10 likes | 176 Views
Mohammad Hatta (Juga) Bicara Marxis
E N D
Mohammad Hatta (Juga) Bicara Marxis Siapa tak kenal Mohammad Hatta, sang proklamator, ekonom jempolan, politisi ulung, peletak dasar gerakan koperasi di Indonesia, dan seorang muslim yang taat. Tetapi, siapa sangka tulisan kritisnya tentang marxisme 44, akan menjadi korban pemberangusan yang dilakukan sekelompok pemuda yang menyebut diri mereka anggota Aliansi Anti komunis (AAK). Apa sih isi buku itu, sehingga harus menjadi sasaran pemberangusan? Mari kita longok sedikit. Buku setebal 70 halaman yang diterbitkan Media Lintas Batas (Melibas) tahun 2000 itu terdiri atas satu tulisan Hatta yang pernah dimuat Majalah Adil (1957) berjudul “Ajaran Marx Atau Kepintaran Sang Murid Membeo“, dan pidato Hatta di depan mahasiswa Universitas Sun Yat Sen di Kanton, Cina pada 11 Oktober 1957. Tulisan pertama berisi bantahan Hatta menjawab tulisan Ny. Voldegel Sumarmah (nama aslinya Tan Ling Djie), seorang propagandis komunis yang dididik selama lima tahun di Moskow yang mengomentari empat tulisan bersambung Hatta yang dimuat Majalah Adil berjudul “Enige gornd trekken van de economis chewereldbouw (Garis-garis Pokok Pembangunan Ekonomi Dunia)”. Di sana Hatta menuliskan analisis ilmiahnya dengan memasukkan berbagai teori ekonomi, termasuk yang diambilnya dari buku utama Karl Marx: Das Kapital. Hatta menjelaskan bahwa ajaran marxisme yang juga dikenal dengan istilah materialis historis (MH) bisa dipahami melalui tiga pendekatan. Pertama, MH sebagai suatu metode kerja ilmiah. Dengan metode ini, perkembangan masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi dapat dianalisa. Diterimanya hubungan-hubungan produksi merupakan basis ril, dimana berdiri struktur yuridis dan politis. Hubungan-hubungan produksi itu mencerminkan bentuk kesadaran masyarakat tertentu. (hlm 34). Kedua, MH sebagai ajaran politik, yang mengilhami gerakan sosialis untuk mencanangkan perjuangan kelas, di mana kaum proletar melawan, terangsang, dan sadar akan kelasnya (hlm. 38). Ketiga, MH sebagai pandangan hidup. Hatta menulis: “dia (MH, Red) mempunyai kekuatan dan ketegasan dari pada sebuah kepercayaan, suatu iman”. MH biasanya dipandang sebagai marxisme dalam arti ini bagi mereka yang melihat marxisme sebagai pandangan hidup, maka datangnya sosialisme merupakan hasil proses historis yang pasti dan mutlak. Maka MH merupakan suatu ajaran yang cerah dan merupakan harapan bagi kaum buruh. Mereka bersedia mengatasi kesukaran-kesukaran masa kini, dan kesediaan itu diperlukan oleh keyakinan bahwa ada masa depan yang ideal dan cerah (hlm. 44). Founding father ini menyayangkan sikap sebagian orang yang mendukung atau anti ajaran Marx tanpa mempelajarinya terlebih dahulu. Menurut Hatta, tak cukup banyak orang yang beruntung bisa mempelajari buku Das Kapital dan Das Kapital II secara langsung, bahkan di kalangan orang-orang yang menyebut dirinya penganut ajaran marxisme sekalipun. Kebanyakan mereka, demikian Hatta, belajar dari buku para penafsir ajaran Marx. Pada bagian kedua, Hatta menyampaikan, aliran marxisme bukanlah satu-satunya sumber gerakan sosialisme di Indonesia. Satu golongan lagi yang menyebutkan partainya berdasarkan pada ajaran Marx adalah PSI, yang pada lahir dan batinnya lebih menyerupai demokrasi sosial. Selain Marx, ada dua sumber lainnya yang melahirkan sosialisme di Indonesia: ajaran Islam dan corak kolektif masyarakat Indonesia asli (hlm. 63). Pada halaman 65-66, Hatta mengurai argumennya: Islam artinya damai, juga berarti tunduk semata kepada Allah yang maha pengasih, pemurah serta adil. Orang Islam yang mengatakan tunduk semata-mata kepada Allah yang pengasih serta maha adil merasa berkewajiban, bahkan harus bersikap pengasih dan pemurah serta bersikap adil di atas bumi Allah. Menurut ajaran Islam, bumi dan langit, pendek kata, alam dan seluruh isinya adalah kepunyaan Allah. Bila Marx dengan kepastian ilmiahnya menyatakan bahwa masyarakat sosialis itu lahir dengan sendirinya sebagai hasil perkembangan masyarakat dalam pertentangan sosial, pemimpin-pemimpin sosialisme Islam merasakan sebagai tuntutan jiwa yang mengabdi kepada Tuhan. Bahwa mencapai sosialisme dalam masyarakat adalah kewajiban kehidupan dan suruhan yang maha kuasa yang tidak dapat diingkari. Dalam masyarakat desa asli Indonesia, tanah bukanlah milik orang perorang. Tanah milik desa, orang perorang hanya mempunyai hak pakai. Berdasarkan hak bersama atas tanah, sebagai alat produksi utama dalam masyarakat agraris, maka seseorang, dalam menggunakan tangan ekonominya, selalu terikat pada persetujuan orang banyak sedesa. Betapa indahnya pemikiran Hatta yang dengan rendah hati membuka dirinya terhadap semua ajaran dan teori. Lihat pula, betapa dalam dan kritisnya dia menyodorkan argumen tajam atas ajaran Marx, yang di jaman itu tengah di puncak kejayaannya. Sungguh tak masuk diakal, kelakuan orang-orang yang memaksa melenyapkan pemikiran Hatta itu dari rak-rak tokok buku. Ditulis oleh Lensi Mursida | Edisi Mei 2001