410 likes | 747 Views
Emotional Brand Attachment and Brand Personality: The Relative Importance of the Actual and the Ideal Self (Lucia Malar, Harley Krohmer, Wayne D. Hoyer, Bettina Nyffeneger) Andang Fazri. Gap. Hubungan antara consumer’s self (CS) dan emotional brand attachment (EBA)
E N D
Emotional Brand Attachment and Brand Personality: The Relative Importance of the Actual and the Ideal Self (Lucia Malar, Harley Krohmer, Wayne D. Hoyer, Bettina Nyffeneger) Andang Fazri
Gap • Hubungan antara consumer’s self (CS) dan emotional brand attachment (EBA) • Kapan actual self digunakan dan kapan ideal self digunakan. • Peran moderating variables yang memperkuat hubungan antara CS dan EBA
Objectives Memahami implikasi dan pengaruh relatif consumer’s actual self-congruence (CAS) dan consumer’s ideal self-congruence (CIS) terhadap EBA Untuk mendapatkan pemahaman mengapa efek CAS dan CIS terhadap EBA berbeda pada konteks dan consumers yang berbeda.
Kontribusi Penelitian Objective 1: berkontribusi kepada pengetahuan berhubungan dengan pengembangan EBA. Objective 2: menguji variabel moderator antara CS dan EBA. Dapat digunakan oleh marketing managers untuk menyediakan panduan strategi yang cocok digunakan dalam kondisi tertentu.
Penelitian Terdahulu Hubungan consumer dan brand disimpulkan highly relevant (Fournier, 1998) Perasaan bahwa sebuah brand dapat meningkatkan rasa percaya diri dapat membuat brand tersebut dibedakan dengan brands lainnya, terutama jika consumer tersebut secara emosional hanya dekat dengan beberapa merek (Thomson, MacInnis, and Park 2005)
Definisi EBA • Ikatan yang menghubungkan seorang consumer dan suatu merek tertentu dan melibatkan feelings terhadap merek tersebut. • Feelings tersebut termasuk affection (suka), passion (emosi yang kuat: love, joy, hatred, anger), dan connection (Thomson, MacInnis, Park 2005), yang memberikan “hot affect” atas hubungan brand tersebut dengan dirinya (Mikulincer and Shaver 2007)
Definisi Self-congruence • Kesesuaian antara CS dengan brand’s personality/image (Aaker 1999; Sirgy 1982) • Self-congruence dapat meningkatkan respon affective, attitudinal dan bahavioral consumer terhadap suatu brand. • Self–congruence terdiri dari actual self dan ideal self congruence.
Definisi Self Concept • Pemahaman kognitif dan afektif tentang siapa kita (who and what we are). • Terdiri dari actual self dan ideal self. • Actual self dibentuk berdasarkan realitas siapa kita. • Sedangkan ideal self dibentuk oleh imaginasi sosok ideal yang kita inginkan (ingin menjadi seperti sosok ideal tersebut)
Consumer’s Self Congruence • Consumer’s actual self-congruence (CAS) menggambarkan persepsi consumer terhadap kecocokan antara actual self dan brand’s personality (Aaker 1999). CAS mengambarkan diri consumer yang sebenarnya. • Consumer’s ideal self-congruence (CIS) adalah persepsi kecocokan brand personality dengan ideal self yang ingin dibentuk (Aaker 1999). Menggambarkan ingin menjadi seperti siapa.
Brand Personality • Menghubungkan karakteristik manusia/ consumer dengan sebuah brand berdasarkan persepsi consumer ybs terhadap brand tersebut (Aaker 1997; Geuens, Weijters, and De Wulf 2009; Grohmann 2009) • Membantu consumer mengekspresikan konsep dirinya dan memberikan rasa nyaman bila menemukan brand yang cocok dengan konsep dirinya.
Product Involvement • Berhubungan dengan consumer information processing dan merupakan variabel penting yang menentukan suksesnya berbagai strategi dan aktivitas marketing (MacInnis and Park 1991; Petty and Cacioppo 1986) • Tingkat keterlibatan consumer dengan sebuah objek, situasi dan tindakan ditentukan oleh tingkat persepsi yang secara konsep personally relevant (Zaichkowsky 1985)
Product Involvement • Kebanyakan peneliti setuju bahwa tingkat keterlibatan dapat dipahami dari tingkat personal relevance dan importance (Park and Young 1986) • Product involvement merupakan personal relevant dari produk , yang ditentukan oleh tingkat ketertarikan dan kepentingan produk tersebut di mata consumer.
Personal Relevant dan Motivasi • Ketika pengetahuan personally relevant diaktifkan di dalam memory, motivational state akan terbentuk dan mengarahkan consumer pada cognitive behavior (attention, comprehension, information search; Celsi and Olson 1988) atau respon affective.
Self-esteem • Evaluasi menyeluruh dari seseorang terhadap worthiness (nilai/harga dirinya) sebagai seorang manusia (Rosenberg 1979) • Konstruk unidimensional yang menggambarkan “overall positive-negative attitude toward the self” (Tafarodi and Swann 1995)
Self-esteem • Orang dengan tingkat self-esteem yang tinggi menyukai, menghargai dan menerima diri mereka sendiri (Wylie 1979). Dan menggunakan merek yang menggambarkan diri mereka sendiri • Sebaliknya orang dengan self-esteem rendah berusaha mencari kenyamanan dengan menggunakan merek yang meningkatkan harga diri mereka
Public Self-consciousness • Pemahaman diri sebagai objek sosial atau pemahaman bahwa orang lain memperhatikan kita (Fenigstein, Scheier, and Buss 1975) • Orang dengan PSC tinggi lebih merasa orang menilai dirinya dan berusaha keras menciptakan pavorable public image (Scheier 1980) • Karena pentingnya PSC, penulis mengasumsikannya sebagai moderating variable antara CS dan EBA.
Conceptual Framework • Moderator variables • Product involvement • Self-esteem • Public self-consciousness Perceived Actual Self-congruence Emotional Brand Attachment Perceived Ideal Self-congruence Figure 1. proposed framework
Keterangan Framework • Framework menggambarkan CAS dan CIS mempengaruhi EBA • Pengaruh CAS dan CIS bervariasi tergantung tingkat product involvement, self-esteem, dan public self-consciousness yang dirasakan oleh consumer.
Asumsi Utama • Consumer menggunakan produk sebagai satu cara untuk membedakan dirinya dengan orang lain dan membeli merek dengan personality tertentu untuk mengekspresikan konsep dirinya (Aaker 1999; Belk 1988) • Perasaan nyaman akan terbentuk jika consumer menemukan brand yang cocok dengan konsep dirinya (Aaker 1999; Sirgy 1982)
Variabel Independen Consumer’ Actual Self-congruence Consumer’ Ideal Self-congruence
Variabel Dependen Emotional Brand Attachment
Variabel Moderator Product involement Self-esteem Public self-consciousness
Hipotesis H1: CAS berpengaruh positif pada EBA H2: CIS berpengaruh positif pada EBA H3: CAS berpengaruh lebih kuat pada EBA, dibandingkan CIS H4a: Product involvement memperkuat hubungan antara CAS dan EBA H4b: Product involvement memperlemah hubungan antara CIS dan EBA
Hipotesis H5a: Self-esteem memperkuat hubungan antara CAS dan EBA H5b: Self-esteem memperlemah hubungan antara CIS dan EBA H6a: PSC memperkuat hubungan antara CAS dan EBA H6b: PSC memperlemah hubungan antara CIS dan EBA
Metode Pengujian • Uji hipotesis 2 tahap • Pertama menguji H1 – H3, kemudian menguji efek product involvement sebagai moderator (H4a dan H4b) • Kedua melakukan validasi terhadap hasil H1-H3, kemudian menguji pengaruh moderator self-esteem dan PSC.
Metode Sampling • Total 11.093 undangan untuk berpartisipasi dalam survei dikirim via email (6943 utk studi 1 dan 4150 untuk studi 2) kepada mahasiswa berbagai fakultas di sebuah universitas di Swiss, pegawai pemerintah dan swasta. • Pada email tersebut ada link ke kuesioner yang akan diisi. • Sebagai insentif, disediakan hadiah lebih dari $4,500, termasuk penerbangan dengan helikopter di atas pegunungan Alpen, ski holidays, iPods, iPads, dan marketing textbooks.
Responden • Responden yang mengisi kuesioner sebanyak 1329 (19,1% pada studi 1), dan 890 (21,4% pada studi 2). • Studi 1: 68,8% mahasiswa; 22,1% karyawan; 9,1% lainnya; 54,9% wanita selebihnya pria; usia rata-rata 24,5 tahun. • Studi 2: 60,3% mahasiswa; 36,6% karyawan; 3,1% lainnya; 55,8% wanita selebihnya pria; usia rata-rata 26,8 tahun.
Kuesioner • Responden yang mengikuti link pada email, akan secara acak dihubungkan dengan satu brand. • Tiap responden hanya akan menjawab tentang satu brand, dan pertama-tama akan ditanyakan familiarity-nya terhadap brand tersebut dengan menggunakan three-item brand familiarity scale dari Kent dan Allen (1994; “I feel very familiar with brand x”, “I feel very experienced with brand x”, and “I know the product(s) of brand x”. Dengan range nilai 1 (no familiarity) hingga 5 (maximum familiarity)
Kuesioner • Unit analisis adalah individual brand relationship antara consumer dengan familiar brand yang berjumlah 167. • FMCG (studi 1 = 41,8, studi 2 = 40,9%), durable goods (s1=15,9%, s2=17,8%), services (s1=26%, s2=22,6%), retailing (s1=16,3%, s2=18,8%) • Brand yang dipilih termasuk dalam “the 50 Swiss most valuable brands” dan “the best global brands” tahun 2006 dan 2007. Sehingga memiliki probabilitas untuk dikenal oleh responden.
Kuesioner • Pada s1 dan s2, email undangan dikirim pada hari yang sama dan respon dicatat berdasarkan urutan waktu untuk membedakan early dan late response. • Pengujian menyatakan tidak ada perbedaan waktu respon antara grup responden (major construct dan demographic) yang menandakan tidak ada masalah bias respon pada data yang dikumpulkan (Armstrong and Overton 1977)
Pengukuran • Menggunakan skala likert 1 – 5 yaitu strongly disagree hingga strongly agree. • Independen variabel CAS diuji dengan skala Sirgy et al (1997), dan CIS menyesuaikan dengan CAS. SC diasumsikan holistik, gestalt like perception. Menunjukkan bahwa metode pengalaman psikologis lebih prediktif pada consumer behaviors yang berbeda (brand preference dan brand attitude) dibandingkan pengukuran tradisional (matematichal discrepancy indexes)
Pengukuran • Responden diminta untuk memikirkan brand x dan memikirkan karakteristik orang yang sesuai dengan brand tersebut. Kemudian diminta untuk memikirkan bagaimana mereka memandang diri mereka sendiri dan mendeskripsikan personality-nya (actual self). Kemudian menindikasikan persepsi globalnya sesuai/tidak sesuai antara mereka memandang brand’s ersonality dan mereka memandang dirinya sendiri (see appendix A) • Prosedur yang sama untuk ideal self.
Pengukuran • Dependen variabel diuji dengan six-item yang diadaptasi dari riset consumer sebelumnya (Thomson, MacInnis, Park 2005) yang menggunakan second order factors: affection; connection, passion). Kemudian menggunakan nilai rata-rata ketiganya sebagai indikator higher-level construct pada EBA. • Product involvement diukur dengan two items dari Van Trijp, Hoyer dan Inman (1996) dan menambahkan three items yang menggambarkan tingkat kepentingan berdasarkan value dan attitude (Because of my personal value, I feel that this a product that ought to be important for me”)
Pengukuran • Self-esteem diukur dengan Rosenborg self-esteem scale (Rosenborg 1965). • PSC diukur dengan seven items scale (Fenigstein, Scheier, Buss 1975)
Results • Moderator variables • Product involvement • Self-esteem • Public self-consciousness Perceived Actual Self-congruence L 0,230/H 0,589 L 0,197/H -0,057 0,547/0,565 Emotional Brand Attachment Perceived Ideal Self-congruence 0,018/0,074 Figure 1. proposed framework
Hasil Lengkap • Tabel hasil
Diskusi • Riset ini mendukung bahwa secara umum SC dapat meningkatkan EBA. Terutama CAS. • Ketiga moderator memperkuat hubungan CAS dan EBA, terutama pada level moderator high. • Pada hubungan CIS dan EBA ketiga moderator memberikan hasil yang bervariasi tergantung jenis industri.
Implikasi Akademis • Kontribusi pada pengetahuan mengenai peran CAS dan CIS terhadap EBA • H3 mendukung argumen construal level theory. • Peran variabel moderators • Perlu diteliti moderator lain • Karena studi ini memiliki limitasi dimana hanya mengukur melalui hasil, dan tidak ada proses natural dimana digambarkan consumer membuat perbandingan, maka dapat menjadi bahan penelitian berikutnya.
Implikasi Managerial • Menemukan cara untuk meningkatkan EBA, yaitu 1) incorporating consumer’s selves into branding considerations, 2) fokus pada authentic branding, 3) memperrtimbangkan aspirational branding, 4) individualizing their branding efforts.