10 likes | 205 Views
yang matang sesuai dengan perkembangan kepribadian, namun dapat pula mengalami kemandegan (Subandi, 1995). Mencapai kematangan beragama yang ideal bukanlah suatu usaha yang mudah seperti layaknya membalikkan telapak
E N D
yang matang sesuai dengan perkembangan kepribadian, namun dapat pula mengalami kemandegan (Subandi, 1995). Mencapai kematangan beragama yang ideal bukanlah suatu usaha yang mudah seperti layaknya membalikkan telapak tangan. Antara kehidupan beragama yang matang dengan yang tidak matang tidak dapat dipandang sebagai dua hal yang sama sekali bertolak belakang, tetapi layak untuk dipandang sebagai yang berproses dan berkesinambungan. Usaha untuk mencapai kematangan beragama merupakan perjalanan panjang yang tidak berujung pangkal, kapan harus memulai dan kapan harus mengakhirinya. Hal ini dipertegas oleh Subandi (1995) yang mengungkapkan bahwa perkembangan keberagamaan seseorang merupakan proses yang tidak akan pernah selesai. Berdasar pada uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa kematangan beragama dapat dipandang sebagai keberagamaan yang terbuka pada semua fakta, nila-nilai serta memberi arah pada kerangka hidup, baik secara teoretis maupun praktek dengan tetap berpegang teguh pada ajaran agama. 2. Ciri kematangan beragama Allport (1953), selain memberikan definisi, juga menyertakan ciri-ciri individu yang memiliki kematangan beragama dalam pembahasannya, yaitu : a. Kemampuan melakukan diferensiasi. Kemampuan melakukan diferensiasi dengan baik dimaksudkan sebagai individu dalam bersikap dan berperilaku terhadap agama secara objektif, kritis, reflektif, berpikir terbuka atau tidak dogmatis, observatif, dan tidak fanatik secara terbuka. Individu sering mengalami konflik antara rasio dengan dogma agama. Individu yang memiliki