220 likes | 667 Views
PERTEMUAN XI PENALARAN DEDUKTIF. PENALARAN INDUKTIF. Adalah penalaran yang kesimpulannya memperluas premisnya . Penalaran induktif tidak dapat ditinjaun dari penalaran deduktif , karena bukan hasil penurunan dari premisnya , sehingga disimpulkan tidak valid.
E N D
PENALARAN INDUKTIF • Adalahpenalaran yang kesimpulannyamemperluaspremisnya. • Penalaraninduktiftidakdapatditinjaundaripenalarandeduktif, karenabukanhasilpenurunandaripremisnya, sehinggadisimpulkantidak valid. • Konklusipenalaraninduktifmemangtidakdimaksudkansekedaruntukmenyuratkanapa yang telahtersiratdalapreisnya, sepertidalampenalarandeduktif. • Alhasil, konklusinyatidakterjaminmutlakkebenarannya, walausemuapremisnyabenar.
Contoh : Dalam semua hari di masa lalu, matahari terbit dari Timur. Jadi, besuk matahari terbit dari Timur. Konklusinya bukan keharusan logis dari premisnya. Konklusinya bukan sekedar menyuratkan apa yang telah tersirat dalam premisnya. Jika penalaran ini dianggap deduktif, maka dianggap tidak valid. Namun penalaran ini dianggap sehat, dengan hubungan kuat atau lemah.
BENTUK BENTUK PENALARAN INDUKTIF Generalisasi. Membonceng wibawa. Analogi. Induksi sebab akibat.
A.GENERALISASI • Merupakanpenalaraninduktif yang paling sederhana. • Merupakanbentukpenalaran yang konklusinyamelampauipremisnya. • Konklusinyamencakupsemuaanggotadarisuatuhimpunan yang ditarikdarisebagiananggota yang sudahdiamati. • Bentukumumpenalaran : Semua X yang telahdiamatiadalah Y Jadisemua X adalah Y
Contoh : 10% berasdalamgudang yang telahdiamatiadalahgabah. Jadi 10% dariberasdalamgudangadalahgabah. • PenalarandemikiandinamakanGeneralisasiStatistik . • Kemungkinanprosentase : a. Prosentase 0 disebutproposisi universal negasi (Proposisi E) Semuaberasdalamgudangbukangabah. b. Prosentase 100 disebutproposisi universal afirmatif (Proposisi A) Semuaberasdalamgudangadalahgabah.
Karena generalisasi selalu memberikan konklusi yang melampaui premis (fakta), bentuk penalaran jenis ini mudah menghasilkan konklusi palsu dari premis yang benar. Untuk memperkecil kesalahan, perlu dihindari 2 khilaf induktif : i. Khilaf generalisasi bergegas. ii. Khilaf statistik berat sebelah.
i. Khilaf Generalisasi Bergegas Manusia cenderung untuk berpikir ke arah apa yang diinginkan daripada apa yang sebenarnya terjadi. Seseorang yang berhubungan dengan satu hal yang ia senangi, biasanya cenderung menganggap bahwa hal tersebut baik dan sebalikanya. Oleh karenanya, agar tidak melakukan khilaf generalisasi bergegas, diperlukan data yang cukup, dan tidak hanya pada data yang sangat sedikit (hanya pada pengamatan sepintas).
Contoh : orang yang menyimpulkan bahwa anak muda yang berambut gondrong suka ugal-ugalan, hanya karena menyaksikan beberapa di antara mereka demikian.
ii. Khilaf statistik berat sebelah Di samping jumlah data yang ada, masalah lain yang perlu diperhatikan dalam penyimpulan adalah sejauh mana data yang digunakan mencerminkan keseluruhan kelompok yang diteliti. Contoh : Disimpulkan bahwa wanita Jawa pada umumnya tidak bekerja kecuali sebagai ibu rumah tangga. Data diperoleh dari sejumlah wanita yang berada di berbagai kota di Jawa Timur.
Kesimpulan ini bisa tidak kuat, karena tidak menceminkan wanita Jawa pada umumnya, sebab sebagian besar penduduk Jawa hidup di daerah pedesaan.
B. MEMBONCENG WIBAWA Pengetahuan yang kita miliki sebenarnya tidak selalu berdasarkan kepada pengamatan fakta yang secara langsung kita lakukan. Misalnya pengetahuan kita tentang arti suatu kata tidak diperoleh melalui pengamatan, tapi diperoleh dari buku, kamus, dan lain-lain. Hasil penelitian orang lain yang telah terbukti kebenarannya dapat digunakan. Jadi, kita dapat membonceng wibawa orang lain dalam menentukan kebenaran.
Untuk memperkecil kesalahan, perlu dihindari 2 macam khilaf: i. Penalaran nenek bilang . ii. Penalaran menyerang pribadi.
i. Penalaran Nenek Bilang. Terdapat kecenderungan umum untuk menilai suatu proposisi lebih berdasarkan siapa yang mengatakan daripada apa yang dikatakannya. Jadi dalam penalaran demikian, bukan apa yang dikatakan, melainkan siapa yang mengatakan, yang menentukan benar salahnya proposisi. Bentuk penalaran ini adalah : A (terhormat) menyatakan X Jadi (benar) X
ii. Penalaran Menyerang Pribadi . Hampir sama dengan penalaran “nenek bilang”, hanya dalam bentuk sebaliknya. Penalaran ini menyerang pribadi pembentuknya. Ini membawa konsekuensi yang berlawanan. Pembentuk proposisi tidak dijadikan dasar untuk membenarkan proposisinya, tetapi justru dijadikan dasar untuk menolaknya. Karena pembentuk proposisi itu dianggap tidak baik, maka proposisi yang dihasilkan harus ditolak.
Bentuk penalaran ini adalah : A (tercela) menyatakan X Jadi tidak (benar) X
C. ANALOGI Dalam analogi, konklusinya ditarik berdasarkan dugaan bahwa sifat-sifat yang dimiliki suatu kenyataan juga dimiliki oleh kenyataan lain. Walaupun keduanya berbeda, tapi keduanya juga mempunyai kesamaan dalam hal-hal tertentu. Contoh : kelinci percobaan (karena adanya anggapan sifat-sifat yang sama antara tubuh kelinci dan tubuh manusia).
Bentuk penalaran sebagai berikut : Kenyataan X mempunyai sifat a,b,c. Kenyataan Y mempunyai sifat a,b,c. Kenyataan X mempunyai sifat d Jadi, kenyataan Y mempunyai sifat d
Tidaksetiappenalarananalogimempunyaidayameyakinkan yang sama. • Penalaraninduktif yang lemahdapatjugadijumpaipadapenalarananalogi yang diajukanolehkaumpesimis, misalnya: Perangtidakpernahdapatmenjadisaranamencapaiperdamaian. Jikaandamenanampadi, makapadi pula yang akantumbuh. Demikianjugajikamenanamjagung, makajagung pula yang akantumbuh. Olehkarenanya, jikamenanamperang, makatidakdapatdiharapperdamaian, keadilandanpersaudaraan.
D. INDUKSI SEBAB AKIBAT Merupakan penalaran induktif yang memiliki daya meyakinkan yang paling besar. Penarikan kesimpulannya didasarkan kepada pengetahuan tentang hubungan sebab akibat. Contoh : Berdasar pengetahuan tentang hubungan antara oksigen dan nyala api, maka dari fakta korek api yang berfungsi baik dan ternyata tidak dapat dinyalakan dalam gua, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam gua tidak ada oksigen.
Terdapat 2 unsur dalam induksi sebab akibat : a. Syarat yang diperlukan (necessary condition) b. Syarat yang memadai (sufficient condition) A adalah syarat memadai bagi B, jhj kapan saja A hadir, maka B hadir C adalah syarat yang diperlukan bagi D, jhj kapan saja D hadir, maka C hadir. Contoh :