10 likes | 313 Views
PORNO vs MUSYRIK Nyai Roro Kidul, ratu yang dalam dongeng Jawa dianggap menguasai Lautan Indonesia, ternyata lebih ditakuti ketimbang Badan Sensor Film. Alkisah, awal November 1982, sang ratu mendatangi istri pemilik bioskop "Sinar", di Cilacap.
E N D
PORNO vs MUSYRIK Nyai Roro Kidul, ratu yang dalam dongeng Jawa dianggap menguasai Lautan Indonesia, ternyata lebih ditakuti ketimbang Badan Sensor Film. Alkisah, awal November 1982, sang ratu mendatangi istri pemilik bioskop "Sinar", di Cilacap. Lewat mimpi, tentu saja. Ratu pantai selatan itu marah karena anak kandungnya, Nyai Blorong, dalam film dilukiskan telah melewati batas. Adegan ranjang, berciuman dan sebagainya dianggap tidak sesuai dengan martabat 'peri'. "Kalau pemutaran diteruskan, aku akan meminta tumbal (korban) dari keluargamu," begitu Nyai Roro Kidul mengancam. Bioskop "Sinar" memang telah empat malam memutar film "Nyai Blorong", yang dibintangi Suzanna dan Barry Prima. Begitu tersadar dari mimpi, istri pemilik bioskop itu menangis. Suaminya agak lama baru bisa menenangkannya. Setelah jelas duduk persoalannya, sang suami mengambil sikap: kontan menghentikan pemutaran film tersebut di bioskopnya. Ketika film tersebut ditawarkan pada tiga pemilik bioskop lain di Cilacap, semua menolak. Kisah teguran Nyai Roro Kidul rupanya cepat beredar di seluruh penjuru kota. Di kota ini ternyata kewibawaan sang ratu masih tebal. Tak ada yang ingin dijadikannya tumbal... Terpaksa film itu dikembalikan ke pengedarnya di Yogyakarta. Di sana ternyata film ini sukses, walau sudah tidak utuh lagi. Rupanya Badan Sensor Film Daerah (Bafida) setempat sependapat dengan Nyai Roro Kidul: banyak adegan panas dalam film ini yang dipotong. Toh penduduk Yogyakarta yang ingin melihat film ini secara utuh bisa menontonnnya di Muntilan, 25 km dari Yogyakarta, yang karena termasuk wilayah Jawa Tengah, bebas dari gunting sensus bafida DIY. (4-12-1982) Dikutip dari buku "Indonesiana, cerita-cerita unik dari tanah air, kumpulan tulisan dalam majalah TEMPO 30 Januari 1982 s.d.7 Januari 1984". PT Grafiti Pers