1 / 35

Nama Matakuliah : Proses Stokastik

Nama Matakuliah : Proses Stokastik Jadwal : Senin, 13.00 - 14.40 (Lab 1) Rabu, 8.00 – 9.40 (Ruang 104) Nama (Alumni Dari) : Loeky Haryanto , Dr (TUDelft, 2007),

weston
Download Presentation

Nama Matakuliah : Proses Stokastik

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Nama Matakuliah : Proses Stokastik • Jadwal : Senin, 13.00 - 14.40 (Lab 1) • Rabu, 8.00 – 9.40 (Ruang 104) • Nama (Alumni Dari) :Loeky Haryanto, Dr (TUDelft, 2007), • M.Sc. (Univ. of Florida,1993), M.A.T. (Univ. of • Florida, 1993), MS (ITB, 1988),Drs (UGM, 1982), • Penilaian:33-50 % dari Mid-test tertulis • 33-50 % dari Fin-test tertulis • Maksimal34 % dari lain-lain (e.g. test tanpa pemberitahuan) • Distribusi Nilai: • Mendekati normalitas (nilai C paling banyak, nilai A dan E paling sedikit) selain pertimbangan2 lain (aturan akademik, dsb) • 2. Cara Mengajar (dan Cara Belajar) • Dosen sebagai fasilitator belajar, mahasiswa belajar mandiri.

  2. Athanasios Papoulis. PROBABILITY, RANDOM VARIABLES AND STOCHASTIC PROCESS, McGraw-Hill, Third Edition, 1991 (Newer 4th Ed with Pillai). www.mhhe.com/papoulis Kuliah – 1a Dasar-Dasar Teori Peluang Kuliah – 1b Independen and percobaan Bernoulli Kuliah – 2a Peubah Acak Kuliah – 2b Peubah Acak Binomial, Peluang Bersyarat, Fungsi Kerapatan dan Rumus Stirling. Kuliah – 3a Fungsi dari Peubah Acak Kuliah – 3b Mean, Varians, Moment dan Fungsi2 Karakteristik Kuliah – 4a Dua Peubah Acak Kuliah – 4b Satu Fungsi dari Dua Peubah Acak Kuliah – 5a Dua Fungsi dari Dua Peubah Acak Kuliah – 5b Moment Bersama dan Fungsi Karakteristik Bersama Kuliah – 6a Fungsi2 Kerapatan Bersyarat dan Nilai2 Harapan Bersyarat Kuliah – 6b Prinsip2 Estimasi Parameter

  3. Kuliah – 7a Hukum Lemah dan Hukum Kuat Bilangan-Bilangan Besar Kuliah – 7b Mid-Test Kuliah – 8 Pengenalan Proses Stokastik Kuliah – 9 Proses Poisson Kuliah – 10 Estimasi Kuadrat Mean Kuliah – 11 Kecenderungan Jangka Panjang dan fenomena Hurst Kuliah – 12 Spektrum Daya Kuliah – 13 Penyajian Deret dalam proses stokastik Kuliah – 14 Peluang Kepunahan untuk antrian-antrian dan martingale Kuliah – 15 Final-Test Catatan: Kuliah 1-7 diberikan dengan asumsi mayoritas mahasiswa belum pernah belajar teori peluang (Probability Theory).

  4. A. TEORI PELUANG (Probability Theory) Laplace: Peluang suatu kejadian A yang didefinisikan (tanpa percobaan, hanya atas dasar suatu asumsi) adalah P(A) = Asumsi dasar di sini: “Setiap kejadian elementer berpeluang sama”. Misalkan sebuah kota berisi n bola putih dan m bola merah. Dalam kasus ini, ada dua kemungkinan hasil luaran atau kejadian (event) yang dianggap berpeluang sama: peluang setiap bola (putih atau merah) terpilih. Jadi, peluang bola putih terpilih adalah (1.1) juga bisa digunakan mendefinisikan peluang sebuah bilangan bulat yang dipilih secara acak habis dibagi oleh bilangan prima p. (1-1)

  5. Jika p prima, maka setiap kelipatan p (diawali dari p) habis dibagi oleh p. Jadi di antara sebanyak p bilangan2 bulat yang berurutan, hanya ada satu bilangan di antaranya yang habis dibagi p. Di antara np bilangan, terdapat n bilangan yg habis dibagi p. Mis. dg p = 3, di antara tiga bilangan 1, 2, 3 (atau di antara tiga bilangan 5, 6, 7) hanya ada satu bilangan yang habis dibagi 3. Di antara 4·3 = 12 bilangan 3, 4, 5, …, 14, terdpt 4 bilangan (yaitu 3, 6, 9 dan 12) yg habis dibagi 3, dst. Frekuensi Relatif: Peluang dari kejadian A didefinisikan sebagai dimana nA adalah banyaknya hasil luaran dari A dan n adalah banyaknya (frekuensi) percobaan. (1-3) bisa digunakan untuk menurunkan (1-2). Caranya, kita berargumentasi bahwa di antara bilangan habis dibagi p. (1-2) (1-3)

  6. Secara umum, ada sebanyak n/p (jelaskan!) bilangan kelipatan p yang terletak di antara 1 dan n. Misalnya dg p = 3, dan n = 10, ada ‘sebanyak’ bilangan kelipatan 3 di antara 10 bilangan 1, 2, 3, .., 10. Ada sebanyak bilangan kelipatan 3 di antara 262144 bilangan2 bulat N = 1, N = 2, …, N= 262144P(N kelipatan 3) = Dengan cara yang sama, diperoleh dan Cara aksioma oleh Kolmogorov dalam pendefinisian konsep peluang diturunkan dari sekumpulan aksioma-aksioma. Pada umumnya, cara aksioma lebih baik baik dari definisi2 (1-1) s.d. (1-3) yang baru saja disajikan. (1-4) (1-5) (1-6)

  7. Ruang semesta peluang , terbentuk oleh kumpulan semua kejadian elementer (kejadian yg tak bisa diurai) • memuat himpunan-himpunan bagian Dari setiap pasang kejadian (event) AdanB, diturunkan kejadian2 lain (composite events) semacam dimana dan (1-7) (1-8)

  8. A B A A B Fig.1.1 • Jika (himpunan kosong), maka A dan B • dikatakan saling lepas (disjoint atau mutually ] • exclusive, disingkat M.E). • Partisi pada  adalah koleksi subhimpunan2 yang • saling lepas  sedemikian rupa shg gabungannya • sama dengan , secara simbolik: (1-9) B A Fig. 1.2

  9. A B A B B A Hukum/Dalil De-Morgan: (1-10) Fig.1.3 • Agar (1-10) bermakna, kita hanya membicarakan kejadian • (event) yang merupakan subhimpunan2 tertentu dari . • Sebab ada mekanisme secara matematis untuk menghitung • peluang sebuah kejadian dan mekanisme ini tak bisa • diberlakukan pada sembarang subhimpunan A  ). • Contoh 1.1: Perhatikan percobaan melempar dua koin • mata uang secara bersamaan dengan total/semua hasil • luaran (kejadian2 elementer dari percobaan) adalah

  10. dan Himpunan sama dengan kejadian “Hasil luaran adl sisi head yg dihasilkan dari percobaan tersebut dan yg terjadi paling sedikit satu kali”. Jika syarat sebagai sebuah kejadian terpenuhi, maka dg bhs matematis,pernyataan di atas dilambangkan Ilustrasi 2 bahasa terkait kejadian A dan B adalahsbb: Bahasa I (Bhs. sehari-hari) Bhs. II “Apkh hasil luaran adl kejadianA atau B”? “Apkh hasil luaran adl kejadianA and B”? “Apkh hasil luaran adl kejadian di luar A”?

  11. Apabila maka subhimp2 dst, juga merupakan kejadian2. Kolmogorov memformalkan persyaratan2 suatu subhimp sebagai kejadian melalui konsep lapangan (field), yaitu koleksi Fdari subhimp2 dalam    yang memenuhi syarat: Dari (i) - (iii), mudah diturunkan dst., juga termasuk dalam F. Ilustrasi: Dari (ii) kita mendapatkan dan dari (iii) diperoleh Gunakan lagi (ii) utk mendapatkan dimana kita menggunakan dalil De Morgan (1-10). (1-11)

  12. Jadi jika maka adalah koleksi kejadian2. Dari sini dan seterusnya, kita hanya menggunakan istilah ‘kejadian’ pada unsur-unsur di dalam F. Mis. adalah nilai peluang diperolehnya hasil luaran elementer , bagaiman kita mendefinisikan kejadian2 lain yang lebih kompleks seperti kejadian2 A, B, AB, dst ? Ketiga aksioma peluang berikut dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan ini. (1-12)

  13. Aksioma2 Peluang Utk setiap kejadianAF, diberikan nilai P(A). Bilangan P(A) ini disebut peluang kejadianA dan memenuhi tiga syarat berikut yang berperan sebagai aksioma2 peluang: (NB: (iii) menyatakan bahwa jika A dan B adalah kejadian yg M.E., peluang gabungannya sama dengan jumlah peluag masing2 kejadian) (1-13)

  14. Sifat-sifat peluang: • a. Bukti: Karena dari (ii) • Ttp dan dengan menerapkan (iii), • Bukti: Utk setiap kejadian A F , • Sbg akibatnya • Ttp sehingga • c. Apabila A and B tidak M.E., bgmn cara mencari (1-14) (1-15)

  15. Untuk menjawab pertanyaan di atas, ditulis ulang dalam (in terms of) himpunan2 M.E. sehingga kita bisa menerapkan aksioma2 peluang. Dari Fig.1.4 dg A dan adalah kejadian2 M.E.. Dg menggunakan aksioma2 (1-13-iii) Utk mencari kita menyatakan B sebagai Jadi sebab dan adl kejadian M.E. A (1-16) Fig.1.4 (1-17) (1-18) (1-19)

  16. Dari (1-19), • dan substitusi (1-20) ke dalam (1-17) • Question: Suppose every member of a denumerably • infinite collection Ai of pair wise disjoint sets is an • event, then what can we say about their union • i.e., suppose all what about A? Does it • belong to F? • Further, if A also belongs to F, what about P(A)? (1-20) (1-21) (1-22) (1-23) (1-24) PILLAI

  17. Contoh: Dalam percobaan melempar satu koin, didefinisikan kejadian A = “Sisi head pada akhirnya keluar (setelah sebelumnya yang keluar selalu sisi tail)”. Apakah A F sehingga P(A) bisa dihitung? Jawaban intuisi kita ‘YA’. Tulis A1 = h, A2 = th, …, Jelas Lebih jauh kejadian A adalah kejadian (1-25) (1-26) (1-27)

  18. Kita tak bisa menggunakan aksioma2 (1-13-iii) untuk menghitung P(A) sebab aksioma2 tersebut hanya berlaku pada dua (atau pada sebanyak hingga) kejadian2 M.E. Untuk menjawab pertanyaan dari (1-23)-(1-24), diperlukan perluasan konsep dalam aksioma2 tsb dan hasil perluasan ini nanti memberikan tambahan satu aksioma baru. DefinisiLapangan- (perluasan konsep Lapangan): Suatu lapangan Fadl lapangan- apabila selain memenuhi ketiga syarat di dalam (1-11), juga memenuhi: Untuk setiap barisan kejadian2 yang sepasang2 M.E., maka gabungannya juga mrpk kejadian: (1-28)

  19. Dari (1-28), kita mendapatkan tambahan satu aksiom a baru berikut, selain ketiga aksioma dalam (1-13). (iv) Jika Ai sepasang2 merupakan kejadian2 ME, maka Kembali ke contoh pelemparan koin, dari pengalaman kita tahu bahwa kalau terus-menerus melempar koin maka pada akhirnya sisi headpasti keluar, yaitu Tetapi dan dengan menggunakan aksioma peluang yang terbaru, aksioma (1-29), (1-29) (1-30) (1-31)

  20. Dari (1-26) yang dikenakan pada koin ideal (faircoin) dan karena kejadian Anhanya memberikan hasil satu dari 2n lemparan, maka hasil yang sesuai dengan (1-30)! Ini merupakan sebuah ilustrasi ‘pembenaran’ terhadap aksioma (1-29). Summary: Triple (, F, P) yang terbentuk oleh himpunan tak kosong  yg memuat kejadian2 elementer, sebuah lapangan- Fyg terdiri atas (mungkin cuma sebagian!) sub-himpunan2 dari  dan fungsi peluang P yg terdefinisi pada Fyang merupakan subjek dari ke empat aksiom ((1-13) dan (1-29)) mendefinisikan sebuah model peluang. Dengan deduksi matematis, peluang dari kejadian2 dalam Fbagaimana pun kompleksnya, bisa diturunkan dari model ini. (1-32)

  21. Peluang Bersyarat dan Independensi Pada suatu percobaan independen N kali, kita tulis NA, NB,NAB menyatakan banyaknya kejadian2 A, B and AB ygdihasilkan. Menurut pengertian peluang frekuensi, untuk nilai N yang cukup besar (bhs matematis N  ) Di antara sebanyak NA kejadian yang menghasilkan A, ada sebanyak NAB kejadian yang dihasilkan bersamaan dengan dihasilkannya sebanyak NB kejadian yang menghasilkan B. Jadi (1-33) (1-34)

  22. mengukur “kejadian yang menghasilkan A apabila diketahui kejadian B sudah dihasilkan lebih dahulu”. Kita menulis peluang bersyarat ini sebagai berikut P(A|B) = peluang dari “kejadian yang menghasilkan A apabila diketahui kejadian B sudah dihasilkan lebih dahulu”. Didefinisikan asalkan Berikut pembuktian bahwa definisi peluang bersyarat ini memenuhi aksioma2 peluang. (1-35)

  23. Bukti: (i) (ii) since  B = B. (iii) Misalkan maka Ttp Jadi memenuhi semua aksioma2 dalam (1-13). Jadi (1-35) mendefinsikan model peluang yang legitimate. (1-36) (1-37) (1-38) (1-39)

  24. Sifat2 Peluang Bersyarat: a. Jika maka sebab apabila maka dihasilkannya B secara otomatis sama dg dihasilkannya A. Ilustrasi: Dalam percobaan pelemparan koin, maka dan b. Jika maka (1-40) (1-41)

  25. Jadi dalam ekperimen pelemparan koin, Informasi ini dan informasi B sudah terjadi (informasi bahwa head yang dihasilkan dari pelemparan banyaknya adalah genap) menyebabkan peluang kejadian A “head dihasilkan sebanyak 2” tidak akan lebih besar daripada peluang kejadian yang sama. c. Kita bisa menggunakan peluang bersyarat untuk menyatakan peluang kejadiann yang lebih kompleks ttp bisa diuraikan (in terms of) kejadian2 sederhana yang terkait Mis. sepasang2 saling lepas dan gabungannya sama dengan . Artinya, Jadi (1-42) (1-43)

  26. Ttp sehingga dari (1-43) Dari konsep peluang bersyarat, selanjutnya diperkenalkan konsep kejadian2 yang saling “independen”. Independensi: A and B adl dua kejadian independen jika Ini adalah pernyataan ttg ‘probabilistic’, bukan pernyataan ttg himpunan (mis. pernyataan dua kejadian yg saling lepas: dua kejadian M.E.). (1-44) (1-45)

  27. Apabila A dan B adalah dua kejadian saling independen, maka Jadi jika A dan B saling independen, kejadian B yg terjadi sebelumnya tak memberikan pengaruh sedikit pun pada besar peluang kejadian A. Nilai peluang kejadian A tak dipengaruhi oleh sudah atau belum terjadinyakejadianB. Contoh 1.2: Sebuah kotak berisi 6 bola putih dan dan 4 bola hitam. Pindahkan (dan tidak dikembalikan) dua bola secara acak dari kotak. Berapa peluang kejadian warna bola pertama putih sedangkan warna bola kedua hitam? Tulis W1 = “warna bola pertama yang terambil putih” B2 = “warna bola kedua yang terambil hitam” (1-46) PILLAI

  28. Kita mencari Karena maka dengan aturan peluang bersyarat, Tetapi dan Jadi (1-47)

  29. Apakah W1 dan B2 independen? Common sense kita “No”. Sebagai verifikasi, kita perlu menghiutng P(B2). Tentu saja, peluang jenis bola kedua yang dihasilkan sangat tergantung pada hasil pengambilan bola pertama. Kejadian untuk bola pertama mempunyai dua kemungkinan: W1 = “ warna bola pertama putih” atau B1= “warna bola pertama hitam”. Karena dan maka W1 bersama B1 membentuk suatu partisi. Jadi (lih. (1-42)-(1-44)) dan spt diduga, W1 dan B2 tidak saling bebas (saling dependen).

  30. Dari (1-35) diperoleh Demikian pula dari (1-35) diperoleh atau Dari (1-48)-(1-49), diperoleh atau Persamaan (1-50) dikenal sebagai Teorema Bayes. (1-48) (1-49) (1-50)

  31. Dalil Bayes yang sederhana memuat interpretasi menarik. P(A) menyatakan peluang teoritis kejadian A tanpa melalui percobaan. Ttp jika kejadian B benar2 telah terjadi dan A dan B tidak independen, informasi baru ttg B akan bermanfaat thd informasi ttg A. Aturan Bayes (1-50) memperhitungkan informasi baru (“B sudah terjadi”) shg peluang A akan bisa ditaksir lewat ‘percobaan’ B (Jika B membesar mendekati Ω, maka P(A|B)mendekati P(A)). Kita juga bisa memandang B sebagai sumber informasi baru yang diperoleh dari percobaan. Dengan informasi baru ini, pengetahuan kita tentang peluang P(A) dari A bisa dinyatakan dalam (in terms) peluang untuk B, jadi akan memperbaiki pengetahuan kita tentang A. Teorema Bayes berisi mekanisme cara pemanfaatan informasi baru ini.

  32. Bentuk yang lebih umum dari Teorema Bayes melibatkan suatu partisi atas ruang . Dari (1-50) di mana kita sudah menggunakan (1-44). Pada (1-51), barisan menyajikan barisan kejadian2 yang saling lepas dg peluang (klasik) Dengan tambahan informasi “B sudah terjadi”, informasi tentang Ai bisa di ‘update’ oleh ke n peluang-peluang (1-51)

  33. Contoh 1.3: Dua kotak B1 danB2 masing2 berisi 100 dan 200 bola lampu. Kotak pertama (B1) memuat 15 bola lampu defective dan kotak kedua memuat 5 lampu defektif. Satu kotak dipilih secara acak dan dari kotak tsb, dipilih satu bola lampu. (a) Berapa besar peluang bola yang terambil defektif? Solusi: Kotak B1 memuat 85 bola lampu baik dan 15 jelek, kotak B2 memuat 195 dan 5 defectif. Misalkan kejadian D = “Lampu defektif terambil”. maka

  34. Satu kotak yang dipilih secara acak berpeluang sama utk terpilih. Jadi B1 dan B2 membentuk partisi (1-43) thd kejadian D dan dengan mengguakan (1-44) diperoleh Jadi ada peluang sebesar kira-kira 9% bahwa bola yang terambil adalah defektif.

  35. (b) Misalkan bola lampu tsb sudah kita uji dan ternyata defektif. Berapa peluangnya bola lampu tsb berasal dari kotak 1? (Dalam bahasa matematis: ) Awalnya (tanpa percobaan) nilai peluang memilih kotak 1 diperkirakan Kemudian kita coba memilih sebuah kotak secara acak dan kemudian menguji satu bola lampu di dalamnya yang ternyata defektif. Apakah informs ini memberikan pencerahan terhadap nilai peluang tsb? Hasil (1-52) menunjukkan bahwa karena mendapatkan bola lampu defektif, maka lebih besar kemungkinan bahwa kotak 1 adl kotak yg terpilih (sebab memuat lebih banyak bola lampu defektif dp kotak 2). (1-52)

More Related