E N D
Tak Dapat Pulang ke Bandung Tiga hari sesudah pernikahan antara anak saya Rahmi dan Nak Hatta, demikian kupanggil mantuku, berangkatlah keluarga muda ini ke Jakarta, untuk kemudian bertempat tinggal di Yogyakarta. Keluarga kami berniat pulang ke Bandung. Tetapi malang bagi kami, rumah kami di Bandung terletak di bagian utara, padahal daerah itu telah diduduki oleh tentara-tentara Inggris, orang-orang Gurka. Maka boleh dikatakan berakhirlah masa kediaman kami di Bandung untuk seterusnya, padahal tadi kami perkirakan hanya akan meninggalkan beberapa hari saja. Selama tiga bulan, saya, suami saya dan anak kami Titi, terpaksa berdiam di Megamendung. Sesudah itu barulah kami dapat pindah ke Yogyakarta dan bergabung dengan keluarga Hatta. Di Yogya kami berkumpul dalam satu rumah yang cukup besar. Selain keluarga kami, ada keluarga Hasjim Ning dan kedua mahasiswa ITB, serta keluarga Nak Hatta dan saudara-saudaranya. Untunglah kami dapat tinggal di paviliun rumah besar. Karena keadaan sulit di masa itu, saya dan suami saya bersama Hasjim Ning patungan untuk menambah biaya kebutuhan rumah tangga besar ini, karena meskipun menantu saya menjabat wakil Presiden, di masa itu gajinya tidak mencukupi. Anak pertama Nak Hatta dan Yuke, cucu pertama kami, yaitu Meutia Farida, lahir di rumah besar ini tanggal 21 Maret 1947. Di Yogya ini kami harus mengalami banyak peristiwa sebagai batu ujian lahir batin bangsa dan negara Indonesia. Diawali dengan pemberontakan komunis yang terklenal dengan nama Madiun Affair yang akhirnya dapat dipatahkan oleh dua serangkai dwitunggal Soekarno-Hatta, di bawah pimpinan Jenderal Urip dan Jenderal Soedirman, mulailah terjadi beberapa krisis dan kekacauan. Suasana Yogyakarta meninggalkan banyak suka dan duka. Gaji kecil dan banyak kekurangan dalam hidup sehari-hari. Akan tetapi kami semua tabah dan berperinsip bulat untuk mempertahankan kemerdekaan negara kami yang tercinta. Akhir tahun 1948, waktu Belanda tiba-tiba menyerang Yogyakarta, Nak Hatta dan Bung Karno ditangkap dan disekap di istana Yogya. Begitu pula beberapa tokoh nasional, sementara Jenderal Soedirman masih sempat ke luar kota dengan para prajurit ABRI kita. “Ny. H. S. S. A. Rachim, Pribadi Manusia Hatta, Seri 1, Yayasan Hatta, Juli 2002″