Martínez, R.G.GómezdanL.M.Sanz. 2007. A comparative study of five horizontal subsurface flow constructed wetlands using different plant species for domestic wastewater treatment. Environ Technol., 28(12): 1333-1343. Camacho et al. (2007) mempelajari pengolahan air limbah domestik dengan sistem LBB-ABP-AHdan membandingkan efek dari empat spesies tanaman yang berbeda terhadapkondisi operasi, oksigen terlarut (DO), potensial redoks (ORP), dan efisiensinyadalammenyerappolutan. Lima sistem LBB-ABP-AH diberi makan selama 10 bulan dengan air limbah domestik sintetis, menggunakan waktu tinggal hidrolik teoritis 7,6 hari. Spesies tanaman yang diteliti adalah : Phragmites australis (LBB1), Lythrum salicaria (LBB3), Cladium mariscus (LBB4) dan Iris pseudacorus (LBB5). LBB2 adalahperlakuantanpatanamandan digunakan sebagai kontrol. Pengukuran kualitatif menunjukkanpertumbuhan yang lebih besar dari Lythrum salicaria dan Iris pseudacorus daripadajenistumbuhanyang lain. Konsentrasi oksigen terlarut sangat rendah dalam cairan massal padasemua sistemlahanbasahbuatan. Demikian juga nilai ORP yang sangat mirip dalam semua sistemlahan basah, haliniberhubungan dengan lingkungan anaerobik fakultatif. Semua lahan basah yang ditanamimeningkat penyerapannyapolutandibandingkan dengan lahan basah kontrol. Kinerja LBB dalam hal penyerapanCOD, TN, TP dan SO4= berada dalam rentang masing-masing 80-90%, 35-55%, 15-40% dan 45-60% (Camacho et al., 2007) . TumbuhanLythrum salicaria dan Iris pseudacorus, menunjukkan pertumbuhan yang lebih besar, spesies yang paling efisien menyerapharatanaman, tetapi juga proses penghapusan mikrobiologislainnya , mungkin karena potensi aerasinyayang lebih tinggi, seperti nitrifikasi atau respirasi aerobik. Reduksi sulfat adalah mekanisme yang paling penting untuk mengyurangiCOD. Cladium mariscus, tanaman asli yang tumbuh di Semenanjung Iberia, kurang efisien dibandingkandenganLythrum salicaria dan Iris pseudacorus, tetapi meningkatkan efisiensi LBB bervegetasi.
Campà, R.S. dan J. García. 2014.The Cartridge Theory: A description of the functioning of horizontal subsurface flow constructed wetlands for wastewater treatment, based on modelling results. Science of The Total Environment , (473-474): 651-658. Terlepas dari kenyataan bahwa sistem LBB-ABP-AH telah beroperasi selama beberapa dekade hinggasekarang, namunmasih belum ada pemahaman yang jelas dari beberapa fungsi internal yang paling mendasar. Campa dan García (2014) menganalisisapa yang disebut "The Cartridge Theory". Teori ini berasal dari hasil simulasi yang diperoleh dengan model BIO_PORE dan menjelaskan fungsi LBB untukpengolahan air limbah perkotaan didasarkan pada interaksi antara komunitas bakteri dan akumulasi padatan yang menyebabkan penyumbatan. Dalam analisisini dibahas beberapa perubahan pada model biokinetic yang diterapkan dalamBIO_PORE (LBBM1) sehingga pertumbuhan komunitas bakteri konsisten dengan model dinamika populasinya. Hasil-hasil simulasi sistem percontohan lahan basahbuatan, mempromosikan"The Cartridge Theory", yang menyatakan bahwa media granular lahan basah aliran bawah permukaan horisontal dapat diasimilasikan dengancartridge generik yang mudahtersumbatdengan padatan yang terangkutdari inlet ke outlet. Simulasi juga mengungkapkan bahwa distribusikomunitas bakteri dalam sistem sangatburukdan bahwa lokasinyatidak statis tetapi berubah dari waktu ke waktu, bergerak menuju outlet sebagai konsekuensi dari penyumbatan progresif media granular. Menurut temuan ini, rentang hidup sistem LBB sesuai dengan waktu dimanakomunitas bakteri didorong sebanyak jungkinkearahoutlet sehinggabiomassanyatidak lagi cukup untuk menghapus proporsi polutan yang diinginkan.
Langergraber,G., D.P.Rousseau, J.GarcíadanJ.Mena. 2009. CWM1: a general model to describe biokinetic processes in subsurface flow constructed wetlands. Water Sci Technol., 59(9):1687-97. Langergraber, et al. (2009) menyajikan Model LahanBasahBuatanNo1 (CWM1), untuk menggambarkan transformasi dan degradasi biokimia bahan organik, nitrogen dan sulfur dalam sistemlahanbasahbuatandenganaliran bawah permukaan. Tujuan utama dari Model CWM1 iniadalah untuk memprediksi konsentrasi limbah dalam air yang keluardari sistemlahan basah buatantanpa memprediksi emisi gas. Model CWM1 inimenjelaskan proses aerobik, anoksik dan anaerobik dan olehkarena itu berlaku untuk sistem aliran horisontal dan dansistemaliranvertikal. Dalam model inidianalisissebanyak17 proses dan 16 komponen (8 material dapatlarut dan 8partikulat). Model CWM1 didasarkan pada formulasi matematis seperti yang diperkenalkan oleh Sludge Model IWA Activated (ASM). Penting untuk dicatat bahwa selain model biokinetik, sejumlah proses lainnya termasuk hidrodinamika media yang porous, pengaruh tanaman, pengangkutan partikel / materi tersuspensiuntuk menggambarkan proses penyumbatan,proses adsorpsi dan desorpsi fisik dan prosesre-aerasi , harus dipertimbangkan untuk perumusan model bagisistemlahan basah buatan.
Wen Y. danQ.Zhou. 2007. Horizontal subsurface flow constructed wetland models. Ying Yong Sheng Tai XueBao, 18(2): 456-462. Sebagai teknologi barudalampengolahan air limbah, sistemlahan basah buatanmemainkan peranan penting dan memiliki prospek luas dalam pengendalian pencemaran air dan pemulihan kualitaslingkungan. Metode-metodeperancangannyasemakin berkembangkarena penerapannya semakinbanyakdalampengolahan air limbah dengan standar kualitas air yang semakin ketat. Dari kaitannyadneganaspek hidrodinamika, degradasikontaminan dan parameter ketidakpastian, Wen Dan Zhou (2007) menyajikan tinjauan sistematis tentangsistemlahanbasahbuatandenganaliranpermukaan horisontal, termasuk pendekatan bebanpolutan, persamaan regresi, Model orde pertama k - C * , dan bentuk-bentukmodifikasinya, sertamodel mekanistik dinamis. Berdasarkan perbandingan asumsi dan metodologi model, dilakukananalisishubungan intrinsik dalam pengembangan sistemlahanbasahbuatandenganaliran bawah permukaan horisontal, dan isu-isu utama dari aplikasinya dalam desain sistemlahanbasahbuatan.
Rousseau, D.P., P.A.VanrolleghemdanN.DePauw. 2004. Model-based design of horizontal subsurface flow constructed treatment wetlands: a review. Water Res., 38(6):1484-93. Meningkatnya penerapan sistemlahan basah buatanuntuk pengolahan air limbah ditambah dengan standar kualitas air yang semakin ketat telahmenjadiinsentif yang semakin meningkat untuk pengembangan desain alat pengolahanyang lebih baik. Rousseau, Vanrolleghem dan De Pauw (2004) mengkaji model-model desain untuk lahanbasahbuatandenganaliran bawah permukaan horisontal, mulai dari cara-carasederhana praktis dan persamaanregresi, hingga model-model orde pertama kC*, persamaantipeMonod dan model-model dinamis yang lebih kompleks , danmodel kompartemen. Hal-halutama yang dianalisisdalam ulasan ini adalah kendala-kendala Model dan parameter ketidakpastian. Sebuah studi kasus telah digunakan untuk menunjukkan variabilitaskeluaranmodel dan untuk mengungkapkan apakah model-model yang lebih kompleks tetapi sulitdikelola dapatmenawarkan keuntungan yang signifikan bagiparadesainer.
. Zhang,D.Q., K.B.S.N.Jinadasa, R.M Gersberg, Y.Liu, W.Jern Ng danS.K.Tan. 2014. Application of constructed wetlands for wastewater treatment in developing countries - A review of recent developments (2000-2013). Journal of Environmental Management,141C:116-131. Kurangnya akses terhadap air bersih dan sanitasi telah menjadi salah satu masalah yang paling banyakmenimpa masyarakatdi seluruh dunia negara-negarasedangberkembang. Replikasi teknologiintensif yang terpusat untukpengolahanair, teknologi energi ternyatatidak efektif dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan penyediaanair bersihdikawasan urban negara-negara sedangberkembang. Sistemlahan basah buatan(CWS) telah muncul dan menjadi pilihan yang layak untuk pengolahan air limbah, dan hinggasaat ini telahdiakui sebagai alternatif yang menarik untuk metode pengolahan air limbah konvensional.Zhang et al. (2014) menyajikan analisisyang komprehensif tentang berbagai macam praktek, aplikasi dan penelitian sistem CW untuk menghilangkan berbagai kontaminan dari air limbah di negara-negara berkembang, menempatkannyadalam konteks keseluruhan kebutuhan untuk sistem pengolahan air limbah yang murahdanberkelanjutan. Penekanan dari ulasan ini pada kinerja pengolahanberbagai jenis CWS termasuk: (i) CW denganaliran air permukaan bebas; (ii) CW denganaliranbawah permukaan; (Iii) sistem CW hybrid; dan (iv) sistem CW pengolahanmengapung. Dampak dari desain CW yang berbeda-bedainidengan variabeloperasionalnya(misalnya tingkat pembebanan hidrolik, jenis vegetasi, konfigurasi fisik, dan variasi musiman) terhadappenghapusan kontaminan dalam sistem CW juga dianalisissecararingkas.Kebutuhan biaya dan luasanlahan untuk sistem CW menjadimaslaah yang dianggapsangatkrusial.
Lee,C.Y., C.C.Lee, F.Y.Lee, Szu-Kung Tseng dan C.J. Liao. 2004. Performance of subsurface flow constructed wetland taking pretreated swine effluent under heavy loads. Bioresource Technology , 92(2):173-179. Sistem lahan basah buatandneganaliran bawah permukaan (SSFCW) mengalami perubahan tingkat pembebanan yang kurang dipahami, terutama bila digunakan untuk mengolah air limbah babi denganbeban limbah yang berat.Lee, et al. (2004) menerapkan sistem SSFCW untuk mengolahlimbahbabi dengantiga waktu retensi hidrolik (HRT): 8,5 hari HRT (Tahap I), 4.3hari HRT (Tahap II), dan 14,7 hari HRT (Tahap III). Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa sistem merespon dengan baik terhadapperubahanbeban hidrolik dalam menghilangkan padatan tersuspensi (SS) dan kebutuhan oksigen undukdekomposisisenyawakarbon. Efisiensi pengurangan rata-rata selama empat konstituen utama dalam tiga fase adalah: SS 96-99%, kebutuhan oksigen kimia (COD) 77-84%, fosfor total 47-59%, dan total nitrogen (TN) 10-24%. Meskipun mekanisme fisik dominan dalam menghilangkan polutan, namunkontribusi mekanisme mikroba meningkat dengan lamanya penggunaan lahan basah, mencapai 48% dari COD dihapus dan 16% dari TN dihapus dalam fase terakhir. Eceng gondok hanya memberikan kontribusi minimal terhadap penghapusan haradari air limbah. Air yang keluardarisistemSSFCW sesuai untuk pengolahanlebih lanjut dalam aplikasi lahanuntuk asimilasi haranya.
Allende,K.L., T.D.FletcherdanG.Sun. 2011. Enhancing the removal of arsenic, boron and heavy metals in subsurface flow constructed wetlands using different supporting media. Water Sci Technol., 63(11): 2612-2618. Kehadiran arsen dan logam berat dalam sumber-sumber air minum menimbulkan risiko kesehatan yang serius karena efek toksikologisnya yang bersifatkronis. Lahan basah buatanmemiliki potensi untuk menyeraparsen dan logam berat, tetapi sedikit yang diketahui tentang efisiensi penyerapannyapolutan dan keandalan lahan basah buatanuntuk remediasipolutanini. Allende, Fletcher dan Sun (2011) meneliti penggunaan sistem LBB denganaliran bawah permukaan vertikal untuk menghilangkan arsenik, boron, tembaga, seng, besi dan mangan dari air limbah sintetis. Media Kerikil, batu kapur, zeolit dan cocopeat digunakansebagai media yang basah. Media kerikil konvensional hanya menunjukkan kemampuan yang terbatas dalam menghilangkan arsenik, besi, tembaga dan seng; dan halinimenunjukkan kemampuan yang snagatrendahdalam menyerapmangan dan boron. Sebaliknya, media alternatif lahan basah: cocopeat, zeolit dan batu kapur, menunjukkan efisiensi yang tinggidalam hal penghapusan persentase dan tingkat massa per m3 volume lahan basah, untuk menghilangkan arsenik, besi, mangan, tembaga dan seng; kemampuan nyauntuk menghapus boron, dalam hal tingkat removal massa, juga lebih tinggi dibandingkan dengan media kerikil.
Kröpfelová, L., J.Vymazal , J.SvehladanJ.Stíchová . 2009. Removal of trace elements in three horizontal sub-surface flow constructed wetlands in the Czech Republic. Environ Pollut., 157(4):1186-1194. Kröpfelová, et al. (2009) mengukur penyerapan34 elemen secara bulanan pada tiga sistem LBB-AH di Republik Ceko yang dirancang secarakhususuntuk mengolah air limbah kota. Hasil penelitian inimenunjukkan rentang yang sangat luas efisiensi penyerapanunsur-unsur yang diteliti. Tingkat penyerapantertinggi (rata-rata 90%) ditemukan untuk unsuraluminium. Rata-rata penyerapan yang tinggi juga dicatat untuk seng (78%). Elemen yang diserappada kisaran 50-75% adalah uranium, antimon, tembaga, timah, molibdenum, kromium, barium, besi dan gallium. Penyerapankadmium, timah, merkuri, perak, selenium dan nikel bervariasi antara 25 dan 50%. Retensi yang rendah (0-25%) terjadiuntuk vanadium, lithium, boron, kobalt dan strontium. Ada dua elemen (mangan dan arsen) yang konsentrasinyadalamoutflow rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi inflow. Senyawa mangan reduksisangat mudahlarut dan olehkarena itu mereka mudahtercuci dalam kondisi anaerobik.
Yuan, C., H.L.Lien, S.M.Huang, Y.W. Chen danT.H.Fang. 2009. APPLICATION OF SUBSURFACE FLOW CONSTRUCTED WETLANDS FOR CAMPUS WATER REUSE – A BENCH-SCALE SYSTEM STUDY. Journal of the Chinese Institute of Environmental Engineering, 15(4): 245-253. Yuan et al. (2009) investigated the water quality improvement of campus wastewater and irrigation water around campus by a bench-scale constructed wetland. Two subsurface flow (SSF) wetland systems with cattail and cyperus of campus were set up for study. Results showed that the mean removal efficiency of BOD5, SS and NO3-N was in the range of 44.1-67.2% and the maximum value could be as high as 62.8-95.7%. And for Cl-, the mean removal efficiency was in the range of 16.2-35.5% and the maximum value could be as high as 25.1- 80.1%, which was rarely found in literatures. Moreover, the pollution degree of irrigation water was from severe pollution upgraded to moderate pollution after cattail / cyperus wetland systems treatment. It was also found that cattail had a better removal performance than cyperus in extraction of BOD5, SS, and NO3-N. For Cl-, the cyperus system always had higher removal efficiency than the cattail system. The removal efficiency of BOD5, NO3-N, SS, and Cl-would highly depend upon the plant type and plant density rather than retention time of wastewater. Among the four monitored water qualities, the removal of SS and BOD5 were most dominated by soil matrix (most over 30%) and the removal of NO3-N and Cl-were most dominated by plants (most over 20%). It was concluded that wetland system could effectively improve water quality for further usage.
Plants and other organisms — commercial systems Although the majority of constructed wetland designers have long relied principally on Typhas and Phragmites, both species are extremely invasive, although effective. The field is currently evolving however towards greater biodiversity. Other designers <http://www.wastewatergardens.net> use up to 200 different species, all climates included. In North America, cattails (Typhalatifolia) are common in constructed wetlands because of their widespread abundance, ability to grow at different water depths, ease of transport and transplantation, and broad tolerance of water composition (including pH, salinity, dissolved oxygen and contaminant concentrations). Elsewhere, Common Reed (Phragmitesaustralis) are common (both in blackwater treatment but also in greywater treatment systems to purify wastewater). In self-purifying water reservoirs (used to purify rainwater) however, certain other plants are used as well. These reservoirs firstly need to be dimensioned to be filled with 1/4 of lavastone and water-purifying plants to purify a certain water quantity. They include a wide variety of plants, depending on the local climate and location. Plants are usually indigenous in that location for ecological reasons and optimum workings. Plants that supply oxygen and shade are also added in to complete the ecosystem.
Farzadkia, M., M.H.Ehrampush, M.Kermani, K.NadafidanE.A.Mehrizi. 2013. Investigating Efficiency and Kinetic Coefficients of the Nutrients Removal in the Subsurface Artificial Wetland of Yazd Wastewater Treatment Plant. Health & Hygiene Journal, 4(1): 7-20. . Investigating performance of naturally operated treatment plants may be due to the fact that they cannot be operated as desired or should be modified to achieve good performance e,g for nutrients removal. The advantage of the kinetic coefficients determination is that the model can be adjusted to fit data and then used for analyzing alternatives to improve the process. Farzadkia et al. (2013) investigated the efficiency of subsurface artificial wetland and determines its kinetic coefficients for nutrient removal. Methods: Present study investigated the kinetics of biological reactions occurred in subsurface wetland to remove wastewater nutrient. Samples were taken from 3 points of wetlands for 6 months. The nutrient content was determined through measuring TKN, ammonium, nitrate, and phosphate values. Results: Average levels for TKN, ammonium, nitrate, and phosphate in effluent of control wetland and wetland with reed were41.15, 23.59, 1.735 and 6.43 mg/l and 28.91, 19.99, 1.49 and 5.63 mg/l, respectively. First order, second order, and Stover-Keane Canon models were applied and statistical parameters obtained from the models (i.e. μmax،kB) were analyzed. Conclusions: The nutrients removal at Yazd wastewater treatment plant was remarkable and presence of reed beds has not a significant effect on system performance improvement. Other more efficient plants are suggested to be evaluated in the system. Stover-Keane Canon model provided predictions having the most significant relationship with actual data obtained from the field.
Elsaesser, D., A.G.B.Blankenberg, A. Geist, T. MæhlumdanR.Schulz. 2011. Assessing the influence of vegetation on reduction of pesticide concentration in experimental surface flow constructed wetlands: Application of the toxic units approach. Ecological Engineering, 37(6):955-962. . Elsaesser et al. (2011) performed an experiment on retention of a mixture of five pesticides in the Lier experimental wetland site (Norway). Two vegetated cells with hydraulic retention times (HRT) of 280 min and 330 min and one cell without vegetation (HRT of 132 min) of 120 m2 surface area each were investigated regarding their ability to reduce peak concentrations, pesticide masses and predicted adverse effects. The inlet peak concentrations of the pesticides dimethoate, dicamba, trifloxystrobin and tebuconazole ranged from 18 ng/L up to 5904 ng/L. The mean reduction of peak concentration was 72% in the non-vegetated cell and up to 91% in the vegetated cells. Less than 5% of the masses were retained within the wetlands. Uptake and sorption by plants was low (up to 4%), however, higher for the vegetated cell dominated by Phalarisarundinacea L. than for the one with Typhalatifolia L. as dominant plant. The toxic units (TU) approach was used to describe the potential reduction of toxicity within the wetland cells. Calculated toxicity of the substances decreased by 79% in the non-vegetated cell and by 95% in the two vegetated cells. Despite the low mass retention, the vegetated wetland system reduced the toxic effects, expressed as toxic units from values of 0.24 to 0.01, i.e. a concentration two orders of magnitude below the acute toxicity threshold, within a distance of 40 m while the non vegetated would need to be about 64 m long for the same efficiency.