E N D
Anak Seberang Terlantar Saya mula-mula berkenalan dengan Bung Hatta melalui serangkaian pengalaman sebagai berikut: waktu saya belajar di Sekolah Tinggi Tehnik (Kogyo Dai Gaku) di Bandung pada tahun 1944-1945 sebagai “anak seberang terlantar” di zaman Jepang, saya dilimpahi Allah rezeki menjadi “anak angkat” Pappie dan Mammie A. Rachim. Hal inilah yang menyebabkan saya menjadi “Abang” dari Yuke (Rahmi) dan Titi (Raharty), putri-putri keluarga Rachim. Sebutan Abang ini sampai sekarang masih dipakai orang yang mulai mengenal saya dari zaman itu. Bung Hatta pun, bersama Bung Karno dan menteri-menteri, bahkan semuanya di zaman Yogya, memanggil saya Abang. Malahan wartawan-wartawan asing waktu itu menyebut saya “Mr. Abang”. Pertemuan pertama-tama dengan Bung Hatta terjadi di waktu perkenalan dengan keluarga, setelah Yuke dipinang untuk menjadi bakal istri Bung Hatta dan sewaktu perkawinan Bung Hatta dan Yuke di Megamendung pada tanggal 18 November 1945. Saya dan keluarga lainnya beberapa hari sebelumnya telah berangkat ke Megamendung membawa dan mengantar Yuke ke bungalow Bung Hatta. Setelah Pemerintah Republik Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta, seluruh keluarga Rachim dan saya tersekap Inggris di Megamendung, dan karena Belanda telah menduduki Bandung-Utara, sektor kediaman keluarga Rachim, kami kemudian terpaksa mengungsi ke Yogyakarta dan tinggal di pavilyun istana Wakil Presiden Bung Hatta. R. Batangtaris, Pribadi Manusia Hatta, Seri 7, Yayasan Hatta, Juli 2002