E N D
Berdemonstrasi Cara Makan Bung Hatta juga penuh pengertian untuk perasaan grogi para muda, seperti yang dialami Titi dan saya waktu pada suatu siang seorang teman lain kelas ikut kami bersepeda dan waktu sampai di Reksobayan, Titi berbasa-basi bertanya untuk mampir. Eh, teman tadi mau, padahal Titi hanya basa-basi sebab sebenarnya kami kurang sreg dengannya. Lalu yang paling merisaukan adalah waktu Mbakyu Hatta meminta saya tinggal untuk makan. “Lha si itu?”, bisik saya pada Titi. “Oh kalian ada teman,” kata Mbakyu Hatta, “biar saja ikut makan”. Wah, saya gemetaran karena kenal sekali dengan si “pengikut” juga belum. Betul juga yang saya takutkan terjadi mengenai ketertiban di meja makan keluarga Hatta. Pada waktu makan ternyata si “pengikut” tadi memang tidak biasa dengan cara makan menurut tata krama, karena setiap kali ia mengambil suapan, piring berdenting-denting terkena sendok garpu dan terdengar aneh di kesunyian cara santap Bung dan Mbakyu Hatta dan tamu lain. Titi dan saya merasa sangat tegang dan tidak berani saling tegur. Tetapi apa yang dilakukan Bung Hatta? Ia melihat ke arah si teman dan dengan tersenyum bersantap perlahan seperti menunjukkan bagaimana cara makan dengan sopan. “Demonstrasi bagaimana makan” itu pun rupanya tidak “tertangkap” oleh yang bersangkutan, tetap saja ia makan lahap dan piring berdenting terkena sendok-garpu. Kejadian tersebut menyebabkan Titi dan saya langsung ke Mangunjayan agar tidak mampir ke Reksobayan kalau “si pengikut” mau ikut ke Reksobayan, karena saya masih grogi memikirkan, hal-hal apalagi yang akan dilakukan kalau diminta tinggal untuk makan oleh Mbakyu Hatta. Akhirnya “si pengikut” pun menganggap kami kurang “lucu” dan “cengeng” dan kami pun geen zin atau hilang selera untuk melanjutkan persahabatan. Lagipula “si pengikut” menganggap kita seperti gadis-gadis sok bertata krama. Kami ceritakan itu pada Tante Rachim dan beliau malah menasehati: “Kalian memang sok, tidak semua orang tahu bagaimana bertata krama baik. Dibelajari, dong!” Pernyataan tersebut yang antara lain menyebabkan kami menulis buku tata krama: “Bagaimana sebaiknya?” dengan Ibu Ratmini Soedjatmoko. Panduan tata krama populer tersebut kini sudah melewati cetakan ketiga. Terima kasih Bung Hatta untuk kenangan-kenangan masa remaja yang berharga! Suryatini N. Ganie, Pribadi Manusia Hatta, Yayasan Hatta, Juli 2002