10 likes | 220 Views
,44 memeluk agama. Hal ini merupakan proses permulaan. Artinya setelah manusia memeluk agama (aslama), ia akan berproses dengan lebih baik dan terarah ke tingkat kematangan beragama yang lebih sempurna, sehingga dorongan yang
E N D
,44 memeluk agama. Hal ini merupakan proses permulaan. Artinya setelah manusia memeluk agama (aslama), ia akan berproses dengan lebih baik dan terarah ke tingkat kematangan beragama yang lebih sempurna, sehingga dorongan yang sebelumnya boleh jadi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor ekstrinsik, berubah menjadi dorongan yang sifatnya benar-benar intrinsik. Pada tingkat inilah kesadaran beragama akan melahirkan perilaku-perilaku mulia yang benar-benar tulus. Hairi (2000) menyatakan bahwa penyeralian diri sejati datang secara bertahap dengan menghadapi tanggung jawab secara berani, dengan melakukan yang terbaik dan tidak teijerat cinta lahiriah serta tidak berhasrat akan balasan amalnya. Semua dilakukan di jalan Allah (fi sabit Allah). Raffle mengemukakan bahwa dorongan untuk berserah diri kepada Allah sesungguhnya merupakan fithrah pada diri setiap manusia untuk beragama Islam. Senada dengan pendapat Raffel, Taymiyajah (Yasien, 1997) berpendapat bahwa semua anak terlahir dalam keadaan fitrah, dalam suatu keadaan kebajikan bawaan, dan lingkungan sosial itulah yang menjadikan seseorang individu menyimpang dari keadaan ini. Sedangkan menurut Jalaluddin (1996), agama berfungsi sebagai sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Hidayat (1994) membatasi religiusitas sebagai kualitas penghayatan dan sikap hidup seseorang berdasarkan nilai-nilai agama yang diyakininya. Religiusitas sebagai kualitas penghayatan, perilaku dan sikap hidup beragama berdasarkan nilai-nilai keagamaan yang diyakini.