141 likes | 617 Views
FONOLOGI. Angela Wyda S / 2601412074 Vivi Olga S / 2601412075 Nur Izza F / 2601412078. 2 .4 Fonem Khas Bahasa Jawa. Bunyi Aspirat.
E N D
FONOLOGI Angela Wyda S / 2601412074 Vivi Olga S / 2601412075 Nur Izza F / 2601412078
BunyiAspirat Semua bunyi hambat bersuara dan tak bersuara dalam bahasa jawa cenderung diikuti bunyi aspirat, yaitu bunyifrikatifglottal takbersuara, ataubunyi [h] sepertibeberapacontohberikut. bapak → [bhaphaɁ] ‘bapak’bisa → [bhisᴐ]’dapat’saba → [sᴐbhᴐ] ‘pergi’sabar → [sabhar] ‘sabar’punuk → [phunƱɁ] ‘tengkuk’
Bahkan, bunyi semi vocal bilabial bersuara [w] dan [y] serta bunyi lateral dental bersuara [I] juga beraspirat. Namun, serta [w] dan [I] yang bersifatitucenderungterdapatpadakata yang berbentukpartikelsepertibeberapacontohberikut. we → [whe] ‘we’ wo → [who] ‘wo’ wa → [wha] ‘wa’ ya → [yha] ‘ya’ yo → [yho] ‘yo’ ya ben → [yhbhən] ‘ya biar’ lo → [lho] ‘lo’ la → [lha] ‘la’
Dalambahasajawaantarabunyihambatbersuaradantakbersuara yang beraspiratdan yang takberaspirattidakmembedakanmakna, tidaksepertibahasa Khmer-Kamboja. Dalambahasaitubunyiberaspiratdantakberaspiratmembedakanmakna. Berikutdisajikanbeberapacontoh. [pha:] >< [pa:] ‘kain sutra’ ‘ayah’ [thu:] >< [tu:] ‘santai’ ‘dada’ [kha] >< [ka] ‘bulan’ ‘memperbaiki’
BunyiPranasal Pranasalitumerupakanbunyi nasal yang selalumendahuluisuatukataketikakatatersebutdiucapkan. Namun, pranasalitutidakmengubahjenisdanmaknakatajikamengubahjenisdanmaknakata, nasal yang semuladidugasebagaipranasal, kemungkinanbesarbukanmerupakanpranasal, melainkanmerupakanafiks nasal. Semuabunyihambatbersuara [b], [d], [ɖ], [j], dan [g] yang terletakpadaawalkatatersebutcenunyi nasal cenderungmenyatakannominatempat, bunyihambatbersuaratersebutakandidahuluibunyi nasal ataumengalamiprenasalisasisepertibeberapacontohberikut.
Bali → [mbhali] Bandung → [mbhanɖhƱŋ] Bogor → [mbhᴐghᴐr] Bayalali → [mbhᴐyᴐlali]Bali → [mbhali] Bandung → [mbhanɖhƱŋ] Bogor → [mbhᴐghᴐr] Bayalali → [mbhᴐyᴐlali] Demak → [ⁿdhəmaɁ] Duren → [ⁿdhurhn] Delanggu → [ⁿdhəlŋagu] Dlepih → [ⁿdhləpIh] Dili → [ⁿɖhili]
Ada beberapa nomina tempat yang berawal dengan konsonan hambat yang tidak mangalami prenasalisasi,yaitu Jakarta,Jepang dan Jerman. • Adverbial yang berawal bunyi dengan bilabial /b/pun ada pula yang mengalami prenalisasi,boten [mbotən],bokbilih[mbᴐɁbilIh],bokmanawa[mbᴐɁmənᴐwᴐ]. b ᵐb d ⁿd ɖ # (NT) ⁿɖ # (NT) j ᵑ j g ᵑg
Rumus diatas dibaca:bunyi [b],[d[,[ɖ],[j], dan [g] pada awal kata yang menyatakan nomina tempat (NT) akan berubah manjadi [ᵐb], [ⁿd],[ᵑ j], dan [ᵑg] atau dapat pula dibaca dengan bunyi hambat bersuara yang menyatakan nomina tempat akan mengalami pranasal secara homorgan pada bunyi hambat bersuara terbut.
Diftong dan Monoftong Diftong atau vokal rangkap merupakan deret dua fonem vokal yang berbeda yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.Contoh danau,pulau dan kerbau.Bahasa Jawa standar tidak memiliki diftong karena cenderung berupa vokal tunggal.Diwilayah Jawa Timur diftongisasi sering digunakan untuk mengungkapkan makna ‘intensitas’. Abuh [abhƱh] oabuh [oabhƱh] Apik [aphIɁ] oapik [oaphIɁ] Gedhe [ghəɖhe] guedhe [ghuʷəɖhe]
Dikaresidenan Yogjakarta dan Surakarta cenderung menggunakan variasi fonem vokal atau menambahkan banget atau temen. • Abang [abhaŋ] abing [abhiŋ] • Gedhe [ghəɖhe] gedhi [gəɖi] • Lara [lᴐrᴐ] laru [lᴐru] • Abang abang banget abang temen • Bodho bodho banget bodho temen
Gugus Konsonan (Klaster) • Yaitu jika terdapat dua konsonan yang berbeda berderet dan membentuk satu kesatuan.Dengan kata lain,vokal rangkap disebut diftong dan konsonan rangkap disebut Klaster. • [bl] →blirik, bleseg,blarak • [br] → bribik, brayat, brutu • [by] → byar, ambyur, abyor • [jw] → jwawut
Urutan Fonem • Urutan fonem dalam suku kata bahasa Jawa atau kaidah fonotaktik bahasa Jawa ialah V,VK,KV,KVK,KKV, dan KKVK.Urutan paling alamiah adalah KV. a. Viki (i-ki),edan (e-dan) b. VKimbang (im-bang),entheng (en-theng) c. KVdina (di-na),kena (ke-na) d. KVKgimbal (gim-bal),genter (gen-ter) e. KKVtliti (tli-ti),blero (ble-ro) f. KKVKblimbing (blim-bing),prentah (pren-tah) Urutan fonem kata ndlosor,ndlesep lan mblora seharusnya KKVK,tetapi bunyi nasal yang mendahilui kata tersebut tidak dihitung sebagai fonem tersendiri sebab bunyi tersebut berupa pranasal (prenasalisasi) yang tidak dapat di jadikan kaidah fonotaktik bahasa Jawa.