200 likes | 725 Views
Dalam Perspektif Gereja Katolik. KAWIN CAMPUR. Apa yang dimaksud dengan kawin campur?. Bahasa Negara/Pemerintah: Perkawinan antara WNI dan WNA [ UURI No 1. Th.1974. Pasal 57-62 Bab XII ] Perkawinan antara orang kristen dengan non kristen. Dalam Bahasa Gereja: Mixta Religio [ Beda Gereja ]
E N D
Dalam Perspektif Gereja Katolik KAWIN CAMPUR
Apa yang dimaksud dengan kawin campur? • Bahasa Negara/Pemerintah: • Perkawinan antara WNI dan WNA [ UURI No 1. Th.1974. Pasal 57-62 Bab XII ] • Perkawinan antara orang kristen dengan non kristen
Dalam Bahasa Gereja: • Mixta Religio [ Beda Gereja ] Yaitu perkawinan antara orang katolik dengan orang dibabtis non katolik • Disparita Cultus [ Beda Agama ] Yaitu perkawinan antara orang katolik dengan orang tak dibabtis
Katolik – Dibabtis : > Dibabtis dalam Gereja Katolik > Dibabtis dalam Gereja non Katolik, tetapi kemudian diterima dalam Gereja Katolik dan tidak meninggalkan Gereja Katolik secara resmi. • Non Katolik – Tidak dibabtis: > Tidak beragama sama sekali > Beragama non kristiani
Babtis yang diakui Gereja Katolik • Syarat : harus ada forma dan materia > materia: air [ pembasuhan dengan air ] > forma: rumus Triniter [ Bapa, Putera dan Roh Kudus ]
Kebijakan Gereja Katolik tentang Kawin Campur • Menyadari resiko kawin campur secara proporsional. • Menghargai martabat pribadi manusia: a. Menghargai haknya untuk menikah: - Persyratan pelaksanaan hak untuk menikah. - Pengecualian dari halanan dan larangan nikah.
b. Menghargai kebebasan hati nurani seseorang untu menikah. • Membuka Kemungkinan Kawin Campur: - dengan memberikan izin untuk perkawinan campur beda gereja [ larangan ] izin artinya: persetujuan yang diberikan oleh instansi yang berwenang agar seseorang dapat melakukan [secara halal] yang sebetulnya dilarang. Syarat: ada alasan yang masuk akal dan wajar.
- dengan memberikan dispensasi untuk perkawinan campur beda agama [ halangan ]. dispensasi artinya: pelonggaran dari daya ikat hukum yang melulu gerejawi. Syarat: ada alasan yang masuk akal dan wajar, dan jangan jadi batu sandungan.
Tindakan Pengarahan: a. Janji pihak katolik: - untuk setia pada imannya sendiri untuk berusaha sekuat tenaga untu membabtis anak- anaknya dalam gereja katolik. - untuk membuat segala sesuatu sekuat tenaga mendidik anak-anak dalam gereja katolik. b. Pengajaran tentang pokok-pokok perkawinan katolik: - persyaratan untuk kesepakatan nikah - penghayatan perkawinan monogam c.Pemberitahuan kepada pihak non katolik
Penilaian Gereja Katolik tentang Kawin Campur • Nilai Iman: - bagi jodoh yang katolik – resiko – tidak selalu iman katolik terhambat - bagi anak-anak: [ babtis anak dalam gereja katolik; pendidikan anak dalam iman katolik; tidak selalu terhambat babtis dan pend. Anak ] - perlunya dukungan komunitas untuk penghayatan iman katolik
Nilai Perkawinan: - tuntutan tinggi perkawinan katolik - perlunya kebersamaan dalam pandangan hidup sebagai landasan bersama pengha- yatan hidup perkawinan. • Penataan dalam hukum gereja: - larangan bagi perkawinan campur beda gereja - halangan bagi perkawinan campur beda agama
Pertimbangan Pastoral: a. tidak menjelek-jelekan perkawinan campur - terhadap para calon - terhadap orang katolik yang hidup dlm. perkawinan campur. b. Tidak memanfaatkan kawin campur
Apa yang perlu dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan? Bahan pertimbangan ini terutama ditujukan kepada calon yang beragama katolik, tanpa mengesampingkan penghayatan terhadap keyakinan pihak non katolik.
1. Apakah akibat perkawinan campur ini atas penghayatan imanku sendiri? • Bagaimana sikap calonku terhadap diriku dan keyakinanku? [artinya: apakah ia mampu dan bersedia meghargai martabat pribadiku serta keyakinanku, sehingga ia tak akan menghabat aku menghayati imanku, melainkan menghargainya? Atau: apakah ia sangat fanatik dan tak akan mampu meghargai keyakinanku, dan tak akan memberi kebebasan?] b. Bagaimana sikap lingkungan keluarganya, orangtua, kakak-kakaknya, sanak saudara? Apakah mereka mencampuri urusan calonku dan juga perkawinanku sedemikian rupa sehingga akan menghambat kebebasan penghayatan imanku?
2. Apakah akibat perkawinan ini atas pembabtisan dan pendidikan nak-anakku dalam Gereja Katolik? • Apakah anak-anak akan menjadi korban rebutan pengaruh antara aku yang katolik dan calonku yang beragama lain? • Dapatkah masalah ini dimusyawarahkan dan disepakati sebelum perkawinan, agar jangan timbl konflik setelah menikah?
3. Bagaimana akibat perkawinan ini atas jodohku kelak? • Apakah ia, terutama hati nuraninya akan tertekan karena keyakinan akan agamanya sendiri? • Apakah yang diharapkannya dariku dalam soal agamanya? Dan apakah aku kiranya dapat memenuhi harapannya itu?
4. Apakah akibat perkawinan ini atas hidup perkawinanku dikemudian hari? • Apakah perkawinanku akan bertahan meskipun tidak didukung iman yang sama? Atau apakah perkawinanku akan retak dan pecah karena beban perbedaan itu? • Apakah calonku sungguh mampu dan bersedia menjalani perkawinan seperti dipahami Gereja Katolik, al. Setia pada satu seumur hidup? Atau apakah ia mempunyai watak dan kecenderungan yang akan menggagalkan perkawinanku? • Apakah perkawinan campur ini tidak akan membebani hati nurani salah seorang jodoh, karena perbedaan pandangan dibidang moral, misalnya metode-metode KB?