220 likes | 691 Views
LAYAR TERKEMBANG. Karya Sutan Takdir Alisyahbana Disusun oleh Diah Puspita 0605068/06. Tema : Perjuangan Wanita Indonesia. Latar / Setting ; Gedung Akuarium di Pasar Ikan, Rumah Wiriaatmaja, Mertapura di Kalimantan Selatan, Rumah Sakit di Pacet, Rumah Partadiharja,
E N D
LAYAR TERKEMBANG Karya Sutan Takdir Alisyahbana Disusun oleh Diah Puspita 0605068/06
Tema : Perjuangan Wanita Indonesia Latar / Setting ; • Gedung Akuarium di Pasar Ikan, • Rumah Wiriaatmaja, • Mertapura di Kalimantan Selatan, • Rumah Sakit di Pacet, • Rumah Partadiharja, • Gedung Permufakatan.
Alur : Maju Sudut Pandang : Orang ketiga yang ditandai dengan menggunakan nama dalam menyebutkan tokoh-tokohnya.
Penokohan • Maria : Anak Raden Wiriaatmaja, seseorang yang mudah kagum,mudah memuji dan memuja,lincah dan periang. • Tuti : Anak Raden Wiriaatmaja, seseorang yang aktif dalam berbagai kegiatan wanita,selalu serius,jarang memuji,pandai dan cakap dalam mengerjakan sesuatu. • Yusuf : Putra Demang Munaf di Mrtapura, seseorang mahasiswa kedokteran yang pandai dan baik hati. • Wiriaatmaja : Ayah dari Maria dan Tuti, seorang yang memegang teguh agama,baik hati dan penyayang. • Partadiharja : Adik Ipar Wiriaatmaja, seseorang yang baik hati, teguh pendirian dan peduli antarsesama. • Saleh : Adik Partadiharja, seorang lulusan sarjana yang sangat peduli akan alam sehingga ia mengabdikan diri sebagai seorang petani. • Ratna :Istri saleh, Seorang petani yang pandai dan baik hati.
Gaya Penulisan Didalam novel ini banyak ditemukan majas personifikasi dan banyak menggunakan bahasa Melayu sehingga terlihat agak rancu dan sulit dimengerti.
SinopsisRoman Layar Terkembang menceritakan perjuangan wanita Indonesia beserta cita-citanya. Dua gadis bersaudara memiliki perangai yang berbeda. Maria adalah seorang dara yang lincah dan periang, sedang Tuti selalu serius dan aktif dalam kegiatan wanita. Maria memiliki badan yang ramping, ia baru berusia dua puluh tahun dan sekolah di H.B.S Carpentier Alting Stichting kelas penghabisan. Tuti adalah kakak dari Maria, badannya tegak dan agak gemuk. Ia telah berusia dua puluh lima tahun dan menjadi guru di Sekolah H.I.S Arjuna di Petojo. Mereka adalah anak Raden Wiriaatmaja , mantan wedana di daerah Banten dan ketika pensiun pindah ke Jakarta.Pada hari minggu, kedua bersaudara itu pergi melihat-lihat akuarium di pasar ikan. Ketika sampai di tempat tujuan, Maria kagum melihat ikan-ikan yang indah permai. Maria adalah seseorang yang mudah kagum, yang mudah memuji dan memuja. Ia cepat mengungkapkan perasaannya, baik perasaan senang maupun sedih. Berbeda dengan kakaknya, Tuti bukan seorang yang mudah kagum dan heran melihat sesuatu. Keinsafannya akan harga dirinya amat besar. Ia merasa pandai dan cakap dalam mengerjakan sesuatu yang ingin dicapainya. Segala sesuatu diukurnya dengan kecakapannya sendiri, oleh karena itu ia jarang memuji.Perbedaab sifat dan tingkah laku yang seperti siang dan malam itu tidak mengganggu tali ikatan persaudaraan mereka. Ibu mereka telah meninggal dua tahun yang lalu, sehingga mereka tinggal bertiga dengan ayah mereka.
Setelah beberapa lam mereka asyik melihat-lihat ikan lalu keluarlah mereka. Ketika daun pintu yang besar dibuka oleh mereka, terlihat laki-laki muda mengangkat kepalanya melihat kearah mereka. Beberapa lama gadis itu berjalan-jalan di beranda akuarium mengamatiikan-ikan yang aneh yang tersimpan dalam kaca dan botol. Mereka akhirnya berjalan menuju tempat sepeda mereka masing-masing. Ketika itu, keluarlah pemuda dari dalam dan menghampiri kedua gadis itu sebab sepedanya terletak dekat dengan sepeda mereka. Akhirnya mereka berkenalan dengan pemuda tersebut yang ternyata bernama Yusuf. Yusuf adalah Putra Demang Munaf di Mertapura di Kalimantan Selatan. Yusuf adalah seorang mahasiswa kedokteran,yang pada masa lalu dikenal dengan sebutan Sekolah Tabib Tinggi. Ia tinggal bersama saudaranya yang tinggal di Sawah Besar di Daerah Jawa. Sejak perkenalan itu, Yusuf tidak berhenti-hentinya memikirkan Tuti dan Maria. Namun yang lebih ia pikirkan adalah Maria. Maria telah menarik hatinya. Muka Maria lebih berseri-seri, matanya menyinarkan kegirangan hidup dan bibirnya senantiasa tersenyum.
Di jalan Gang Heuber turun seorang anak muda dari sepeda, ia adalah Yusuf. Dalam sepuluh hari, ia telah lima kali datang ke rumah R.Wiriaatmaja. Setiap pagi ia menunggu Maria di depan Alaidruslaan dan dari sana mereka bersama-sama pergi ke sekolah. Tuti dan Ayahnya merasa bahwa Maria dan Yusuf sedang jatuh cinta. Yusuf berkunjung ke rumah wiriaatmaja. Kedatangannya disambut dengan lemah lembut dan hormat. Setelah meletakan sepedanya, Yusuf duduk bersama Tuti dan Maria. Tidak berapa lama mereka berbincang-bincang, kemudian terlihat seorang laki-laki yang kira-kira tiga puluh lima tahun usianya turun dari delman dan masuk ke pekarangan menuju ke meja tempat ketiga anak muda itu duduk. Ternyata yang dating adalah parta. Ia adalah adik ipar dari Wiriaatmaja. Lalu ia pun duduk bersama mereka. Tak berapa lama datanglah Wiriaatmaja menghampiri mereka. Wiriaatmaja terlihat sangat bahagia menyambut kedatangan iparnya itu. Merekapun berbincang-bincang, didalam perbincangannya Partadiharja mengeluh tentang adiknya yang bernama saleh yang bekerja di kantor justisi sebagai ajun komis yang gajinya lumayan besar, tiba-tiba mengundurkan diri tanpa alas an yang jelas dan tanpa sepengetahuan famili terlebih dahulu. Tuti memberikan pendapat yang berbeda dari sudut pandang yang berbeda pula namun hal tersebut malah menjadi pertentangan antara Tuti dengan Parta. Akhirnya Tuti memutuskan untuk diam karena ia tahu bahwa pertentangannya itu tidak akan mendatangkan atau membuahkan hasil malah mungkin ia akan dibenci oleh pamannya tersebut.
Tak berapa lama senjapun mulai terlihat, partadiharja pun pulang. Dan ketika beduk magrib berbunyi, Wiriaatmaja masuk meninggalkan ketiga anak muda yang berada di halaman untuk pergi sembahyang. Setelah kepergian Wiriaatmaja, merekapun berbincang-bincang tentang agama, yang ujung-ujungnya terjadi pertentangan antara ketiganya namun pertentangan tersebut tidak brlangsung lama karena terdengar bunyi langkah kaki Bapaknya. Karena mereka tidak mau ada pertengkaran dengan Bapaknya maka iapun memutuskan untuk mengakhiri perbincangan tentang agama tersebut. Setelah sejam lamanya keempat orang tersebut becakap-cakap tentang bebagai topik maka kira-kira pukul delapan, Yusuf pamit untuk pulang. Yusuf berlibur ke rumah orang tuanya di mertapura untuk melepas lelah setelah ujian kedokteran. Selama di Mertapura Yusuf berkirim-kiriman surat dengan Maria. Yusuf menceritakan pengalamannya selama di Mertapura dan Maria menceritakan keadaannya yang kesepian ditinggalkan saudaranya pergi menghadiri kongres.
Seiring berjalannya waktu, timbullah benih-benih cinta antara Maria dan Yusuf. Merekapun saling berjanji akan menikah di kemudian hari. Hal tersebut diceritakan oleh maria kepada Tuti dan Rukamah sepupu maria. Dinding Gedung Permufakatan berat berhias daun kelapa dan daun beringin, disela-sela kertas merah putih. Di dinding sebelah kanan nyata jelas tersusun huruf “Pemuda Baru”, dan di sebelah kiri tertulis “Kongres Kelima”. Bau daun yang segar memenuhi seluruh ruangan yang girang gembira dan terlihat cahaya lampu listrik yang terang benderang. Di depan ruang itu terdapat layer berwarna ungu berombak-ombak. Dari pintu yang terbuka lebar terlihat orang-orang yang berdatangan tiada henti-henti. Makin banyak orang yang duduk di kursi dan bangku yang tersusun di dalam gedung, diluar masih banyak terlihat orang-orang berduyun-duyun datang dari jalan raya
Dari pintu bawah sebelah kanan, masuklah Maria kedalam ruangan lalu ia naik ke anak tangga dan mencari-cari Yusuf dan Tuti. Setelah Yusuf terlihat olehnya, maka dengan cepat ia memanggilnya untuk bersiap-siap memulai pertunjukkan. Pukul delapan datanglah seorang anak muda keluar dari belakang layer. Dengan suara nyaring, ia memberi sambutan kepada penonton dan membacakan keputusan kongres. Ia juga memberitahu bahwa akan ada pertunjukkan yang diharapkan dapat menjadi kenang-kenangan yang indah dan tak terlupakan. Lalu ia pun kembali ke belakang layer. Tak berapa lama setelah ia kembali kebelakang layar yang tertutup, diiringi oleh tepuk tangan yang ramai, maka terbukalah layar yang ungu berombak-ombak tersebut. Ketika itu juga, padamlah lampu dalam gedung itu dan di atas podium terpasang cahaya biru, amat dahsyat sehingga menyinari pemandangan yang permai dan memikat itu.
Kutipan • Alinea 2 halaman 1 : Gadis berdua itu adik dan kakak, hal itu terang kelihatan pada air mukanya. • Alinea 3 halaman 1 : Tuti yang tertua diantara dua saudara itu, telah dua puluh lima tahun usianya, sedang adiknya Maria baru dua puluh tahun. • Alinea 3 halaman 2 : Sekian perkataan itu melancar dari mulutnya sebagai air memancar dari celah gunung. • Alinea 5 halaman 2 : Air mata dan gelak berselisih di mukanya sebagai siang dan malam. • Alinea 5 halaman 2-3 : Yang lain perempuan dalam arti penjelmaan pancaran siang dan malam yang tiada terhambat-hambat, berlimpah-limpah menggenangi segala sesuatu disekitarnya dengan kepenuhan kalbunya. Bagi Maria sendiri yang masih sebagai anak burung mengepak-ngepakan sayap, belum mendapat tempat bertengger, pimpinan Tuti yang tiada dinyatakan benar kepadanya itu terasa sebagai keamanan. • Alinea 1 halaman 3 : Mereka mendapat, merapat digerakkan oleh suatu gerak yang tiada terkaji, seperti anak ayam berkumpul pada induknya digerakkan oleh sesuatu tenaga yang tiada dapat diketahui. • Alinea 5 halaman 11 : Tuti yang mengatakan bahwa tiap-tiap manusia harus menjalankan penghidupannya sendiri, sesuai dengan deburan jantungnya, bahwa perempuanpun harus mencari bahagianya dengan jalan menghidupkan sukmanya
Alinea 4 halaman 12 : Yusuf ialah Putra Demang Munaf di Mertapura di Kalimantan Selatan. • Alinea 11 halaman 17 : Bangsa kita haus akan pengajaran dan sebenarnya berbahagialah orang yang dapat serta membantu mempersembahkn air kepada orang berjuta yang kehausan. • Alinea 3 halaman 29 : Agama itu dikerjakan apabila tak ada suatu apa lagi diharapkan dari hidup ini. Jika sudah putusasa akan hidup, barulah mencari agama. Pada agama diredakannya, perasaan takutnya akan mati, yang datang mendekat tiada terelakan lagi. Tak perduli ia tiada diketahuinya, yang oleh karena itu baginya mengandung rahasia itu, diredakannya perasaan takutnya akan rahasia mati yang nyata kelihatan kepadanya mengancamnya. Agama yang serupa itu, masakah ia akan dapat menarik pemuda-pemuda yang belum merasa kecemasan akan mati, yang masih penuh harapan menghadap hidup? • Alinea 3 halaman 31 : Kalau saya akan memegang agama, maka agama itu ialah yang sesuiadengan akal saya, yang terasa oleh hati saya. Agama yang lain dari itu, saya anggap seperti bedak tipissaja, yang luntur kena keringat
Amanat Perempuan harus memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat memberikan pengaruh yang sangat besar didalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan demikian perempuan dapat lebih dihargai kedudukannya di masyarakat.