960 likes | 1.31k Views
GENERAL CARGO PROCEDURES. ----------. General Cargo Procedures. Section 1 : General Section 2 : Hazard and Precaution Section 3 : Pollution Prevention Section 4 : Operational Planning Section 5 : Standard Operating Procedures Section 6 : Ballast and Hold Bilge Operation
E N D
GENERAL CARGO PROCEDURES ----------
General Cargo Procedures Section 1 : General Section 2 : Hazard and Precaution Section 3 : Pollution Prevention Section 4 : Operational Planning Section 5 : Standard Operating Procedures Section 6 : Ballast and Hold Bilge Operation Section 7 : Periodic Inspection, Testing and Maintenance
Section 1 : General 1. Introduction 2. Operational Safety 3. Operational Procedures 4. Commercial Responsibilities 5. Commercial Considerations 6. Officer in Charge 7. Damage Control Plan and Booklet
Section 1 : General 1. Introduction : Prosedure manual ini digunakan untuk kapal yang mengangkut semua type muatan kecuali muatan bulk liquid cargo. 2. Operating Safety : Publikasi yang relevantuntuk mengangkut general cargo secara aman terdapat pada Appendix I, publikasi tsb merupakan bagian integral dari manual ini. Apabila ada conflict antara manual ini dengan publikasi, agar diikuti manual ini. 3. Operational Procedures : Publikasi untuk operasional general cargo dikapal terdapat pada Apendix I yang merupakan standar prosedur.
Section 1 : General 4. Commercial Responsibility : Keselamatanpersonil dan kapal harus selalu diutamakan, prosedur ini harus menjamin operasional yang efisien untuk tujuan keselamatan dan commercial. Latihan ketrampilan harus sering dilaksanakan untuk meyakinkan permintaan Charterer, meliputi persiapan ruang muat, cargo uplift, stowage, kontrol selama pelayaran, bongkar dan kebutuhan lain selama pelayaran. 5. Commercial considerations : Prosedur manual ini tidak membahas rinci tentang Asuransi, Bill of Lading, Charter Parties dan aspect commercial dari operasi general cargo di kapal.
Section 1 : General 6. Officer in Charge : Chief Officer ditunjuk sebagai Officer in Charge yang bertanggung jawab kepada Master untuk semua operational cargo, ballast dan tambahan lainnya 7. Damage Control Plan and Booklet : Perusahaan harus melengkapi “Rencana Control Kerusakan dan Brosur” untuk kapal dry cargo. Rencana tsb diwajibkan bagi kapal dry cargo 500 GRT atau lebih yang melaksanakan pelayaran internasional. Kapal dry cargo adalah kapal-kapal cargo kecuali yang mengangkut cargo liquid.
Section 2 : Hazards and Precautions 01. General 02. Smoking Regulations 03. Dangerous Goods 04. Cargo Spillage 05. Bulk Cargo 06. Portable Instruments 07. General Cargo 08. Timber Deck Cargo 09. Hot Work 10. Ridding Squads 11. Entry To Cargo Spaces 12. Access To Cargo Spaces 13. Lighting Of Cargo Spaces
Section 2 : Commercial Responsibilities 01. General : Bahaya untuk kesehatan, resiko kebakaran, dan bahaya lainnya dari cargo secara detail ada pada Internatonal Maritime Dengerous Goods (IMDG) Code, Safe Practice for Solid Bulk Cargoes (BC) Code dan publikasi lainnya ada pada Appendix I. Publikasi tsb direkomendasikan sebagai prosedur pencegahan yang sesuai untuk meyakinkan bahwa opersional dapat dilaksanakan dengan selamat. Juga Safe Working Practices for Merchant Seamen Code menjadi referensi dalam Safety Procedures (SPM-321, Section 1.03) selama opersi cargo.
2.02. Smoking Regulations Peraturan tentang merokok ada pada Safety Procedures SPM-321, Section 1.03. Master juga harus menambah larangan pada kapal general cargo, meliputi : 1) Pada kapal Roro, tidak diijinkan merokok pada setiap ruangan muat termasuk cargo deck terbuka. 2) Pada waktu muat atau bongkar cargo yang mudah terbakar, dilarang merokok diluar blok akomodasi atau ruang mesin 3) Ketika di pelabuhan pengaturan spesial harus dibuat oleh Master untuk mentaati peraturan penguasa setempat.
2.03. Dangerous Goods : 1) Dangerous Goods termasuk “Environmentally Hazardous Subsstance” ataupun “Marine Pollutant” terdapat dalam IMDG Code 2) Ketentuan yang ada dan operasional yang menyangkut barang berbahaya harus dikuti dan dimonitor dengan seksama. 3) Sebelum menerima barang berbahaya sebagai cargo, Master harus positip mengidentifikasi barang tsb refer ke IMDG Code, Emergency Procedures for Ships Carrying Dangerous Goods (EmS) Code, Medical First Aid Guide for Use in Accidents Involving Dangerous Goods (MFAG ) Code serta peralatan dan fasilitas yang harus tersedia untuk keadaan emergency.
2.03. Dangerous Goods : (04) Jika barang tidak dapat diidentifikasi, walaupun sudah ter cantum nama technic yang jelas, Master harus menolak untuk menerima consigment sampai pejabat local yang berwenang menyetujuinya untuk diterima dan Company diberitahu segera. (05) Penyimpanan dan pemisahan barang yang akan diterima agar didiskusikan dan disetujui oleh Supervisor Terminal yang akan memberikan Manifest Dangerous Goods sebagai awal untuk persetujuan pemuatannya oleh Officer in Charge. Penyelesaian manifest komplet apabila setiap detail Consigment dangerous goods dilengkapi dan Manifest tsb jangan ditanda-tangani sampai daftar barang sudah diterima, disimpan dan dicheck ada diatas kapal.
2.03 Dangerous Goods (06)Sebelum dinaikkan ke kapal barang-barang tsb harus dicheck label, kemasan, posisinya dan apakah ada kebocoran atau kerusakan, apabila diketemukan kerusakan atau ketidak jelasan yang seharusnya dipersyaratkan agar ditolak dan dikembalikan kedarat. (07) Apabila diketemukan kebocoran atau kerusakan barangs consigment tsb pada waktu kapal sudah berlayar, agar diikuti prosedur dibawah ini : (a) Ikuti EmS Guide dan ambil tindakan untuk keselamatan personil dan kapal. Perhitungkan arah angin dan keadaan laut dan ubah haluan kapal dan kecepatan kapal sedemikian rupa untuk mengurangi bahaya. (b) Informasikan ke Company dan Shipper segera detail yang relevant dengan consigment dan problem yang ada serta tindakan yang telah diambil.
2.03. Dangerous Goods (07) Copy manifest dangerous goods dan section Ems Guide yang terkait agar disiapkan di anjungan untuk referensi bila kejadian emergency. (10) Master harus memenuhi persyaratan bantuan P&I jika dangerous goods yang dimuat pecah bercampur dengan katagori muatan lainnya dan pecahannya tsb dapat merusak cargo keseluruhan. 2.04 Cargo spilage or leakage Jika kebocoran terdeteksi pada container atau kemasan yang diperlakukan sebagai dangerous goods, agar diidentifikasi secara jelas apakah termasuk atau tidak class dangerous goods.
2.05 Bulk Cargo (1) Mengangkut Bulk Cargo rekomedasi kepada IMO-BC Code . (2) Sebelum menerima Bulk Cargo, Master harus memastikan bahwa seluruh rekomedasi yang relevant sudah terpenuhi. (3) Untuk kapal yang tidak memiliki system fire smothering pada ruangan muat, harus memastikan bahwa Cargo tsb dapat diterima untuk diangkut, bila timbul keragu-raguan agar dikonsultasikan kepada Company. (4) Mengangkut Grain Cargo berpedoman kepada : (a) Ship’s Grain Plan dan Grain Stability Data (b) Safe Carriage of Grain in Bulk international Code
2.06 Portable Gas Detectors 1) Setiap kapal general cargo harus memiliki alat deteksi udara untuk mengukur konsentrasi gas : a) Methane b) Carbon Monoxide c) Oxygen Peralatan tsb bisa kombinasi atau terpisah untuk setiap gas dan test, calibrasi serta tabung sampling juga dilaksanakan. 2) Instruksi dari pabrik pembuat peralatan tsb tetap dikerjakan oleh Officer in Charge, dipelihara, ditest & dicalibrasi periodik, serta direcord pada Safety Book
2.07 General Cargo Carriage, Stowage dan Securing general cargo merekomendasi ke IMO-Code tentang Safe Practice for Cargo Stowage and Securing. 2.08 Timber Deck Cargo Carriage, Stowage dan Securing timber deck cargo merekomedasi ke : 1) Ship Timber Deck Cargo plans, jika Timber Freeboards assigned atau 2) IMO Code tentang Safe Practice for Ships Carrying Timber Deck Cargo 2.09 Hot Work Ikuti detail Machinery Procedures , Section 12
2.10 Riding Squad Bila diterapkan dikapal, agar refer ke Safety Procedures ( Section 12) 2.11 Entry to Cargo Space Dilarang masuk ke ruang cargo yang terisi maupun yang kosong tanpa ijin dari Officer in Charge yang memastikan bahwa udara didalamnya aman untuk dimasuki. Dia harus test ruang muat maupun accesss ke ruang muat.sebelum mulai membuka untuk bongkar. Refer ke Safety Procedures Section 3.03 “Entry into enclosed space” 2.12 Access to Cargo Space 1) Pastikan tangga masuk ruang muat terpelihara dan kondisi aman. 2) Memasuki ruang muat yang berbahaya harus dikawal dan tambah kan penerangan.
2.13 Lighting of cargo spaces 1) Penerangan yang permanent di ruang muat harus dicheck reguler untuk memastikan bahwa ada penerangan dan pastikan tidak ada kabel atau fitting yang rusak yang membahayakan. Sirkuit penerangan harus diisolasi selama memuat berlangsung untuk memastikan tidak ada resiko terhadap penerangan selama dinyalakan di ruang muat. 2) Penerangan portable selalu dipelihara dengan aman dan harus ada stock yang cukup serta spare bola lampunya harus dibawa ke ruang muat. 3) Tambahan penerangan harus dilakukan ketika ada personil yang bertugas ke ruang muat.
Section 3 : Pollution Prevention 3.1 General 3.2 Legal Requirements 3.3 Company Requirements 3.4 Hold Cleaning Procedures 3.5 Overboard Discharges 3.6 Ballast 3.7 Accidental overboard loss of cargo
Section 3 : Pollution Prevention 3.1 General 1) Harus selalu dipertimbangkan dalam membuang cargo residu, lining dan packing material, dunnage. Walaupun cargo residu mungkin tidak dikatagorikan sebagai pollutan, namun bisa menjadi pollutan bila dibuang keluar kapal dalam pelabuhan dimana akan menimbulkan pencemaran /kemilau kotoran di air. 2) Resiko pollutan dapat terjadi, pada waktu memompa got palka dan membersihkan residu keluar deck. 3) Peraturan local sangat keras untuk kejadian observasi di port limit atau perairan teritorial
Section 3 : Pollution Prevention 3.2 Legal Requirements Dalam membuang ke laut dunnage, lining and packing material dan cargo residu harus dipertimbangkan aspect legal antara lain : 1) Peraturan yang diumumkan oleh pejabat negara dimana kapal terdaftar. 2) Peraturan International Convention for the Prevention of Pollution from Ships (MARPOL 73/74). 3) Peraturan negara dimana kapal berada dalam wilayah yuridiksinya termasuk Annual Summary of Admiralty Notices to Mariners, tentang keberadaan laut teritorial serta zone yang diclaim oleh beberapa negara.
Section 3 : Pollution Prevention 3.3 Company Requirements 1) Pembuangan material kelaut agar seminimal mungkin dan itupun bila diperlukan harus memenuhi peraturan yang sesuai. Company pada prinsipnya mensyaratkan operation prosedure termasuk pencegahan terhadap setiap kejadian polusi. 2) Pembuangan material kelaut seperti cargo residu, dunnage, lining and packing material, harus disetujui terlebih dahulu oleh Master, tanpa persetujuannya tidak boleh dilaksanakan. 3) Master harus mengkaji legal persyaratan seperti pada Section 3.2 untuk memastikan legal yang tepat yang sesuai sebelum memberikan wewenang membuang material ke laut. 4) Membuang material harus jauh dari pantai dan keadaan pelayaran mengijinkan, hanya apabila legal mengijinkan dapat membuang material dekat pantai.
Section 3 : Pollution Prevention 3.4 Hold Cleaning Procedures 1) Residu dari palka agar dibuang kedarat untuk mengurangi jumlah residu yang harus dibuang dari kapal. 2) Pembuangan ke laut dunnage, lining dan packing material dan cargo residu tsb harus dicatat dalam Garbage Disposal Record Book. 3) Beberapa negara memiliki regulasi yang specific sehubungan dengan land wood dunnage. Diperlukan local advice jika perlu untuk mendapatkan ijin jika bermaksud untuk land wood dunnage.
Section 3 : Pollution Prevention 3.5 Overboard Discharges 1) Pembuangan kotoran got keluar kapal dari tanki ballast dan ruang muat harus selalu dimonitor secara visual untuk memastikan tidak ada kontaminasi oli yang dibuang. Monitor ini merupakan bagian penting khususnya ketika pertama kali membuang ballast dalam pelabuhan dan ketika memompa got ruang muat dalam pelabuhan. 2) Bilamana memompa got ruang muat dan ada sistim pipa yang mempunyai saluran ke got ruang mesin, agar dipastikan bahwa elemen ruang mesin membersihkannya setelah memompa got ruang mesin.
Section 3 : Pollution Prevention 3.6 Ballast 1) Umumnya ballast yang dimuat di pelabuhan diganti dengan ballast air laut yang bersih selama pelayaran dan direcord di Deck Log Book. 2) Kebutuhan mengganti ballast harus dilaksanakan diseluruh pelayaran, kecuali jika waktu tidak mencukupi antara pelabuhan dengan pelabuhan lainnya atau kondisi cuaca selama pelayaran tidak mengijinkan untuk mengganti ballast. 3) Jika ballast diisi air berlumpur, polusi kotor atau payau, ballast harus diganti dengan air laut yang bersih secepat mungkin. Hal ini untuk mencegah mengumpulnya kotoran di tanki, serta memfungsikan secara efisien sistim Cathodic Protection yang terdapat dalam tanki. 4) Jika waktu dan keadaan mengijinkan, penggantian balasst untuk kepentingan Swill Cleaning / pembersihan sisa-sisa kotoran di tanki ballast .
Section 3 : Pollution Prevention 5) Method swill cleaning /membersihkan sisa-sisa kotoran untuk mengurangi kumpulan lumpur yang biasanya digunakan tenaga buruh yang lebih banyak. Dilaksanakan pada cuaca yang cocok dan laut tenang. Tanki ballast yang dibersihkan sampai dengan level rendah yang diijinkan untuk menggerakkan sisa lumpur sampai rontok dan mengembalikannya kembali. Sesudah satu atau dua hari pembersihan, tanki dipompa sampai kering. Swill cleaning pada satu atau dua tanki pada waktu dilaksanakan ballast atau pengisian dipelayaran ada dicantumkan di regulasi Loadline and Stability dan sangat ditekankan untuk dilaksanakan.
Section 3 : Pollution Prevention 3.7 Accidental overboard loss of cargo 1) Master harus membuat laporan kepada Negara Pantai terdekat adanya kehilangan atau terlempar kelaut Dangerous Goods, Harmful Substances dan Marine Pollutants sesuai persyaratan dalam MARPOL. Copy laporannya dikirim juga ke Company. 2) Jika kehilangan atau terbuangnya barang-barang tsb ke laut dapat menyebabkan bahaya navigasi, Master harus melaksanakan kewajibannya sesuai persyaratan SOLAS dan mengirimkan Danger Massage ke Negara Pantai terdekat
Section 4 : Operational Planning 4.1 General 4.2 Cargo Loading 4.3 The Loaded Passage 4.4 Cargo Discharge 4.5 The Ballast Passage
Section 4 : Operational Planning 4.1 General Seluruh tahapan operasional cargo, ballast, cargo space cleaning direncanakan sebelumnya untuk memastikan seefisien mungkin penggunaan peralatan yang relevant, sistem dan manpower untuk memelihara standard keselamatan dan pencegahan polusi. Dibuat ketika membuat rencana pelayaran. 4.2 Cargo Loading 1) Distribusi cargo direncanakan memaximise cargo uplift berdasar kan instruksi pelayaran dan meminimise hull stresses disamping itu memelihara trim dan stability pada seluruh tahap pelayaran termasuk setiap kebutuhan untuk discharge cargo.
Section 4 : Operational Planning 4.2 Cargo Loading 2) Siapkan ruangan untuk masing-masing cargo yang akan dimuat. 3) Urutan memuat cargo dan ballast discharge direncanakan sejak awal, untuk memastikan bahwa selama memuat bending moments dan shear forces dalam batas yang diijinkan pelabuhan serta stabilitas kapal. Rencana urutan memuat agar didiskusikan dan disetujui oleh Stevedore. 4) Survey draught kapal laksanakan secara periodik selama memuat untuk confirm bahwa loading dan deballasting berjalan sesuai rencana. 5) Officer in Charge arrange dengan Stevedore untuk penggunaan Cargo Gear kapal, bila diperlukan. 6) Dangerous Cargo harus dipisahkan sebelum dimuat atau disetujui dalam Loading Plan.
Section 4 : Operational Planning • 4.2 Cargo Loading • 7) Dalam aturan memuat general cargo harus disediakan kebutuhan Dunnage / Subsequent disposal, pemisahan cargo dengan Lot atau Pelabuhan, rotasi pelabuhan dan kemungkinan perubahan keberadaan Stevedore dan penyesuaian discharging di darat. • 8)Monitoring dan tallying cargo harus disetujui oleh Stevedore untuk memastikan sesuai dengan permintaan Charterer. Pada Muatan Berharga, Muatan Berbahaya dan Locker cargo harus ditempelkan Keterangan Khusus oleh crew kapal dan dimasukkan kedalam Mate’s Receipt sebelum dikeluarkan Bills of Lading untuk dicheck kembali dan disetujui oleh Agen dan Stevedore. • 9) Local regulasi untuk membuka dan menutup palkah dan rigging cargo gear juga persyaratan persetujuan khusus lainnya agar diperhati kan oleh agen maupun stevedore. • 10) Menjaga cargo dan tersedianya tenaga kerja untuk membuka dan menutup palkah serta rigging cargo gear harus direncanakan.
Section 4 : Operational Planning 4.3 Loaded Passage 1) Cargo hold hatch, hatch cover dan access hatch setiap hari di periksa, untuk memastikan relevant terpelihara kedap air semuanya. Dan direcord dalam Deck Log Book. 2) Hold bilge disounding setiap hari atau lebih sering bila perlu. 3) Setiap hari deck cargo lashing di check dan diajust bila perlu dan di record di Deck Log Book. 4) Bila kebutuhan cargo monitor temperatur, setiap hari di check temperatur dan direcord di Deck Log Book. 5) Muatan berbahaya yang berada di deck harus diperiksa lebih sering. 6) Ventilasi ruang muat dilaksanakan sesuai kebutuhan. Jika perlu temperature basah dan kering serta kelembaban ruangan dimonitor dan direcord.
Section 5 - Standard Operating Procedures 5.11 Hold Preparation 5.12 Routine sounding 5.13 Manholes, access, opening 5.14 Draught Survey 5.15 On hire and off hire survey 5.16 Voyage order 5.17 Documentary Procedures 5.18 Notice of readiness 5.19 Quantity of cargo loaded/discharged 5.20 Statement of facts 5.21 Cargo hold inspection 5.22 Stevedore damage 5.23 Discovery and reporting of defects 5.01 General 5.02 Standing Order 5.03 Recording of operations 5.04 System, machinery and equipment 5.05 Standard Operational Test and Inspection 5.06 Stability 5.07 Longitudinal and local strength 5.08 Cargo lifting gear 5.09 Stevedores 5.10 Hold Cleaning
Section 5 - Standard Operating Procedures 5.24 Ventilation of cargo space 5.25 Engine room manning 5.26 Presentation of a ship with loaded ballast hold 5.27 Insurance incident reports
5.01 - Umum • Prosedur detail dalam seksi ini perihal yang berhubungan dengan operational cargo dan yang relevant. 5.02 - Standing order • The company General Cargo Standing Order didapatkan pada Appendix II manual ini.
Company General Cargo Orders 1. Master menunjuk Chief Officer sebagai Officer in Charge pada Cargo, Ballast dan operasional Cleaning dan yang berhubungan dengan operational tsb, untuk itu Master dapat dipanggil atau diminta untuk konsultasi. 2. Tugas Officer in Charge adalah merencanakan, mengorganize, kontrol dan supervise untuk seluruh deck dan cargo aspects pada operational yang tepat serta berhubungan dengan Chief Engineer untuk memastikan tepat pada waktunya system dapat operational. 3. A Deck Watch harus dilaksanakan selama operational seluruh cargo & ballast dan Officer in Charge mengorganise Deck Officers lainnya dan Ratings ke dalam penjagaan ini, 4. A Deck Watch paling sedikit berjumlah 3 (tiga)orang yaitu C/O, One Deck Officer, One Rating.
5. Rotasi personil Deck Watch diatur sedemikian rupa agar mereka mendapatkan periode istirahat yang cukup, Bilamana diperlukan Officer in Charge mengambil periode istirahat pada waktu penjagaannya, hal ini akan meng-akibatkan kegiatan operasional rendah. 6. Officer in Charge harus memberi briefing kepada Watch Officers tentang rencana operasional dan pemenuhan tugas Watch Officer untuk control dan suprevise terhadap aspect routine operational, yang meliputi : (1) Supervise Loading & Discharge operasional awal dan akhir, (2) Supervise Ballasting operasional awal dan akhi, (3) Inspect Cargo di palka sebelum menutup penutup palka pada akhir Loading, (4) Pastikan bahwa lubang muatan palka dan access penutup palka rapat-rapat sebelum bertolak ke laut, (5) Supervise seluruh intensional Discharge ke laut sebagaimana diketahui ada resiko polusi, (6) Tanda tangan Mate’s Receipts atau Cargo Document lainnya wewenang Master.
7. Sebelum meninggalkan deck untuk waktu yang lama Officer in Charge harus memberikan instruksi tertulis kepada Watch Officer sehubungan dengan kontinuitas operational yang berjalan dan waktu atau keadaan kapan dia harus dipanggil. 8. Pada saat Officer in Charge absen di deck, Watch Officer mengambil tanggung jawab untuk melanjutkan seluruh rencana operasi seperti yang sudah dituliskan dalam instruksinya. Dia harus control dan suprevise seluruh aspect monitoring operasi muat dan bongkar sebaik-baiknya antara lain pemenuhan persyaratan umum mooring, gangway, draught, penerangan dsb. Dia boleh meng adjust kecepatan muat atau bongkar, tetapi dia tidak boleh menyimpang dari rencana tanpa instruksi dari Officer in Charge. Dia harus memanggil Officer in Charge segera jika timbul keadaan emergency. Dalam keadaan emergency dia tidak boleh ragu-ragu untuk menstop seluruh operasional, jika menurut pertimbangannya keadaan tsb harus segera diaksi.
5.03 Recording of operations • Record secara menyeluruh dan detail kejadian selama operasi dicatat di Cargo Log Book • Hanya kejadian yang menonjol saja yang direcord / ditransfer ke Deck Log Book. • Perlu dicatat bahwa Cargo Log Book dan Deck Log Book dibutuhkan untuk Legal proses bila timbul kejadian dalam cargo operasi.
5.04 Systems, Machinery and Equipment. • Officers harus familiar dengan Manual Instruction dari Galangan pembuat kapal dan Pabrik yang berhubungan dengan operasional system, machinery dan equipment dan memerintahkan kepada Ratings untuk menggunakan secara benar peralatan tsb, test & check rutin waktu start dan operasional. 5.05 Standard operational tests and inspections • Cargo Lifting seperti Cargo Cranes, Derricks dsb harus ditest secara opersi penuh sebelum peralatan tsb diserahkan penggunaannya kepada Stevedores. • Isapan bilge ruang muat harus di test dan souding pipes harus clear pada setiap ballast passage. • Sebelum Hatch Cover ditutup, rel dan compression bar harus diperiksa untuk memastikan bebas dari cargo dan serpihan puing dan katup saluran tidak tertutup.
5.07 Longitudinal dan local strength a) Master dan Deck Officer harus familiar detail persyaratan Specific Longitudinal dan Local Strength yang terdapat dalam Ship’s Loading Manual dan document yang relevant. b) Master dan Officer in Charge harus memastikan bahwa sebelum berlayar dan selama berlayar kapal memenuhi persyaratan Strength yang tepat, jika ada methode untuk menghitung shear forces dan bending moments agar dicheck dengan kalkulasi untuk menyakin-kan memenuhi syarat. c) Sewaktu sandar di pelabuhan, Master dan Officer in Charge harus memastikan dengan kalkulasi jika diperlukan bahwa persyaratan shear forces dan bending movements terpenuhi. d) Sebelum memuat bulk cargoes, sangat penting bahwa urutan pengisian palka dan discharge ballast diuji secara detail dengan check setiap kondisi intermediate pada instrumen Ship’s Loading untuk memastikan bahwa setiap saat Shear Forces dan Bending Moments dalam limit yang diijinkan pelabuhan.
e) Jumlah Loading Runs atau passes yang digunakan dan Quantity Loaded pada setiap pass harus dipertimbangkan dengan forces acting pada kapal dan tidak dengan pertimbangan lain waktu atau sesukanya. f) Urutan rencana muat disarankan secara terulis ke fasilitas muat. g) Sebelum bongkar bulk cargoes, sagat penting partial bongkar palka dan muat ballast dan diuji secara detail dengan check setiap intermediate kondisi pada Ship’s Loading Instrumen untuk memastikan bahwa setiap saat shear forces dan bending moments dalam limit yanh diijinkan pelabuhan h) Urutan palka yang dibongkar dan quantity bongkar pada setiap kerja harus dipertimbangkan dengan forces acting pada kapal dan tidak dengan pertimbangan lain waktu atau seenaknya. Persyaratan ini penting ketika bongkar full cargo dari palka berganti-ganti namun harus diikuti selama bongkar keseluruhan.
5.08 Cargo lifting gear a) Crew diinstruksikan seperlunya dalam penggunaan Cargo Lifting Gear sesuai prosedur manouver Gear In dan Gear Out pada Stow Position. b) Hanya Crew yg boleh menempatkan dan mengikat ship’s cargo gear. Stevedores hanya menggunakan ship’s gear pada saat Operating Position. 5.9 Cargo lashing dan securing 1) Petunjuk ttg cargo lashing dan sevuring terdapat dalam buku Code of Safe Practice for Cargo Stowage and Securing 2) Sebelum berlayar maka harus dipastikan bahwa lashing sudah cukup kuat untuk untuk selama pelayaran. 3) Selama pelayaran cargo lasing dicheck setiap hari oleh C/O dan diajust bila perlu. Bila masuk ruang muat maka entry enclosed permit harus dibuat.
5.10 Stevedores a) Harus bekerja sama selama operasi cargo. b) Kebutuhan untuk buka dan tutup palka, penerangan, mengaman kan cargo, dsb, agar disetujui sebelum memulai operasi cargo. c) Officer in Charge harus menyarankan kepada Stevedores dalam tulisan pada Loading atau Discharge Plan dan harus di up date atau diamandemen rencana tsb jika diperlukan.
5.11 Hold Cleaning a) Ketika mengganti cargo, seluruh palka dan dasar palka harus dibersihkan disapu dan kumpulan kotorannya (berupa cargo residues dan sisa puing reruntuhan) diangkat sebelum dicuci dengan air dalam persiapan untuk memuat cargo berikutnya. b) Jika memungkinkan penyapuan pembersihan dilaksanakan sebelum selesai bongkar muatan, sehingga crane bongkar dapat digunakan untuk mengangkat kumpulan kotoran ke luar palka. c) Palka cargo yang akan di ballast harus dibersihkan disapu dan kotorannya diangkat dari palka sebelum ballast diisi ke palka. d) Pembersihan dengan air di palka dan dasar palka dilaksanakan dengan menggunakan perlengkapan perkakas yang dapat mem bersihkan parikel muatan yang menempel. Jika mungkin Educators digunakan untuk menyalurkan air pembersihan ini, air pempersihan tsb disalurkan langsung keluar kapal. Bilamana dasar palka dilengkapi dengan saringan agar dipasang selama pembersihan.
e) Penyelesaian pencucian palka dengan mengeringkannya keluar membuat ventilasi terbaik mengunakan fasilitas yang ada f) Penyelesaian Hold Cleaning, Officer in Charge harus memeriksa palka untuk meyakinkan bahwa kondisi palka siap untuk menerima cargo berikutnya. g) Selama pemeriksaan agar diperhatikan kondisi baud, mur atau peralatan lainnya untuk keamanan Manholes atau access lainnya ke double bottoms dan ruangan-ruangan untuk memastikan tidak ada terjadi kerusakan. h) Ketika dipesan untuk pelayaran berurutan berikutnya meng angkut bulk cargo yang sama, derajat cleaning dikurangi dan program cleaning yang diikuti untuk memastikan bahwa setiap palka lansung dibersihkan sedikitnya 1X pada setiap cargo ketiga. Namun tanpa memperhatikan derajat Cleaning palka yang dilaksana kan, setiap ruangan didasar palka dibersihkan dan ditest isap pada setiap ballast passage.
5.12 Hold preparation a) Penyelesaian leaning palka, palka harus disiapkan sedapat mungkin jauh hari sebelumnya untuk muat cargo berikutnya. Jika peralatan atau material yang dibutuhkan untuk persiapan palka tidak ada dikapal, maka Master memintanya ke Perusahaan. b) Jika Bulk Cargo akan menutupi lubang-lubang saringan didasar palka, maka saringan-saringan tsb harus dilapisi dengan kain goni atau bahan material yang dapat tembus air untuk mencegah cargo masuk menutupi saringan di dasar palka.
5.13 Sounding rutine Palka, Tanki dan ruangan-ruangan Setiap hari dilaksanakan sounding pada dasar palka cargo bilge ballast tanks dan ruangan-ruangan kosong lainnya untuk mengetahui jumlahy dan medeteksi kebocoran. Hasilnya direcord di Deck Sounding Book dan Deck Log Book. Bila terdeteksi ada kebocoran Master harus mengontrol situasi dan melaporkan keadaan tsb ke Company secepatnya.
5.14 Manholes, access dan opening a) Opening dan closing manhole diluar kamar mesin dan dibawah upper dek harus dicatat dalam Deck Log Book. b) C/O harus mengecek sendiri kondisi closing tsb. c) C/O boleh mendelegasikan supervisi penutupan manholes dan access tersebut kepada Officer lainnya.
5.15 Draught Surveys a) Ketika draught survey dilaksanakan oleh seorang surveyor, Deck Officer harus menemaninya untuk menyetujui draught, sounding, etc yang didapatkan selama survey. Jumlah bahan bakar, ballast, air tawar, dll, yang didapatkan berdasarkan sounding surveyor harus mendapat pesetujuan dari C/O b) C/O mengecek hasil perhitungan yg dilakukan oleh surveyor dengan menggunakan ship’s loading calculator (bila ada) atau dengan manual. c) Bila ada perbedaan antara hasil perhitungan surveyor dan perhitungan kapal dan tidak dapat diselesaikan, maka harus lapor kepada Master dan membuat Nota Protes.