210 likes | 532 Views
Waralaba (franchise) dan Lisensi Merek. Arti Kata Istilah Franchise berasal dari Bahasa Perancis yaitu Francer yang artinya bebas dari perbudakan, sedangkan dalam Bahasa Inggris berarti to Free atau bebas. Namun sekarang kata itu mempunyai arti yang lain. Pengertian. Definisi
E N D
Arti Kata • Istilah Franchise berasal dari Bahasa Perancis yaitu Francer yang artinya bebas dari perbudakan, sedangkan dalam Bahasa Inggris berarti to Free atau bebas. Namun sekarang kata itu mempunyai arti yang lain. Pengertian
Definisi • PP No 16/1997 tentang Waralaba: • Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual ataupenemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penydiaan dan/atau penjualan barang dan/atau jasa(Pasal 1 butir 1). • Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dan penerima waralaba, yang dibuat dalam bahasa Indonesia dan berlaku hukum Indonesia (pasal 2) PengertianWaralaba/Franchise
Jadi waralaba atau franchise adalah suatu perikatan yang lahir dari perjanjian antara pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee); • Perjanjian harus dibuat secara tertulis, jadi keabsahan perjanjian waralaba selain harus memenuhi ketntuan Pasal 1320 KUH Perdata juga harus dibuat secara tertulis bahkan menurut Pasal 7 harus didaftarkan. • Dalam suatu perikatan waralaba terdapat unsur hukum perjanjian dan Hak atas Kekayaan Intelektual misalnya hak ats merek dan rahasia dagang. Pengertian waralaba/franchise
Frenchisor mengijinkan frenchisee untuk memakai merek dagang, sistem, bentuk manajemen dari franchisor berdasarkan exsclusive right • Ijin pemakaian tersebut diberikan untuk jangka waktu tertentu • Perjanjian waralaba ini hanya untuk wilayah tertentu • Atas pemberian ijin 3 hal tsb di atas frenchisee harus membayar kepada franchisor sejumlah fee dan/atau royalty • Seluruh biaya-biaya untuk pelaksanaan perjanjian ini menjadi beban Frenchisee. Karakteristik waralaba
Bentuk-bentuk franchise: • product and trade franchise:franchisor memberikan lisensi kepada franchisee untuk menjual produk-produk franchisor, misalnya dealer mobil dan stasiun bensin; • bisnis format franchise: franchisor memberikan seluruh konsep bisnis yangmeliputi strategi pemasaran, pedoman dan standar pengoperaian bantuan teknis, pelatihan kepada franchise, misalnya, fast food restaurant. BentukWaralaba/franchise
Apakah hubungan hukum antara franchisor dan franchisee merupakan pemberian kuasa? Pencantuman clausul of no agency. Artinya franchisor menyatakan bahwa franchisee adalah independent contractor. Akibat hukumnya franchisor tidak bertanggung jawab atas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh franchisee terhadap pihak ketiga. Apakah pelepasan tanggungjawab ini dapat diterobos? Dapat apabila pengawasan oleh franchisor terhadap franchisee melampaui kebutuhan quality control. Aspek Hukum Perjanjian
Bagaimana tanggungjawab franchisor terhadap produk yang dipasarkan oleh franchisee ke konsumen? Lihat pasal 24 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. • Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata, perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Bagaimana jika dalam franchise agreement disebutkan bahwa franchisor berhak memberikan ijin kepada pihak ketiga untuk mengoperasikan usaha yang sama dengan jarak yang berdekatan dengan lokasi franchisee. Aspek Hukum Perjanjian
Lisensi eksklusif diberikan oleh pemberi lisensi kepada penerima lisensi untuk jangka waktu tertentu dan wilayah tertentu. Artinya lisensi hanya diberikan kepada pemegang lisensi eksklusif dalam wilayah tersebut, misalnya wilayah Indonesia untuk jangka waktu berlakunya lisensi . Dalam konteks waralaba, lisensi eksklusif dalam praktek diberikan oleh franchisor kepad master franchisee atau penerima waralaba utama. Aspek Hukum Perjanjian
Lisensi non eksklusif adalah suatu bentuk lisensi yang memberi kesempatan kepada pemberi lisensi untuk memberikan lisensi kepada pemakai lisensi lainnya dan juga menambah jumlah lisensi dalam wilayah yang sama. Dalam konteks waralaba, lisensi non eksklusif terjadi dalam perjanjian antara penerima waralaba utama/ master franchisee dengan penerima waralaba lanjutan. Aspek Hukum Perjanjian
Pasal 7 Permendag 12/M-DAG/PER/3/2006 • Jangka waktu perjanjian antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba utama minimal adalah 10 tahun. • Jangka waktu perjanjian antara penerima warlaba utama dan penerima waralaba lanjutan minimal 5 tahun. • Jadi termination at will dilarang.Franchisee harus diberi kesempatan untuk memperoleh return of investment dan profit. Aspek Hukum Perjanjian
Pasal 15: • Dalam hal pemberi waralaba memutuskan perjanjian waralaba dengan penerima waralaba sebelum berakhirnya masa berlakunya perjanjian laba utama dan kemudian menunjuk penerima waralaba yang baru, penerbitan STPUW bagi penerima waralaba yang baru hanya diberikan kalau penerima waralaba telah menyelesaikan segala permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pemutusan tersebut dalam bentuk kesepakatan bersama melalui penyelesaian secara tuntas (clean break) • Dalam hal penerima waralaba utama yang bertindak sebagi pemberi waralaba memutuskan perjanjian waralaba lanjutan sebelum berakhir masa berlakunya perjanjian waralaba dan kemudian menunjuk penerima warlaba lanjutan yang baru, penerbitan STPUW bagi penerima waralaba lanjutan yang baru hanya diberikan kalau penerima waralaba utama telah menyelesaikan segala permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pemutusan tsb dalam bentuk kesepakatan bersama melaui penyelesaian secara tuntas (clean break). Aspek Hukum Perjanjian
Bagaimana dengan post term covenant not to compete. • Artinya setelah perjanjian berakhir franchisee selama beberpa tahun tidak boleh menjalankan bisnis yang sama yang menyaingi bisnis franchisor. Shall the court enforce such clause? • The most persuasive approach to evaluate this issue is of the franchisor’s interest in trade secret and specialized skill and knowledge imparted to the franchisee; the strength of the franchisor’s good will name and reputation and the likeihood that covenant will actually protect the franchisor’s business. Aspek Hukum Perjanjian
Contoh, mantan franchisee membuka toko sport tidak menggunakan goodwill atau pengetahuan dari franchisor tetapi mengunakan ketrampilan dan pengetahuan yang diperolehnya sendiri ketika menjual produk; the court did not enforce it (US case) • Franchisor tidak punya outlet di negara bagian dimana mantan franchisee membuka outlet. The courts did not enforce it. (US case). Aspek Hukum Perjanjian
BUT in another case when the franchisor introduced evidence that it was needed to enforce covenant no to compete for the franchisor’s survival, the court enforced it or the entire system could be imperiled by franchisee taking the good will and customers gained in the course of the franchise relationship (US case). Aspek Hukum Perjanjian
Pasal 3 UU No.15 /2001: Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negar kepada pemilik merek yang terdaftar. Jadi dengan mudah dapat diketahui siapa pemilik merek terdaftar. jadi Jika terjadi perselisihan antara pemilik merek terdaftar dengan penerima lisensi/ penerima waralba yang mengadkan perjanjian dengan pemberi waralaba yang mereknya tidak terdaftar maka perlindungan hukum diberikan kepada pemilik merek yang terdaftar. Jadi penerima wrlab harus hati-hati. • Ingat Pasal 584 KUH Perdata: azas nemo plus • Tapi UU merek mensyaratkan pendaftar dengan itikad baik. • Pasal 48 UU No15/2001: penerima lisensi yang beritikad baik, tetapi kemudian merek itu dibatalkan ats dasar adanya persaman pada pokoknya atau keseluruhannya denga merek lain yang terdaftar maka penerima lisensi tetap berhak melaksanakan perjanjian lisesni tsb sampai dengan berakhirnya jangka waktu lisensi. Pembayaran lisensi tidak diberikan kepada pihak yang mereknya dibatalkan tetapi kepada pemilik merek yang tidak dibatalkan Aspek Hukum Merek
Pencatatan perjanjian lisensii diwajibkan supaya pemerintah dapat mencegah perjanjian lisensi yang memuat ketentuan baik yang langsung maupun tidak langsung dapat merugika perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai teknologi. Berdasarkan Pasal 47 Direktorat jenderal wajib menolak permohonan pencatatan tersebut. Dengan pencatatan ini maka perjanjian lisensi mengikat pihak ketiga. Lihat juga Pasal 4 PP16/1997 bahwa diutamakan bahan baku dari dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu: quality control sangat diperlukan. • Pasal 40 UU no.15/2001 bahwa penggunaan merek terdaftar di Indonesia oleh penerima lisensi dianggap sam dengan penggunaanmerek tesrsbut di Indonesia oleh pemilik merek. Pasal ini melindungi kepentingan pemilk merek/franchisor. Aspek Hukum Merek
Pasal 41 UU no.15/2001: • Pengalihan hak atasmerek terdaftar dapat disertai dengan pengalihan nama baik, reputsi atu lainnya yang terkait dengan merek tersebut. • Hak atas merek jas terdaftar yang tidak dapat dipisahkan dari kualitas atu ketrampilan pribadi pemberi jasa bersangkutan dapat dilihkan dengan ketentuan harus ada jaminan terhadp kualita pemberian jasa. • Penjelasan bahwa pengalihan hak atas merek jasa dapat dilakukan dengan syarat ada jaminan dari pemilik merek maupun pemegang merek atau penerima lisensi untuk menjaga kualitas jasa yang diperdagangkan. Untuk itu, perlu suatu pedoman khusus yang disusun oleh pemilik merek sebagai pemberi lisensi atau sebagi pihak yang mengalihkan merek tersebut mengenai metode atau cara pemberian jasa. Aspek Hukum Merek
Sarana pengawasan mutu dapat berupa kejiban penerima lisensi merek/franchise untuk menerima pasokan bahan mentah atau produk atau sumber daya dari franchisor sebagai pemilik merek. Lisensi merek atau perjanjian warlb seperti ini dapat dikualifikasikan sebagai perjanjian tertutup atau tying agreement yang dilarang pasal 15 ayat 2 UU no.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli. Akan tetapi pasal 50 huruf B UU No.5/1999 mengecualikan perjanjian waralaba dan lisensi hak kekayaan inyelektual dari undang-undang ini. • Di bebagai negara keabsahan perjanjian tertutup dinilai melalui pendekatan rulo reason ketimbang illegal per se. Artinya jika perjanjian tertutup mengakibatkan persaigan usaha tidak sehat, maka akan dilarang. Sebaliknya, jika perjanjian lisensi yang merupakan perjanjian tertutup tsb bermanfat untuk sarana pengawasan mutu atau justru mendorong effisiensi atau keselamatan maka perjanian tsb diperbolehkan. Aspek Hukum Merek