330 likes | 661 Views
What Is World Class Maintenance ?. Konsep Menuju World Class Maintenance.
E N D
Konsep Menuju World Class Maintenance • Paparan Konsep Menuju World Class Maintenance ini kami sadur berdasarkan konsep dari Marshall Institute dan Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM) mengenai alur kegiatannya, sedangkan yang terkait dengan organisasi kami sarikan dari tutorial tentang Learning Organization oleh Doreen Warren.
Konsep Menuju World Class Maintenance JALAN PANJANG MENUJU WORLD CLASS MAINTENANCE • Ada dua bahasan yang akan dipaparkan di bawah ini dalam rangka memotret sistem manajemen perawatan industri, dalam upaya agar suatu sistem perawatan industri dapat mencapai kategori World Class Maintenance. Bahasan pertama bersifat filosofis dan bahasan kedua adalah hal-hal praktis yaitu: tahapan, metode dan teknik perawatan yang harus diterapkan secara konsisten untuk dapat mencapai World Class Maintenance tersebut. Bahasan pertama mengacu pada anjuran yang diberikan oleh Marshall Institute, dengan sedikit tambahan tentang Learning Organization yang perlu untuk mempertahankan status World Class, dan bahasan kedua mengacu pada salah satu anjuran dari Tokutaro Suzuki pada bukunya TPM for Process Industries.
Konsep Menuju World Class Maintenance 1.Evolusi Perawatan Melalui Domain-domain Perawatan Yang Stabil. • Kita tahu bahwa jenis perawatan yang paling primitif adalah perawatan reaktif (reactive maintenance) yang berprinsip bahwa kita hanya akan melakukan penanganan tertentu apabila telah terjadi kegagalan pada asset tersebut. Oleh karena itu domain dari kegiatan ini disebut sebagai reaktif. Domain ini adalah stabil dalam arti bahwa kita akan selalu melakukan kegiatan reaktif yang sama terus menerus selama kita tidak mau berubah. Sifat pekerjaan ini atau sifat penanganan ini disebut sebagai « responsive work ». • Implikasi dari penanganan seperti ini adalah sangat rendahnya reliability, availability, dan kondisi serta kinerja dari asset yang didapat yang pada gilirannya menjurus ke prestasi bisnis yang paling rendah. Domain ini tetap akan bertahan apabila pemilik asset tidak merasa disaingi dalam bisnisnya. Lihat Gambar 1 (Marshall Institute).
Konsep Menuju World Class Maintenance Begitu persaingan meningkat, maka pada saat itu pula pemilik asset ingin agar kurva kinerjanya meningkat, yang hanya bisa didapat hanya dengan meninggalkan paradigma perawatan reaktif, menuju ke domain perawatan terencana, yaitu dengan meningkatkan efisiensi pekerjaan. Mereka yang berpindah ke domain perawatan terencana akan memiliki peluang untuk menang dalam persaingan dengan cara antara lain mensistematiskan manajemen sumber dayanya melalui perencanaan dan penjadualan pekerjaannya, pengaturan suku cadang dan penggudangan yang lebih baik, dan membangun sistem-sistem pengendalian perintah pekerjaan yang baik. Dalam domain perawatan terencana maka pelaksanaan perawatannya diupayakan dilakukan sebelum terjadi kegagalan. Mengingat sulitnya menetapkan pekerjaan yang betul-betul harus dilakukan mengakibatkan kadangkala terdapat pekerjaan yang sebetulnya tidak perlu dilakukan tetapi tetap dilakukan dalam upaya mencegah kegagalan sebelum kegagalan tersebut diperkirakan terjadi. Dengan sendirinya efektifitas biaya perawatannya masih belum teroptimasikan. Sehingga sebetulnya penggunaan yang lebih produktif dari tenaga kerja, material, dan kapital dapat lebih ditingkatkan apabila kita dapat mengetahui dengan pasti kegagalan apa yang sedang akan terjadi dan kapan akan terjadi pada asset tersebut.
Konsep Menuju World Class Maintenance Selama tidak merasa disaingi dalam bisnisnya maka domain perawatan terencana yang diterapkan akan tetap stabil. Tetapi apabila persaingan meningkat maka tidak bisa tidak kita harus meninggalkan paradigma perawatan terencana (yang stabil dalam domainnya) menuju apa yang kita sebut sebagai «improved precision domain». Ini merupakan domain yang stabil pula di mana kegagalan atau cacat tidak hanya sekadar ditangani dengan lebih baik tetapi kegagalan atau cacat itu dieliminasikan, sehingga kegagalan tidak akan pernah terjadi lagi. Di sinilah mulai berperannya RCM dan TPM. Motto TPM adalah «Zero Defect Maintenance» atau kadangkala disebut sebagai «Zero Breakdown Maintenance». RCM memiliki ide yang serupa dengan TPM (similar), RCM menekankan pada eliminasi kegagalan atau setidak-tidaknya mengeliminasi dari konsekuensi-konsekuensi kegagalan dengan sangat menekankan pada eliminasi dari penyebab yang paling mendasar dari kegagalan atau yang biasa disebut sebagai Root Cause Analysis (RCA).
Konsep Menuju World Class Maintenance Domain ini adalah apa yang biasa kita sebut sebagai World Class Maintenance. Di sini peran RCM dan TPM akan berlanjut, peningkatan prestasi akan terjadi pula dengan penambahan lagi akan pengertian tentang «continuous improvement». Walaupun demikian persyaratan untuk dapat dicapainya domain prestasi World Class yang terpercaya adalah apabila «Organizational Learning» telah bisa diterapkan. Perlu diingat bahwa domain-domain tersebut bukan tujuan atau goal, tetapi merupakan suatu perjalanan yang harus dilalui yang dalam kenyataannya masing-masing domain bisa berperan terus menerus sesuai dengan kebutuhan selama berjalannya bisnis.
Konsep Menuju World Class Maintenance 2. Tiga Langkah Menuju WORLD CLASS MAINTENANCE(Marshall Institute) i. Pembenahan Awal Terpadu Benahi Sistem-sistem Internal tempatkan pada tempat yang benar sebagai pondasi untuk peningkatan. Ciptakan praktek-praktek manajemen yang baik demikian pula Sistem-sistem Informasinya ii. Melangkah Lebih Jauh Lagi Penerawangan dan penciptaan Visi, bersatu dalam Missi, menciptakan kemitraan antara Perawatan dan Produksi, membentuk Perawatan sebagai suatu bagian integral dari Strategi Bisnis Pabrik. iii. Penyelesaian Proses, bukan hanya Masalah Membangun "Mentalitas Zero Breakdown" melalui RCM dan TPM, dalam rangka mengeliminasi kemungkinan terputusnya proses melalui Learning Organization. Tiga langkah sederhana ini menggambarkan tentang bagaimana perawatan dapat ditingkatkan, diintegrasikan ke dalam missi menyeluruh organisasi, yaitu perawatan dioptimasikan kontribusinya (bukannya diminimasi biayanya), ini semua merupakan kerangka kerja untuk membangun visi dan untuk mengorganisasi penanganannya. Lihat Gambar 2 (Marshall Institute).
Konsep Menuju World Class Maintenance Memulai Perlu penekanan bahwa mulai saat ini ke depan perawatan (harus) bertindak sebagai kontributor utama untuk mencapai tujuan bisnis. Perawatan akan mengimplementasikan sistem, prosedur dan kebijakan yang menjurus ke meningkatnya manajemen, kontrol, dan eksekusi fungsi perawatan. Haruslah diperjelas bahwa organisasi perawatan akan mensupport pabrikasi dengan kualitas yang tertinggi dengan biaya terendah dengan bermitra dengan Produksi dan berkolaborasi dengan departemen terkait lainnya untuk mendapatkan: • suatu organisasipekerja keras, cukup staf, yang dirancang dengan baik dari mereka-mereka yang memiliki kompetensi, yang bekerja secara harmonis satu sama lainnya dalam melayani pabrik; • prosedur, metode, teknik perekaman yang dikembangkan secara baik yang digunakan untuk secara cerdas dan efektif mengontrol kegiatan-kegiatan perawatan dan sumber daya; • standar-standar kualitas dan prosedur yang tinggi untuk medapatkan kegiatan-kegiatan perawatan dengan prestasi tinggi; • kemampuan memproduksi melalui optimasi reliability peralatan dan utilisasi asset dengan tetap memenuhi seluruh persyaratan-persyaratan pemasaran, produksi dan compliance.
Konsep Menuju World Class Maintenance LANGKAH 1 Memulai Kegiatan (Reactive ke Terencana) Peningkatan perawatan harus dimulai dengan proses-proses manajemen yang baik. Maka untuk menciptakan sumberdaya perawatan yang lebih produktif membutuhkan • implementasi dari metode perencanaan, • struktur organisasi dan pengukuran dan teknik-teknik kontrol yang baik untuk melaksanakan dan mengendalikan proses perawatan dari sisi arah, kualitas, kuantitas, standar prestasi dan ekonomi serta efisiensinya. Peter Drucker menyatakan bahwa tugas dari bisnis adalah untuk membuat sumber daya -- tenaga kerja, material, modal -- supaya produktif. Defisiensi yang paling signifikan yang terkait dengan proses perawatan di kebanyakan pabrik adalah sesuatu yang "systemic". Ini bukan merupakan masalah kompetensi manajemen, kemampuan atau kegagalan, tetapi pada dasarnya merupakan kekurangan dalam praktek dan sistem manajemen dengan mana sumberdaya secara produktif dikendalikan. Jadi pada dasarnya, adalah kurangnya pemahaman yang jelas dan konsisten dari peran strategik perawatan yang harus bermain dalam percaturan produksi maupun bisnis (melalui reliability dan availabilty, kualitas dan unit cost yang lebih rendah).
Konsep Menuju World Class Maintenance Ruang lingkup manajemen sumber daya perawatan dalam rangka prestasi dan produktivitasnya adalah: • Maintenance Requests • Maintenance Planning and Scheduling • Work Management System; Work Order System • Information Management Systems (CMMS) • Preventive Maintenance Systems • Predictive Maintenance Systems • Inventory & Stores (Materials Control) • Supervisory/Leadership Skills • Training and Development • Organizational Structures • Maintenance and Reliability Engineering
Konsep Menuju World Class Maintenance Ini merupakan suatu pola baku yang harus dimiliki perawatan, inherent atau melekat pada dirinya, yang merupakan job desc dari dirinya yang akan menggulirkan teknik-teknik dalam rangka pelaksanaannya yaitu: • Menyiapkan tenaga kerja berketerampilan tinggi, efisien dan bermotivasi; • Menciptakan secara efektif dan efisien perencanaan pekerjaan, komunikasi dan eksekusi proses dan prosedur; • Menyiapkan tools, supplies, fasilitas dan dokumentasi teknis dan kepakaran yang dibutuhkan untuk mengeksekusi secara efektif dan efisien; • Untuk mampu membuat keputusan berbasis data, didasarkan pada prioritas bisnis dan goal yang telah disetujui; • Untuk mampu membuat ukuran-ukuran prestasi yang akurat dan berarti; • Menggunakan sistem informasi yang mencerminkan data histori yang akurat untuk penelusuran dan analisis; • Memiliki ekspektasi atau harapan yang bisa dimengerti untuk continuous improvement; • Kemampuan manajemen proyek yang praktis dan efisien; • Administrasi standar dan prosedur yang efektif dan efisien dan • Melakukan yang dasar-dasar dengan baik Semua ini sudah ada metode pengembangannya yang sangat memudahan penerapannya.
Konsep Menuju World Class Maintenance • Untuk dapat menciptakan pondasi dalam rangka mencapai tahapan berikutnya maka perlu dilakukan pemotretan kondisi sistem perawatan untuk kemudian dilakukan rekomendasi dalam rangka implementasi perbaikannya. • Survai yang dilakukan pada awal pekerjaan ini dapat menghasilkan temuan awal yang apabila dapat dibenahi dengan benar hasilnya merupakan pondasi yang sangat kuat dalam meniti tahap pertama (milestone) dari jalan menuju ke world class maintenance.
Konsep Menuju World Class Maintenance LANGKAH 3 Fix the Process, Not Just the Problems (Proactive ke Improved Precision. World Class.) Perawatan merupakan tools sebagaimana JIT, Six Sigma, Lean Manufacturing, atau sebarang dari metode dan teknik-teknik "world class" lainnya yang tersedia untuk manajemen untuk meningkatkan tingkat kompetitif perusahaan, memainkan suatu peran utama dalam menurunkan quality defects, peningkatan kapasitas dan throughput, danpeningkatan produktifitas dan profitability dari pabrik secara keseluruhan. Dengan Langkah 3 ini, sudah tiba saatnya untuk bergerak melampaui tingkatan melakukan pekerjaan lebih effektif, atau melakukannya dengan bermitra dengan fungsifungsilainnya dalam pabrik. Bagi perawatan kini sudah saatnya kita berhenti melakukan ini semua ! "Zero Breakdown Maintenance" merupakan tujuan.
Konsep Menuju World Class Maintenance Reliability-Centered Maintenance. RCM merupakan suatu pendekatan yang sistematis, sangat terstruktur dan berdisiplin tinggi untuk memaksimumkan keselamatan dan fungsi dari asset peralatan. RCM menggunakan suatu kerangka kerja yang akurat untuk mengidentifikasi seluruh potensial atau cara suatu asset bisa gagal. Ini merupakan cara berpikir baru terhadap perawatan: daripada mencegah kegagalan pada seluruh kasus dan seluruh jajaran, adalah lebih baik untuk mencoba menghindarkan konsekuensi-konsekuensi kegagalannya. RCM mengkombinasikan seluruh teknik perawatan reactive (breakdown atau run-tofailure), perawatan pencegahan (PM berbasis frekuensi atau berbasis siklus), perawatan prediktif (PdM berbasis kondisi), dan failure finding, dan mencoba untuk secara optimal menerapkan strategi-strategi ini (sering-sering dalam kombinasinya) dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat mengoptimasikan reliability peralatan dengan cara yangpaling ekonomis.
Konsep Menuju World Class Maintenance Studi Reliability-Centered Maintenance menunjukkan bahwa: • Reliability peralatan tidak tergantung pada jenis peralatan, kekompleksan proses, kapasitas, dan lokasi • Program perawatan pencegahan sendirian tidak menjamin keandalan peralatan dan integritas mekanikal • Reliability dan integritas mekanikal dapat meningkat selagi biaya perawatan menurun • Program RCM yang komprehensif dan workable dapat dikembangkan untuk fasilitas, berapapun usianya, ukurannya atau kekompleksannya. RCM klasik menekankan pada mode-mode kegagalan aktual atapun yang mungkin terjadi dan efek atau konsekuensi-konsekuensi dari mode-mode ini. RCM mencoba menggunakan history, analisis risiko, fungsi probabilistik (metode statistik), dan pertimbangan ekonomi untuk mengidentifikasi metode-metode atau strategi-strategi yang paling cost effective untuk menghindarkan atau menurunkan konsekuensi kegagalan. RCM klasik mengambil pengalaman dan pengetahuan dari pakar operasi dan perawatan, yang bisa sangat teknis.
Konsep Menuju World Class Maintenance Efektifitas RCM telah terbukti, dan hasilnya berimbang dengan usahanya; akan tetapi adanya konsensus yang terus berkembang yang menyatakan bahwa adanya tingkat kekompleksan dan keakurasian metodologi, menyebabkan RCM bisa mahal dan padat sumber daya; konsekuensinya akan membutuhkan support manajemen yang kuat dan "konsisten terhadap tujuan" demi kesuksesannya. Penerapan RCM yang sukses membutuhkan leadership dan disiplin organisasi yang signifikan. Sebagai akibatnya, sejak beberapa tahun yang lalu terlihat berkembangnya sejumlah turunan "streamlined" dari RCM; metode-metode ini adalah kontroversial terhadap para praktisi RCM klasik, tetapi mulai diterima secara cepat sebagai alternatif untuk situasi tertentu.
Konsep Menuju World Class Maintenance Total Productive Maintenance. Konsep TPM dan RCM memberi pelajaran kepada kita bahwa "zero breakdown", memang secara aktual bisa dicapai, dari sisi keinginan maupun kebutuhan. Ini memang telah dibuktikan oleh pabrik-pabrik yang beroperasi dengan downtime yang diukur dalam fraksi jam / menit pertahunnya, oleh pesawat terbang secara signifikan tidak gagal (secara statistik). TPM merupakan suatu tool yang sangat ampuh yang telah terbukti mampu mengubah budaya di pabrik. TPM menjalin seluruh organisasi (terutama perawatan dan operasi) dalam mengeliminasi setiap hal yang berpengaruh buruk pada overall equipment effectiveness (OEE = Availability x Production Rate x Quality Rate). OEE merupakan ukuran prestasi yang harus dicapai bersama-sama secara maksimal oleh perawatan danproduksi.
Konsep Menuju World Class Maintenance TPM merupakan suatu proses untuk meningkatkan reliability dan efisiensi dengan mengikutsertakan seluruh karyawan dalam memelihara, membeli dan meningkatkan peralatan. Ini merupakan pendekatan life cycle, yang menerapkan beberapa prinsip yang sederhana dan memiliki common sense: • Mempertahankan kondisi dasar mesin seperti kebersihan, pelumasan, dan mempertahankan alignment dan kekencangan yang tepat. • Mempertahankan prosedur-prosedur operasi yang tepat • Bersama-sama (share) bertanggung jawab pada perawatan peralatan • Mendeteksi defect yang imminent dan mencegah deteriorasi • Melakukan koreksi terhadap rancangan sedini mungkin • Meningkatkan tingkat-tingkat ketrampilan personnel perawatan dan operator Goal dari TPM adalah sama sederhananya: • Menurunkan breakdowns ke zero • Menurunkan quality defects ke zero • Menurunkan safety losses ke zero • Menurunkan minor stoppages ke zero • Menurunkan biaya operasi dan perawatan • Memaximumkan Overall Equipment Efficiency
Konsep Menuju World Class Maintenance EPILOG Penjabaran secara praktis dari ketiga langkah menuju World Class Maintenance tersebut dapat dikaji dalam paragraf-paragraf berikut mengacu pada statement dari Tokutaro Suzuki dalam buku TPM in Process Industries dan Doreen Warren dalam tutorialnya Organizational Learning. Statement dari Tokutaro Suzuki tersebut sangat berperan dalam langkah 1 dan 2 menuju World Class Maintenance yang menekankan akan mutlaknya perencanaan pekerjaan dan disiplin organisasi yang harus tetap berlaku sampai kapanpun walaupun organisasi telah mencapai status World Class. Sedangkan Organizational Learning yang menekankan pada continuous improvement dan sustainability dari kepakaran dalam organisasi menjadi ciri untuk tetap mempertahankan status world class tersebut.
Konsep Menuju World Class Maintenance Dari kaitan ini maka statement Tokutaro Suzuki tersebut perlu di pahami sebagai berikut: “Implementing a periodic / preventive maintenance system before establishing basic conditions - when equipment is still dirty, nuts and bolts are loose or missing, and lubrication devices are not working properly- frequently leads to failures before the next major service is due. To prevent these would require making the service interval unreasonably short, and the whole point of the preventive maintenance program would be lost. Rushing into predictive maintenance is equally risky. Many companies purchase diagnostic equipment and software that monitors conditions, while neglecting basic maintenance activities. It is impossible, however, to predict optimal service intervals in an environment where accelerated deterioration and operating errors are unchecked”. Tokutarõ Suzuki dalam bukunya “TPM for Process Industries” menempatkan predictive maintenance pada tahap akhir dari 4 tahap kegiatan yang harus dilakukan dalam rangka mencapai kondisi zero breakdown.
Konsep Menuju World Class Maintenance Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut: Tahap 1. Stabilkan Interval Kegagalan • Kembalikan mesin ke kondisi dasarnya dengan membersihkan, melumas, dan mengencangkan, • Selidiki kejanggalan (abnormality) dan eliminasi deteriorasi, • Klarifikasi, kaji dan perjelas tentang ada pada kondisi apa pelaksanaan operasi saat ini dan penuhi syarat penggunaannya (konteks operasi), • Eliminasi lingkungan penyebab percepatan deteriorasi (eliminasi atau kendalikan sumber pencemar atau sumber kontaminasi), • Bangun standar inspeksi harian dan pelumasan rutin, • Tingkatkan kontrol visual yang ekstensif, Tahap 2. Perpanjang Jam Operasi Mesin • Evaluasi peralatan untuk memilih bagian-bagian yang akan dilakukan perawatan intensif (buat prioritas tugas), • Gunakan Pareto untuk merinci peringkat kegagalan yang paling serius, • Cegah kegagalan utama jangan sampai terulang kembali, • Koreksi kelemahan rancangan mesin, • Eliminasi kegagalan tak terduga dengan menghindarkan kesalahan operasi dan reparasi, • Tingkatkan ketrampilan mengeset dan mengadjust,
Konsep Menuju World Class Maintenance Tahap 3. Secara Sistematis Menghilangkan Deteriorasi • Bangun sistem perawatan periodik • laksanakan service periodik • laksanakan inspeksi periodik • bangun standar kerja • kendalikan suku cadang • komputerisasikan informasi perawatan • Kenali tanda-tanda kejanggalan yang terjadi pada proses dan deteksi kejanggalan-kejanggalan tersebut secara lebih dini • Tangani kejanggalan-kejanggalan dengan benar Tahap 4. Prediksi Umur Mesin • Bangun sistem perawatan predictive: • Latih pelaku diagnostik peralatan • Perkenalkan teknik-teknik diagnostik peralatan • Konsolidasi peningkatan kegiatan: • Laksanakan analisis kegagalan yang canggih menggunakan teknik-teknik engineering yang khas • Perpanjang umur mesin dengan menggunakan material dengan kemampuan yang lebih lanjut dan terapkan sebisa mungkin teknologibaru
Konsep Menuju World Class Maintenance Jadi secara teknis praktis Langkah Pertama dan Kedua untuk bisa mencapai Kondisi ProActive yang sebenarnya yang ada pada langkah Ketiga harus dapat diterapkan dengan baik. Ini semua dapat berlangsung apabila organisasinya merupakan Learning Organization yaitu suatu organisasi yang akan selalu ada dalam proses • mencipta (creating), • mengakuisisi (acquiring), • mentransfer (transferring), dan • mempertahankan (retaining) pengetahuan (knowledge) dan • melakukan modifikasi (modifying) perilaku yang ada saat ini (current behaviour) untuk meningkatkan efisiensi (to increase efficiency)”. Organizational Learning itu sendiri merupakan suatu proses yang memungkinkan suatu organisasi untuk dapat menggunakan dengan lebih baik pengetahuan (knowledge) dari para anggautanya dalam membuat keputusan bisnis. Pada organisasi yang konvensional, keputusan-keputusan biasanya didasarkan pada perspektif manajemen dengan tidak memperhitungkan (mengikutsertakan) anggauta-anggauta organisasi lainnya. Suatu bisnis yang menggunakan Organizational Learning mengakui nilai tambah dengan memasukkan seluruh anggautanya dalam proses pengambilan keputusan.
Konsep Menuju World Class Maintenance Organizational Learning telah berkembang menuju suatu metodologi dengan mana bisnis memfasilitasi kolaborasi di dalam organisasi itu sendiri untuk berkonsentrasi pada continuous improvement. Organisasi yang menerapkan filosofi ini disebut sebagai ”Learning Organization”. Suatu Learning Organization mengakui bahwa suatu bisnis terdiri dari orang yang memiliki komitmen dari seluruh yang ada di organisasi untuk mendapatkan tujuan-tujuan organisasi yang terbaik. Melalui Organizational Learning suatu organisasi mendapatkan pengetahuan dan mengembangkan ketrampilan untuk memperkuat anggauta-anggautanya untuk bekerja dalam suatu team yang kohesif (solid). Tabel berikut mengidentifikasikan beberapa dari perbedaan-perbedaan yang mendasar antara Organisasi Konvensional dan Learning Organization.
Konsep Menuju World Class Maintenance • Langkah pertama untuk menerapkan Organizational Learning adalah memberi dorongan ke seluruh anggauta organisasi untuk secara berkesinambungkan belajar dengan memberi imbalan bagi anggauta-anggauta yang meningkat kompetensinya. Pemahaman akan bagaimana orang belajar merupakan kunci untuk mengimplementasikan suatu sistem yang efektif. Adaptive learning merupakan proses belajar yang reaktif terhadap perubahan dan didasarkan pada aturan dan struktur. Sebaliknya, proactive learning berjalan melampaui reaktif dan terjadi apabila selalu bersedia untuk melakukan perubahan-perubahan. Implementasi dari Organizational Learning membutuhkan insentif untuk mendorong pelaksanaan proactive learning. • Langkah kedua dalam mengimplementasikan Organizational Learning adalah untuk menerapkan Team Learning dimana orang-orang bersedia dan mampu untuk bekerjasama untuk membangun mindsets baru dan mentransfer pengetahuan melalui organisasi tersebut. • Pada langkah ketiga, Organizational Learning mensyaratkan agar organisasi menggunakan pengetahuan yang makin meningkat untuk menciptakan peluang-peluang pasar yang baru.
Konsep Menuju World Class Maintenance • Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, pengembangan Organizational Learning membutuhkan kemampuan untuk ”mencipta (creating), mengakuisisi (acquiring), mentransfer (transferring), dan mempertahankan (retaining) pengetahuan (knowledge) dan melakukan modifikasi (modifying) perilaku yang ada saat ini (current behaviour) untuk meningkatkan efisiensi (to increase efficiency)”. • Pengetahuan didapat dari berbagai sumber di dalam maupun dari luar organisasi. Orang yang bekerja dalam organisasi memahami kebutuhan sehari-hari dan memiliki dasar-dasar pengetahuan yang dibutuhkan untuk membantu manager sewaktu mencoba menyelesaikan masalah-masalah. Memanfaatkan sumber daya manusia bersama-sama dengan kemampuan manajer untuk mengenal dan menginterpretasikan pengetahuan adalah kritis. Juga sangat penting terjadinya alih pengetahuan apabila seseorang meninggalkan organisasi sehingga pengetahuan tersebut tinggal dan tidak hilang.