80 likes | 366 Views
Pers di Negeri Kaum Papa. Oleh Dion DB Putra. Wajah Pers merupakan gambaran bening tentang rupa masyarakatnya. Tidaklah mungkin pers hidup makmur di tengah masyarakat miskin papa. ( KMSN Palembang 2010). Wajah Pers NTT.
E N D
Pers di Negeri Kaum Papa Oleh Dion DB Putra
Wajah Pers merupakan gambaran bening tentang rupa masyarakatnya. Tidaklah mungkin pers hidup makmur di tengah masyarakat miskin papa.(KMSN Palembang 2010)
Wajah Pers NTT • NTT bukanlah yg terkecil dalam semesta pers nasional. Gudang jurnalis/penulis. • Paradoks dengan kondisi lokal. Kerakap tumbuh di batu, hidup enggan mati tak mau. • Puluhan tahun masy NTT jauh dari akses media. • Booming baru terjadi awal tahun 1990-an. • Periode 1999-2003 tercatat 42 media cetak lokal terbit di berbagai wilayah Propinsi NTT. • Satu per satu berguguran. • Minat baca masyarakat NTT tinggi namun tidak ditopang daya beli (ekonomi). • Media bukan kebutuhan prioritas.
Kenal Potensi Daerah • Perkembangan pers lokal seiring dengan laju ekonomi mayarakat setempat. • Penerbitan pers lokal harus mengetahui potensi perekonomian masyarakat lokal tempatnya berkiprah. • Caranya lewat survey atau riset pasar secara berkala. • Kuncinya: Maju bersama masyarakat
Kekuatan Pers Lokal • Kedekatan dengan pembaca, pendengar, pemirsa. • Lebih mudah diakses oleh masyarakat lokal. • Lebih menonjolkan atau mengutakan berita daerah yang tak mungkin dijangkau secara luas oleh media non lokal.
Sumber Referensi • Sumber referensi para pelaku ekonomi lokal dan elemen masyarakat lainnya. • Menunjukkan kekuatan lokal yg belum terjamah. • Memberi pencerahan • Tidak sekadar mengungkap masalah tapi menjelaskan duduk masalah dan menawarkan jalan keluar. • Prinsip: Informasi yang berimbang!
Selektif Memilih Media Kritis melihat kiprah media lokal. Sebagian media massa lokal belum berfungsi optimal. Terjebak pragmatisme atas nama kepentingan bisnis. Membebek tanpa reserve. Diam kepada kuasa politik dan modal. Media massa dan kel intelektual berperan sebagai suluh.
TERIMA KASIH Atambua, 20 Februari 2010