10 likes | 311 Views
Cium Tangan Bung Hatta Selama enam tahun saya ikut menangani kesehatan Bung Hatta, mengobati di rumahnya, mengikuti perjalanannya, ataupun merawatnya di rumah sakit. Saya beruntung dapat melihat sendiri, membuktikan sendiri berbagai sifat yang patut menjadi contoh teladan bagi kaum muda.
E N D
Cium Tangan Bung Hatta Selama enam tahun saya ikut menangani kesehatan Bung Hatta, mengobati di rumahnya, mengikuti perjalanannya, ataupun merawatnya di rumah sakit. Saya beruntung dapat melihat sendiri, membuktikan sendiri berbagai sifat yang patut menjadi contoh teladan bagi kaum muda. Sebagai negarawan yang ikut memproklamasikan kemerdekaan republik ini, Bung Hatta sangat dihormati masyarakat. Ke mana pun beliau pergi pasti beliau disambut dan dielu-elukan masyarakat setempat. Biasanya banyak yang ingin bersalaman dengan Bung Hatta dan beliau dengan senang hati akan berjabat tangan. Tetapi jangan coba cium tangannya, sebab sudah pasti beliau akan menarik tangannya untuk menghindari ciuman itu. Bung Hatta tidak suka penghormatan berlebih-lebihan bagi dirinya. Kejadian seperti di atas sering saya saksikan sendiri. Suatu hari Bung Hatta terjatuh ketika sedang berolahraga Orhiba. Entah kenapa, beliau terpeleset dan jatuh dengan kepala membentur sebuah pot bunga. Darah bercucuran dari kepalanya dan membuat panik seisi rumah. Untunglah luka itu tidak terlalu besar. Keesokan paginya, Bung Hatta dan saya sedang berada di ruang kerja beliau. Saat itu saya sedang mengganti pembalut pada luka di kepalanya. Tiba-tiba saja seorang yang sudah lenjut usianya masuk ke ruang tamu dan berjalan menuju kursi Bung Hatta. Tamu ini, kalau saya tidak salah adalah Arnold Mononutu, kemudian menjabat tangan Bung Hatta seraya berusaha mencium tangannya. Tetapi luput, karena Bung Hatta dengan cepat menarik tangannya sendiri. Kedua tokoh ini duduk berhadap-hadapan, bercakap sepatah, demi sepatah lalu lebih banyak berdiam diri, seakan-akan sedang merenungi nostalgia masa lalu, di kala mereka sedang berjuang untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan republik ini. Kejadian serupa sempat pula saya perhatikan terjadi beberapa kali ketika Bung Hatta sedang berkunjung ke Bukittinggi pada tahun 1976. Ketika baru tiba di Gedung Tri Arga, sebuah gedung bekas istana wakil presiden di masa revolusi kemerdekaan, sudah banyak warga masyarakat menanti. Mereka segera menyerbu begitu Bung Hatta menampakkan diri, berebut untuk menyalami beliau, dan Bung Hatta pun menyalami mereka satu demi satu. Pada saat itulah saya saksikan beberapa orang tua berusaha mencium tangan Bung Hatta, tetapi selalu gagal, karena Bung Hatta dengan gesit menarik tangannya. Adegan ini terjadi berulang kali, hingga membuat hati kita geli menyaksikannya. Merdias Almatsier, Pribadi Manusia Hatta, Seri 12, Yayasan Hatta, Juli 2002