E N D
Bandara Juanda yang Ruwet Apakah semua orang sudah tahu yang tidak masuk akal sehat, dan hal itu sudah berlangsung bertahun-tahun, tapi tidak juga dilakukan perubahan? Salah satunya adalah ini: antrean masuk Bandara Juanda (juga bandara lain di Indonesia) berikut antrean check-in-nya. Dan, untuk internasional, antrean paspornya. Saya kira Pimpinan Bandara Juanda pasti tahu hal itu. Juga pimpinan perusahaan penerbangan. Tapi harapan untuk melihat terjadinya perubahan sistem antre di Bandara Juanda seperti mengharapkan berbunganya sakura di taman Indonesia. Di Tiongkok, sampai lima tahun lalu juga demikian. Bahkan lebih gawat lagi. Antre check-in atau antre masuk bandara hampir di semua kota di Tiongkok sangat berjubel, bising, desak-desakan, dan sering tercampur bau parfum dan keringat jadi satu. Tapi Tiongkok kelihatannya segera menyadari bahwa hal itu tidak masuk akal sehat. Maka perubahan pun diadakan. Mula-mula di Beijing, lalu Shanghai, dan kini sudah hampir merata di semua kota, termasuk kota kecil. Menjalarnya akal sehat sangat cepat di Tiongkok. Tapi mengapa akal sehat sulit berkembang dan sulit menular ke bandara di Indonesia? Lebih-lebih di Makasar, bukan main rusuhnya. Dulu, saya pernah berharap mungkin semua akal sehat itu baru akan ditegakkan kalau bandaranya sudah baru. Menertibkan antrean di bandara lama, barangkali dianggap sia-sia karena tempatnya serba sempit. Tapi, ketika bandara baru sudah beroperasi, ternyata tabiatnya sama saja. Hanya bandaranya yang baru, tapi perilakunya tetap lama. Sungguh tidak masuk akal sehat terjadinya antrean yang tidak tertib di sebuah bandara. Pertama, penumpang pesawat adalah orang-orang yang relatif berpendidikan. Kedua, sebagian juga sudah pernah ke luar negeri. Ketiga, mayoritas penumpangnya sudah membeli tiket sebelum berangkat ke bandara. Jadi, tidak mungkin ada perasaan bahwa penumpang tidak akan dapat tiket. Keempat, jumlah tiket dan kursi pesawat umumnya sudah disesuaikan. Jadi, tidak mungkin ada perasaan tidak akan dapat tempat duduk. Paling ada yang ingin lebih awal check-in agar bisa dapat tempat duduk di depan. Kelima, tempat duduk di pesawat bernomor sehingga tidak akan ada orang yang menduduki nomor kursinya. Tapi mengapa orang masih juga tidak menggunakan akal sehatnya? Seperti juga di sepak bola, di bandaralah tempat pembunuhan akal sehat secara besar-besaran. Apa sulitnya membuat sistem antre yang lebih masuk akal sehat? Sering orang atau sebuah manajemen berdalih tidak bisa melakukan sesuatu dengan alasan tidak ada biaya. Tapi apakah untuk membuat sistem antrean di bandara perlu biaya? Sama sekali tidak. Yang diperlukan adalah kemauan. Terutama kemauan Pimpinan Bandara Juanda. Kalau pimpinan bandaranya masih demikian kunonya, inisiatif bisa diambil oleh pimpinan perusaahaan penerbangan. Padahal, kalau Juanda bisa memulai sistem antre yang baik, ia akan mencatat sejarah sebagai bandara pertama di Indonesia yang menerapkan sistem antre yang sehat. Akal sehat yang tidak pernah digunakan lama-lama akan mati juga. Lalu lama-lama sesuatu yang tidak masuk akal sehat dikira sudah sehat. Lama-lama lagi orang yang berakal sehat menjadi kelihatan aneh sendirian. Saya sering kasihan melihat satu dua orang asing yang kelihatan canggung dan risi untuk ikut berjubel antre di pintu masuk bandara. Saya juga sering berpikir, kalau di bandara saja sulit diterapkan sistem antre yang baik, bagaimana dengan di kereta api? Bagaimana di terminal bus? Bagaimana pula di terminal bemo? Lalu, bagaimana bisa tertib di stadion sepak bola? Saya membayangkan alangkah ngamuk-nya suporter sepak bola Surabaya kalau kelak ada stadion baru yang tempat duduknya bernomor. Sudah berpuluh tahun suporter biasa dengan kursi stadion yang tidak bernomor. Bahkan stadionnya sendiri tidak berkursi. Sudah terbiasanya masuk stadion yang tidak berkursi dan tidak bernomor itu itu justru sudah menjadi kenikmatan tersendiri. Bisa joget-joget semaunya, bisa pindah ke belakang gawang lawan untuk melempar sesuatu ke penjaga gawang lawan, dan kalau lagi marah bisa membongkar semen tempat duduknya untuk dilemparkan ke tengah lapangan. Bayangkan kalau suatu saat tiba-tiba Surabaya punya stadion yang kursinya bernomor! Pasti ada yang ngomel: jancuk! Tempat duduk saja kok bernomor! Gak asyik! Sudah saatnya bandara di mana pun memeliki sistem antre yang masuk akal. Dulu saya sering melihat banyak sistem antre yang baik. Namun, terakhir ini saya melihat perkembangan sistem antre yang sangat masuk akal sehat. Bahkan saya nilai paling masuk akal sehat. Yakni, yang dilakukan di bandara-bandara USA, Hongkong, dan kini dikembangkan di mana-mana di bandara Tiongkok.