180 likes | 757 Views
IMPLIKASI UU PT 2007 TERHADAP PERAN dan TANGGUNG JAWAB DIREKSI dan DEWAN KOMISARIS PERSEROAN. Disampaikan oleh RATNAWATI W. PRASODJO, S.H. Pada Diskusi tentang UU PT Diselenggarakan oleh Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia Gedung Bursa Efek Jakarta, Tower 1, lantai 2 27 September 2007.
E N D
IMPLIKASI UU PT 2007TERHADAP PERAN dan TANGGUNG JAWAB DIREKSI dan DEWAN KOMISARIS PERSEROAN Disampaikan oleh RATNAWATI W. PRASODJO, S.H. Pada Diskusi tentang UU PT Diselenggarakan oleh Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia Gedung Bursa Efek Jakarta, Tower 1, lantai 2 27 September 2007 Dok. Ratnawati W. Prasodjo, S.H.
Direksi dan Dewan Komisaris • Pada umumnya sama dengan UU PT; • Persyaratan yang dapat diangkat sebagai anggota Direksi secara umum sama dengan Pasal 79 ayat 3 UU PT hanya ditambahkan tidak hanya dihukum karena merugikan keuangan negara tetapi juga yang berkaitan dengan sektor keuangan (pasal 93 UU); • Selain itu dimungkinkan adanya persyaratan tambahan yang dikeluarkan oleh instansi tehnis yang berwenang; Dok. Ratnawati W. Prasodjo, S.H.
Anggota Direksi yang diangkat di kemudian hari Apabila diketahui tidak memenuhi persyaratan yang diharuskan maka batal karena hukum sejak saat diketahui dan kebatalan tersebut harus diumumkan dalam surat kabar dan diberitahukan kepada Menteri (pasal 95 ayat (2)); • Penegasan kapan mulai efektif berlakunya pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Direksi perlu ditegaskan dalam keputusan RUPS; Kalau RUPS tidak menegaskan maka oleh pasal 94 ayat (6) UU ditentukan “berlaku sejak ditutupnya RUPS” Dok. Ratnawati W. Prasodjo, S.H.
Kewajiban pemberitahuan kepada Menteri apabila terjadi pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Direksi adalah paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut dan apabila tidak dilaksanakan maka Menteri menolak setiap permohonan yang diajukan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi yang belum tercatat dalam Daftar Perseroan; • Hal baru mengenai Direksi adalah yang diatur dalam pasal 92 ayat (2) yang dikenal dengan business judgement rule yaitu: • Direksi berwenang menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam UU No.40/2007 dan/atau Anggaran Dasar Dok. Ratnawati W. Prasodjo, S.H.
Adapun yang dimaksud dengan tugas pengurusan adalah: • mengatur dan menyelenggarakan kegiatan usaha Perseroan; dan • mengelola kekayaan Perseroan. Selain dari pada tugas pengurusan Direksi juga mempunyai tugas mewakili Perseroan di dalam dan di luar pengadilan. Pada hakekatnya tugas pengurusan dan perwakilan adalah tugas dari semua anggota Direksi tanpa kecuali. Yang dapat dilakukan pembatasan dalam anggaran dasar adalah tugas mewakili Perseroan terhadap pihak ke tiga. Dok. Ratnawati W. Prasodjo, S.H.
Tanggung jawab Direksi terhadap pengurusan Perseroan tersebut diatas membawa konsekuensi pertanggunganjawab Direksi yang diatur dalam Pasal 97 UU ayat (1) dan anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian Perseroan apabila dapat membuktikan bahwa: • kerugian bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; • telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; • tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan • telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. Dok. Ratnawati W. Prasodjo, S.H.
Demikian pula tanggung jawab Direksi dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian anggota Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan telah diubah, dalam Pasal 104 UU asal Direksi dapat membuktikan. • Pasal 102 UU yang mengubah “seluruh atau sebagian besar” dengan “lebih dari 50 %” jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam satu atau lebih transaksi baik yang berkaitan satu sama lain atau tidak. Dok. Ratnawati W. Prasodjo, S.H.
Dewan Komisaris • Pada prinsipnya sama dengan UU PT hanya istilahnya untuk organ “Dewan Komisaris” dan untuk “perseorangan komisaris” adalah anggota Dewan Komisaris. • Khusus bagi Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah terdiri atas ahli syariah yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. • Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan dan memberi nasihat kepada Direksi sebagaimana diatur dalam pasal 108 ayat (1) UU. Dok. Ratnawati W. Prasodjo, S.H.
Setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri melainkan berdasarkan keputusan rapat Dewan komisaris, karena Komisaris merupakan majelis. • Dalam hal setiap anggota Dewan Komisaris tidak melaksanakan tugas pengawasannya dengan itikad baik dan kehati-hatian, maka setiap anggota Dewan Komisaris bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan dinyatakan bersalah atau lalai. Dok. Ratnawati W. Prasodjo, S.H.
Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian Perseroan apabila dapat membuktikannya sesuai dengan pasal 114 ayat (5). • Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris telah disempurnakan; • Tanggung jawab anggota Dewan Komisaris dalam hal terjadi kepailitan Perseroan karena kesalahan atau kelalaian anggota Dewan Komisaris dalam menjalankan tugas pengawasan, UU PT tidak mengatur namun dalam UU telah diatur dan pelepasan tanggung jawab asal dapat membuktikan (pasal 115). Dok. Ratnawati W. Prasodjo, S.H.
UU telah membuka kemungkinan diangkatnya Komisaris Independen yang diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan dan Komisaris Utusan yang merupakan anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan Rapat Dewan Komisaris. Komisaris Utusan ini sebenarnya sudah lama dikenal dan dapat dipersamakan dengan “Compliance Director” dalam dunia perbankan. Apabila ada Komisaris Utusan tugas dan wewenangnya diatur dalam anggaran dasar Perseroan. Dok. Ratnawati W. Prasodjo, S.H.
Rencana Kerja, Laporan Tahunan dan Penggunaan Laba • Selain laporan tahunan dan penggunaan laba, UU menambahkan Rencana Kerja Tahunan yang harus disusun oleh Direksi sebelum dimulainya tahun buku yang baru; • Muatan laporan tahunan yang sekurang-kurangnya dimuat dalam UU No. 1 / 1995 Pasal 56 telah disempurnakan dalam Pasal 66 UU dan laporan keuangannya disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan; • Penyampaian laporan tahunan telah ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir dan harus disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh pemegang saham; Dok. Ratnawati W. Prasodjo, S.H.
Dalam hal ada anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani dan tidak memberi alas an secara tertulis maka ditegaskan bahwa yang bersangkutan dianggap telah menyetujui isi laporan tahunan; 5. Laporan Tahunan yang wajib diaudit akuntan publik selain yang ditentukan dalam pasal 59 ayat (1) UU No. 1 / 1995 ditambah dengan Perseroan Persero, Perseroan yang mempunyai asset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp. 50.000.000.000 (lima puluh milyar Rupiah) atau perseroan yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan (Pasal 68 UU); Dok. Ratnawati W. Prasodjo, S.H.
Kewajiban penyisihan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan wajib yang semula dalam UU No. 1 / 1995 ditetapkan sampai mencapai 20 % (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor tidak disetujui DPR kalau diturunkan menjadi paling sedikit 10 % (sepuluh persen); • Penegasan dalam Pasal 71 ayat (3), Dividen hanya boleh dibagikan apabila Perseroan mempunyai saldo laba positip; • Kemungkinan Perseroan membagikan dividen interim diatur dalam Pasal 72 UU yang sebelumnya tidak diatur dalam UU No.1 / 1995 dengan ketentuan: a. kemungkinan untuk membagikan deviden interim diatur dalam anggaran dasar; Dok. Ratnawati W. Prasodjo, S.H.
pembagian dividen interim dapat dilakukan apabila: • jumlah kekayaan bersih Perseroan tidak menjadi lebih kecil dari jumlah modal ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib; • tdak mengganggu atau menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya pada kreditor atau mengganggu kegiatan Perseroan. • apabila ternyata pada akhir tahun Perseroan mengalami kerugian maka dividen interim yang telah dibagikan diminta untuk dikembalikan dan apabila tidak dikembalikan maka Direksi atau Dewan Komisaris yang bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan. Dok. Ratnawati W. Prasodjo, S.H.
Terima kasih atas perhatiannya Dok. Ratnawati W. Prasodjo, S.H.