180 likes | 473 Views
MEMERANGI KORUPSI di INDONESIA YANG TERDESENTRALISASI. LOCAL GOVERNMENT CORRUPTION STUDY - LGCS Justice for the Poor Program, World Bank June, 2007. ALUR PRESENTASI. Tentang Penelitian Korupsi di tingkat lokal Aksi & Strategi Aktor Pendorong Proses Hukum Rekomendasi.
E N D
MEMERANGI KORUPSI di INDONESIA YANG TERDESENTRALISASI LOCAL GOVERNMENT CORRUPTION STUDY - LGCS Justice for the Poor Program, World Bank June, 2007
ALUR PRESENTASI • Tentang Penelitian • Korupsi di tingkat lokal • Aksi & Strategi Aktor Pendorong • Proses Hukum • Rekomendasi
Mengapa Studi ini Penting? • Fenomena pengungkapan korupsi sebesar ini belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia: desentralisasi; menebar korupsi atau memberi peluang partisipasi? • Tujuan studi: • Dokumentasi pengungkapan kasus korupsi • Identifikasi modus operandi korupsi lokal & strategi aktor pendorong • Identifikasi peluang keberhasilan dan kegagalan penanganan korupsi
Pelaksanaan Penelitian Penelitian lapangan Mei – November 2006 • Di 5 propinsi: Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Sulawesi Tengah dan NTB • 10 kasus dugaan korupsi; 4 kasus eksekutif kabupaten, 4 kasus DPRD kabupaten, 2 kasus legislatif propinsi • Dengan fokus pada pengalaman aktor pendorong, telah dilakukan in-depth interview pada 200 responden dan dilakukan 13 FGD
Modus Operandi Korupsi Legislatif: • Memperbanyak dan memperbesar mata anggaran dalam RAPBD • Menyalurkan APBD kepada yayasan milik anggota • Manipulasi dana kegiatan/perjalanan dinas Eksekutif: • Penggunaan sisa dana (UUDP) tanpa prosedur • Penyimpangan prosedur pengajuan dan pencairan dana kas daerah • Pemakaian sisa dana APBD • Manipulasi dalam proses pengadaan barang/jasa
Aktor Pendorong”Mereka (aktor pendorong) sangat berarti buat kami, kami merasa dikontrol, diawasi. Jadi kalau kami macam-macam ada yang langsung mengingatkan. Kami tidak berani...”Kepala Pengadilan Negeri, Blitar • Siapa Mereka? LSM lokal, akademisi, lembaga-lembaga tradisional/desa, lembaga mahasiswa, lembaga profesi, partai politik, dan wartawan. • Motif Aktor Pendorong: tuntutan program kerja; mandat dari basis atau kelompok dampingan; pendidikan anti-korupsi kepada publik; persaingan politik; peningkatan posisi tawar pelaku di kancah politik lokal; balas dendam, motif ekonomi.
Pola Pengungkapan Kasus Korupsi • Sumber laporan berasal dari masyarakat (Kajian LSM, warga desa, barisan ‘sakit hati’) –bukan badan pengawas pemerintah atau instansi penegak hukum • Darimanapun sumber temuan dugaan korupsi, LSM selalu dipilih sebagai wadah untuk melakukan perlawanan terhadap korupsi • Aktor pendorong mengambil kesempatan atas persaingan antara lembaga atau kelompok politik • Ujung tombak pengungkapan kasus berada di tangan media massa
Strategi Aktor Pendorong • Aktor pendorong dipercaya publik TAPI rentan dalam menjaga konsolidasi • Proses ‘learning by doing’–hanya merespon jalannya proses hukum • Belum siap dengan ‘fight back’ dari koruptor Strategi: • Membangun konstituensi • Membangun koalisi sementara • Membangun demand publik untuk proses hukum yang cepat, terbuka dan adil • Membangun hubungan Kerjasama dengan instansi penegak hukum.
Faktor Pendukung • akses terhadap dokumen anggaran dan procurement • pengetahuan dan keterampilan pengkajian anggaran dan investigasi dugaan korupsi • jaringan di tingkat nasional • peliputan media massa dan • sikap kooperatif terhadap/dari lembaga penegak hukum
Faktor Pelemah • perpecahan di tubuh aktor pendorong • intimidasi dan ancaman gugatan hukum dari tersangka • proses hukum ‘kompleks’ dan sulit sulit diakses • Corruptor’s fight back
Bagaimana Mengukur Keberhasilan Aktor Pendorong? Fighting corruption atau Good Governance? • Indikator keberhasilan mendorong kasus: • Kemampuan ‘menjaring’ indikasi korupsi → punya basis, dipercaya • Kemampuan melakukan Kajian/investigasi dan pelaporan → perlu perbaikan • Membangun konstituen dan koalisi → cakap dalam membangun, rentan dalam menjaga stamina • Membangun demand untuk proses hukum yang baik → berhasil memperkuat tekanan (terutama di tingkat lokal), tapi belum berimplikasi pada output (putusan/eksekusi)
Proses Hukum • Proses hukum adalah satu-satunya pilihan • Semakin ‘tinggi’ proses hukum, semakin sulit diawasi oleh aktor pendorong • Secara umum, proses hukum korupsi lebih transparan, raltif lebih cepat TAPI belum tentu adil: • Diskriminasi • Kuatnya dugaan suap • Dakwaan dan sanksi hukum lemah • Eksekusi tidak dijalankan
Rekomendasi untuk Aktor Pendorong • Advokasi kebijakan Perda turunan dari PP 71/2000 menyangkut jaminan partisipasi publik dalam penanganan korupsi • Menyusun platform anti korupsi bersama instansi hukum dan pemerintah daerah • Memetakan dan memperkuat kerjasama dengan aparat hukum reformis
Rekomendasi untuk Lembaga anti-korupsi, LSM dan donor di tingkat nasional • Meningkatkan pengetahuan hukum dan keterampilan investigasi aktor pendorong • Memperkuat jaringan kerja aktor pendorong dengan lembaga/organisasi anti-korupsi di tingkat nasional • Membantu aktor pendorong dalam menindaklanjuti pemantauan dan tekanan terhadap proses hukum di tingkat banding dan kasasi
Rekomendasi Untuk Lembaga Penegak Hukum • Menyediakan perangkat peraturan alternatif yang dapat digunakan bagi Kejaksaan Negri untuk melakukan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pemerintah daerah • Menetapkan indikator lamanya proses hukum di masing-masing lembaga penegak hukum • Mengeluarkan surat edaran tentang keharusan bagi kejaksaan untuk melakukan gelar perkara serta memfasilitasi eksaminasi terhadap putusan pengadilan