320 likes | 806 Views
PEMAHAMAN ALKITAB NARATIF. Oleh: Pdt. Yohanes Bambang Mulyono. Berita Alkitab sebagian besar disampaikan melalui kisah yang diceriterakan, misalnya:. Kisah penciptaan Kisah kejatuhan manusia Kisah Kain dan Habil Kisah Nuh dan Hukuman Air Bah Kisah Allah memanggil Abram
E N D
PEMAHAMAN ALKITABNARATIF Oleh: Pdt. Yohanes Bambang Mulyono
Berita Alkitab sebagian besar disampaikan melalui kisah yang diceriterakan, misalnya:
Kisah penciptaan Kisah kejatuhan manusia Kisah Kain dan Habil Kisah Nuh dan Hukuman Air Bah Kisah Allah memanggil Abram Kisah Hagar dan Ismail Kisah Sodom dan Gomora Dan lain-lain……………
Metode untuk memimpin Pemahaman Alkitab yang digunakan dalam sesi ini adalah: TAFSIR NARATIF
Narrative theologyis a system of interpreting the Bible subjectively, according to the perspective of any group of readers or particular reader. Hence, the Scriptures will have different meanings manufactured by different readers according to their own individual perspectives and biases. By its reckoning, there is no set objective meanings to Scripture.
Tafsir naratif pada prinsipnya merupakan sistem penafsiran yang memberi tempat subyektif (“bukan subyektivisme”) dari pembaca atau pengkhotbah. • Memberi tempat kepada perspektif yang sesuai dengan keadaan pembaca atau pengkhotbah.
But, they tend to understand such propositions as having their proper force only within the context of the story God tells in history
Memberi tempat kepada perspektif subyektif, namun tafsir narasi tetap memperhatikan konteks dari kesaksian Alkitab tentang Allah yang bertindak dalam sejarah umatNya sebagaimana yang disaksikan oleh Alkitab
Pemahaman makna kisah atau cerita: • Kisah atau cerita bersifat otonom yaitu menciptakan dunia sendiri tidak perlu diberi pengantar atau penjelasan. • Pencerita membawa diri dan pendengar atau pembacanya ke “dunia” yang ia mau saksikan. • Mengajak pendengar atau pembaca ke dunia makna pesan (message). • Mampu merefleksikan pesan tersebut secara batiniah agar spiritualitas terbangun.
Kisah atau cerita bersifat otonom yaitu menciptakan dunia sendiri, yaitu: • Struktur dan bangunan kisah. • Melalui kisah yang diceriterakan, penulis tidak perlu memberi keterangan, penjelasan atau argumentasi.
Pencerita mampu membawa diri dan pendengar atau pembacanya ke “dunia” yang ia mau saksikan: • Pendengar atau pembaca dilibatkan secara eksistensial, bukan hanya secara kognitif. • Pendengar atau pembaca diajak untuk menghayati realita kehidupan yang dikisahkan.
Mengajak pendengar atau pembaca ke dunia makna pesan (message). • Pembaca atau pendengar dapat dilibatkan tentang arti (meaning). • Pengertian “makna” bertujuan untuk membangkitkan kesadaran terhadap pesan yang disampaikan melalui kisah.
Mampu merefleksikan pesan tersebut secara batiniah agar spiritualitas terbangun: • Pesan yang disampaikan dalam kisah bukan sekedar untuk mendorong kemampuan intelektual atau emosi pembaca atau pendengar. • Setelah merenungkan kisah yang disampaikan, pembaca diharapkan dapat terdorong mengembangkan dan memperbaharui spiritualitas.
Melalui kisah yang disaksikan oleh Alkitab, kita dapat melihat dan menemukan “potret diri” melalui dialog yang terjadi.
Contoh: Potret diri yang ditemukan di Kej. 25:29-34, yaitu tentang: “Kisah Esau dan Yakub”.
Pada suatu kali Yakub sedang memasak sesuatu, lalu datanglah Esau dengan lelah dari padang. Kata Esau kepada Yakub: "Berikanlah kiranya aku menghirup sedikit dari yang merah-merah itu, karena aku lelah." Itulah sebabnya namanya disebutkan Edom. Tetapi kata Yakub: "Juallah dahulu kepadaku hak kesulunganmu." Sahut Esau: "Sebentar lagi aku akan mati; apakah gunanya bagiku hak kesulungan itu?" Kata Yakub: "Bersumpahlah dahulu kepadaku." Maka bersumpahlah ia kepada Yakub dan dijualnyalah hak kesulungannya kepadanya. Lalu Yakub memberikan roti dan masakan kacang merah itu kepada Esau; ia makan dan minum, lalu berdiri dan pergi. Demikianlah Esau memandang ringan hak kesulungan itu (Kej. 25:29-34).
Gambar diri tentang Yakub: • Yakub sedang memasak di tendanya introvert? • Pandai memanfaatkan situasi • Bahasa yang digunakan teratur dan tenang • Pola berpikir “bisnis” orientasi memperoleh profit • Jeli untuk mengantisipasi pihak lawan agar tidak dapat ingkar janji meminta Esau untuk bersumpah lebih dahulu
Gambar diri tentang Esau: • Berjiwa petualangan: berburu hewan, ekstrovert? • Lebih mementingkan kebutuhan perut dari pada soal nilai dan martabat dirinya sebagai anak sulung. • Bahasa yang digunakan tidak jelas dan kurang teratur. • Mudah mengikuti dorongan hati, kurang berpikir jernih dan jauh ke depan sehingga Esau mau bersumpah untuk menjual hak kesulungannya demi semangkuk makanan.
Dalam pendekatan narasi, kita perlu jeli menemukan pola alur komunikasi, yaitu: pengulangan kata-kata tertentu dalam suatu cerita.
Contoh: Kej. 39:1-6 “Adapun Yusuf telah dibawa ke Mesir; dan Potifar, seorang Mesir, pegawai istana Firaun, kepala pengawal raja, membeli dia dari tangan orang Ismael yang telah membawa dia ke situ. Tetapi TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu. Setelah dilihat oleh tuannya, bahwa Yusuf disertai TUHAN dan bahwa TUHAN membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya, maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan ia boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf. Sejak ia memberikan kuasa dalam rumahnya dan atas segala miliknya kepada Yusuf, TUHAN memberkati rumah orang Mesir itu karena Yusuf, sehingga berkat TUHAN ada atas segala miliknya, baik yang di rumah maupun yang di ladang. Segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf, dan dengan bantuan Yusuf ia tidak usah lagi mengatur apa-apapun selain dari makanannya sendiri. Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya”.
Perhatikanlah pengulangan kata-kata yang muncul dalam Kej. 39:1-6 tentang diri Yusuf, yaitu: a. selalu berhasil 2 kali (ayat 2, 3) b. diberikan kuasa 4 kali (ayat 4, 5, 6)
LANGKAH-LANGKAHEKSEGESE NARASI • Berusahalah untuk membaca keseluruhan kitab yang mau dibahas. • Cari dan temukan alur cerita dalam kisah yang disaksikan. • Fokuskan pada suatu perikop atau episode tertentu. • Pahami watak, sifat, karakter dan kepribadian dari para tokoh yang dikisahkan. • Perhatikan komentator eksplisit dari narator. • Eksplisitkan maksud pengarang yang implisit yang dinyatakan dalam dialog dan penggambaran kisah yang terjadi.
LANGKAH-LANGKAH UNTUK MENJAGA SIKAP OBYEKTIF DALAM MELAKSANAKAN TAFSIR NARASI: • Hasil tafsir atau pandangan yang ditemukan perlu dipertanyakan dan dipertimbangkan dengan pandangan para ahli di bidangnya (buku-buku tafsir). • Gunakan buku-buku tafsir yang standard dan terjamin pandangan teologisnya yaitu yang sesuai dengan pandangan ajaran GKI. • Tuliskan bahan persiapan Pemahaman Alkitab saudara untuk dibaca dan dikoreksi oleh Pendeta Jemaat saudara.
PERKECUALIAN TAFSIR NARASI • Tafsir narasi tidak dapat dipakai untuk menafsir kitab-kitab dalam bentuk puisi atau pengajaran seperti kitab Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung. • Juga tidak dapat dipakai untuk menafsir kitab-kitab apokaliptik seperti kitab Daniel, kitab Wahyu; kitab nabi-nabi; kitab Deuteronomi (kitab Ulangan).
LATIHAN DAN PRAKTEK: II SAMUEL 11:1 – 21 dan II SAMUEL 12:26 - 31
II SAMUEL 11:1 – 21 • Daud mengabaikan tanggungjawab sebagai raja untuk mengalahkan musuh, tetapi memilih untuk bersantai ria. • Melihat wanita yang sedang mandi. • Dia menginginkan wanita dan merebut wanita dari suaminya. • Daud mengatur strategi agar Uria dapat mati dalam peperangan.
II SAMUEL 12:26 - 31 • Yoab: panglima perang yang setia dan tidak ingin mengambil kehormatan raja bagi dirinya. • Daud: menerima usul Yoab dan dia mengalahkan musuh yang sebenarnya sudah dikalahkan oleh Yoab.