1 / 42

NUTRIEN Fe, Sulfur, S i O 2 & REDOKS

NUTRIEN Fe, Sulfur, S i O 2 & REDOKS. Sigid Hariyadi. Siklus biogeokimia mikronutrien. Siklus biogeokimia dari mikronutrien anorganik esensial – sangat kompleks dan dipengaruhi oleh perubahan dari kondisi reduksi oksidasi (redoks).

clark
Download Presentation

NUTRIEN Fe, Sulfur, S i O 2 & REDOKS

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. NUTRIEN Fe, Sulfur, SiO2& REDOKS Sigid Hariyadi

  2. Siklus biogeokimia mikronutrien • Siklus biogeokimia dari mikronutrien anorganik esensial – sangat kompleks dan dipengaruhi oleh perubahan dari kondisi reduksi oksidasi (redoks). • Perubahan kondisi redoks - dipengaruhi oleh fotosintesis dan metabolisme bakterial. • Banyak dari reaksi-reaksi antara berbagai elemen nutrien saling berhubungan, kondisi reaksi yang satu dapat mempengaruhi keberadaan yang lain. • Dengan mengkonversi energi cahaya menjadi ikatan kimia, fotosintesis menghasilkan energi bebas dalam kondisi tereduksi (Eh negatif) dan dalam ketidak-setimbangan, sejumlah konsentrasi senyawa karbon, nitrogen, dan sulfur.

  3. Reaksi-reaksi respirasi, fermentasi, dan reaksi non fotosintesis lainnya pada organisme cenderung mengembalikan kesetimbangan melalui penguraian katalistik terhadap produk-produk fotosintesis. Melalui reaksi-reaksi itulah organisme non fotosintesik mendapat-kan sumber energi bebas bagi kebutuhan metabolismenya. • Kondisi kesetimbangan redoks yang lengkap tidak terjadi di ekosistem perairan alam, karena kebanyakan reaksi-reaksi redoks lambat dan terdiri atas berbagai reaksi redoks secara komposit dengan laju reaksi yang berbeda. Di sisi lain, perubahan input dari energi fotosintesis yang terus berlangsung, mengganggu kecenderungan ke arah kesetimbangan.

  4. Potensial Redoks pada sistem perairan tawar • Potensial redoks adalah ukuran kecenderungan air untuk mengoksidasi atau mereduksi unsur terlarut. • Dalam reaksi kimia: • oksidasi  pelepasan elektron • reduksi  penambahan elektron • Eh (potensial redoks) diukur dalam satuan mV (milivolt) • Nilai potensial hidrogen dianggap sebagai baseline (nol), sehingga jika nilai Eh air lebih besar dari Eh hidrogen, maka potensial redoksnya positif. Eh yang positif (+)  kondisi oksidasi Eh yang negatif (-)  kondisi reduksi • Nilai potensial redoks tetap positif (300-500 mV) selama masih ada oksigen (>1 mg/L). Perubahan temperatur dan pH hanya memberikan efek minor pada redoks. Pada saat kandungan oksigen mendekati nol, Eh menurun dengan cepat.

  5. Potensial Redoks, Fe, O2 di danau meromiktik stratifikasi secara kimia, tercampur sebagian

  6. SIKLUS Fe dan Mn • Konsentrasi ion Fe sangat rendah di perairan ter-aerasi. Besi dalam air teroksigenasi berada dalam bentuk partikulat dan koloidal, dan senyawa kompleks organik, sebagai senyawa ferri hidroksida. • Kelarutan Mn jauh lebih tinggi daripada Fe, tetapi proses reaksi yang terjadi pada Mn hampir sama dengan Fe. • Pada kondisi pH rendah dan potensial redoks rendah (sekitar 250 mV), ion Fe2+ dan Mn2+ terdifusi (lepas dari) dari sedimen dan terakumulasi dalam lapisan hypolimnetik yang anaerobik pada danau produktif. Fig. 14-3.

  7. Pada kondisi potensial redoks yang sangat rendah (< 100 mV) – kondisi reduksi kuat, sulfat tereduksi menjadi sulfida. Pada kondisi ini, terbentuk logam sulfida tak larut, khususnya FeS (ferro sulfida). • Oleh karena itu, di danau hypereutrophic konsentrasi H2S yang tinggi hasil dekomposisi bahan organik yang mengandung sulfur dan dari reduksi sulfat, dapat mengarah pada penurunan Fe terlarut secara signifikan (tidak demikian dengan Mn) sejalan dengan terbentuknya sulfida. • Fe membentuk kompleks dengan berbagai senyawa organik, khususnya bahan humus terlarut. Fe-kompleks ini meningkatkan kelarutan Fe dan ketersediaannya bagi organisme.

  8. Fe dan Mn adalah mikronutrien yang esensial bagi flora dan fauna air tawar. • Kekurangan Fe dan Mn dapat membatasi produktivitas fotosintesis. Mn sangat diperlukan dalam suksesi musiman algae tertentu • Bakteri chemosynthetic tertentu dapat memanfaatkan energi dari oksidasi anorganik garam Fe dan garam Mn dalam reaksi yang melibatkan fiksasi CO2. • Bakteri autotrofik dan heterotrofik pengoksidasi Fe lainnya menghasilkan Fe dan Mn teroksidasi. Bakteri-bakteri ini hanya ada di zona penurunan gradien redoks sangat tajam, yakni zona antara ion-ion logam tereduksi dan lapisan air yang masih teroksigenasi (Fig. 14-9).

  9. Informasi kuantitatif ttg mikronutrien lainnya: Zn, Cu, Co, Mo, Vn, Ni, dan Se sangat terbatas. Pada dasarnya siklus dan ketersediaan mikronutrien diatur terutama oleh mediasi biogeokimia proses redoks, yakni: • produksi dan degradasi bahan organik • siklus redoks Fe dan Mn, dan • pengendapan sulfida Reaksi-reaksi tersebut dapat digantikan oleh kompleksasi logam dengan bahan organik, khususnya humus. • Di perairan pada umumnya, konsentrasi dan ketersediaan mikronutrien biasanya cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dalam keterbatasan cahaya, temperatur, dan makronutrien.

  10. Dinamika Cu (tembaga) sangat dipengaruhi oleh kondisi redoks sebagaimana pada Fe. • Dinamika Co (cobalt), Zn, dan Mo (molybdenum) lebih terkait dengan metabolisme mikrobial dan transport seston, dan pada keefektifan pembentukan kompleks dengan senyawa organik. Mo menunjukkan mobilitas yang lebih besar dibanding ion-ion mikronutrien lainnya. • Meningkatnya input berbagai trace element dan logam berat ke perairan tawar – adalah akibat dari pencemaran industri dan deposisi dari emisi yang ada di atmosfer. Peningkatan kandungan logam Cd, Pb, Hg, dan Al hingga tingkat toksik sudah sering dilaporkan terjadi di berbagai perairan.

  11. S - sulfur • Sulfur hampir selalu tersedia dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan yang tinggi bagi pembentukan protein dan ester sulfat. • Dinamika sulfat dan hidrogen sulfida hasil dekomposisi bahan organik dapat mengubah kondisi dalam perairan terstratifikasi (produktif) dan akan berpengaruh pada siklus nutrien lainnya, produktivitas, dan distribusi biota. • Senyawa sulfur di atmosfer terutama berasal dari pembakaran batubara dan minyak, kembali ke tanah terbawa hujan dan bersama partikel yang jatuh. Sulfur dari atmosfer ini di beberapa perairan alam melebihi input dari pelapukan batuan dan tanah, dan dari runoff dan air tanah.

  12. Sulfat adalah bentuk terlarut utama dari sulfur di perairan beroksigen • Hidrogen sulfida (H2S) terakumulasi pada zona anoksik dalam danau produktif dimana potensial redoksnya menurun < 100 mV • Sebagian besar S di danau disimpan sebagai sulfat terlarut dan H2S. Di sedimen, kebanyakan berupa sulfur mengandung protein dan sulfat ester yang berupa seston dan sulfida terlarut. Sejumlah senyawa sulfur volatil, kebanyakan berupa sulfida organik, dapat lepas ke atmosfer dari perairan dangkal. • Walaupun H2S terbentuk dari sulfat melalui bakteri pereduksi sulfat, tetapi begitu masuk ke strata aerobik H2S segera teroksidasi dan menggunakan oksigen yang ada.

  13. General Sulfur cycle

  14. Sulfur cycle

  15. Siklus Sulfur (microbiological processes)

  16. Sulfur-oxidizing bacteria: Jenis chemosynthetic aerobe – mengoksidasi senyawa sulfur terreduksi dan element S menjadi sulfat Jenis photosynthetic sulfur bacteria – menggunakan cahaya sebagai sumber energi dan mereduksi senyawa sulfur sebagai donor elektron dalam reduksi fotosintesis terhadap CO2. • Persyaratan redoks dari bakteri pereduksi sulfur ini, terutama yang memerlukan cahaya, agak spesifik; distribusi spesies bakteri ini juga dibatasi pada zona yang sempit yakni antara strata teraerasi dan anoksik • Bila kondisi cukup optimal, bakteri fotosintetic sering berkembang dalam jumlah sangat banyak dan berkontribusi pada produktivitas perairan tahunan

  17. Bakteri yang membentuk H2S

  18. Interaksi Fe-S-P di danau eutrofik Padaperiode ‘mixing’  air ygmengandung O2mengendapkanferi (Fe3+) fosfat Periode ‘anoxic’ (stratifikasi) sedimen (danaueutrofik) melepaskan ion fero (Fe2+), ion fosfat (PO43-) dan H2S ion sulfida (S2-) daridissosiasi H2S dapatmengendapkanferosulfida (FeS) – proses inimengeluarkan Fe dan S darisistemhampirsecarapermanen

  19. Silica (SiO2) • Silika cukup melimpah di perairan alam dalam bentuk asam silika terlarut dan silika partikulat. Kebanyakan silika partikulat adalah silika biogenik yang berasosiasi dengan frustule diatom (yang hidup maupun yang mati). • Algae diatom mengasimilasi sejumlah besar silika dan dapat secara nyata memodifikasi flux rate silika di danau atau sungai • Penggunaan silika di zona trophogenic oleh diatom mengurangi konsentrasinya di epilimnion (Fig.14-20) dan bersama faktor lain mempengaruhi suksesi musiman spesies diatom, yang mempunyai efisiensi asimilasi Si maupun laju pertumbuhan yang berbeda.

  20. Siklus silika

  21. Bila konsentrasi silika turun hingga <0,5 mg/L – banyak spesies diatom tidak dapat secara efektif berkompetisi dengan algae non-silika – menyebabkan laju pertumbuhannya menurun – biasanya terjadi selama sirkulasi musim gugur/autumn. • Pengkayaan nutrien N dan P (eutrofikasi) seringkali mengarah pada peningkatan produksi diatom dan removal of Si (via pengendapan diatom) pada laju yang lebih cepat daripada pembaruan inputnya karenanya, secara gradual diatom tidak bisa berkompetisi dan digantikan oleh algae dan cyanobacteria yang tidak bergantung pada ketersediaan Si

  22. Physiological Function of Micronutrient

  23. Referensi: 1983

  24. THANK YOU

  25. Potensial Redoks pada sistem perairan tawar • Potensial redoks adalah ukuran kecenderungan air untuk mengoksidasi atau mereduksi unsur terlarut. • Dalam reaksi kimia: • oksidasi  pelepasan elektron • reduksi  penambahan elektron • Eh (potensial redoks) diukur dalam satuan mV (milivolt) • Nilai potensial hidrogen dianggap sebagai baseline (nol), sehingga jika nilai Eh air lebih besar dari Eh hidrogen, maka potensial redoksnya positif. Potensial redoks yang positif (+)  kondisi oksidasi nilai Eh yang negatif (-)  kondisi reduksi • Aktivitas proton dalam air – dilambangkan dgn pH adalah: pH = -log[H+] • Aktivitas elektron (pE)  pE = -log [e-] • pE besar dan positif dalam larutan oksidasi kuat (aktivitas elektron rendah) sebagaimana pH akan tinggi pada larutan basa kuat (aktivitas proton rendah)

  26. Bila oksigen terlarut dalam air maka dihasilkan potensial redoks menurut reaksi: Pada kondisi kesetimbangan, pE air tidak sensitif terhadap perubahan konsentrasi maupun peningkatan saturasi oksigen. Potensial redoks berubah secara signifikan dengan berubahnya H+ yang terlihat dari perubahan pH Sudah menjadi kebiasaan untuk menyatakan pE dari reaksi redoks di perairan pada aktivitasnya dalam air netral pada pH 7 daripada pada pH yang sama Oleh karena itu, potensial redoks dinyatakan sebagai Eh atau E7 adalah dalam hubungannya dengan koreksi untuk perubahan dalam redoks pada pH sampel ke pH 7. Perubahan pH satu unit diikuti oleh perubahan potensial redoks sebesar 58 mV. Dengan demikian, untuk praktisnya koreksi potensial ke pH 7 adalah dengan pengurangan 58 mV per unit pH pada sisi asam, dan penambahan 58 mV per unit pH pada sisi basa. Eh hanya hanya sedikit saja dipengaruhi oleh temperatur, sebagai contoh pada 0 oC Eh air pada pH 7 adalah 860 mV, tetapi pada 30 oC pH 7 Eh hanya berubah menjadi 800 mV.

  27. Pada perairan dengan pH netral teroksigenasi dengan baik, potensial redoksnya lebih sedikit dari 500 mV yang sangat jauh lebih rendah dari nilai teoretikalnya yang sebesar Eh 800 mV. Beberapa elemen, C, O, N, S, Fe, Mn, adalah reaktan yang dominan dalam proses redoks di perairan alam. Dengan konversi energi ke dalam ikatan kimia, foto-sintesis memproduksi energi bebas dlm kondisi tereduksi (Eh negatif) yang cukup besar, dan menghasilkan konsentrasi senyawa C, N, dan S yang tidak setimbang. Reaksi-reaksi respirasi, fermentasi, dan reaksi non fotosintesis lainnya pada organ-isme cenderung mengembalikan kesetimbangan dengan penguraian katalistik melalui reaksi-reaksi redoks penghasil energi berupa produk-produk fotosintesis yang tidak stabil secara termodinamika. Melalui reaksi-reaksi itulah organisme non fotosintesik mendapatkan sumber energi bebas untuk kebutuhan metabolis-menya. Rata-rata Eh meningkat dengan kombinasi dari proses-proses ini. Perlu diperhatikan bahwa organisme bertindak sebagai katalis redoks dengan memediasi reaksi-reaksi dan tranfer elektron; organisme itu sendiri tidak mengoksidasi substrat atau mereduksi senyawa.

  28. Besi, yang tereduksi dan yang teroksidasi (Fe2+ dan Fe3+) adalah diantara reaktan redoks yang paling elektroaktif di sistem perairan alam. Selain besi, dan Mn sampai batas tertentu, komponen redoks dari karbon organik, nitrogen, dan sulfur tidaklah elektronegatif dan hanya menghasilkan potensial yang reversibel (dapat dibalik) setelah ada perubahan yang dimediasi oleh enzim. Sebagai konsekuensinya, pengukuran redoks di perairan alam tidaklah harus bisa diinterpretasikan dan diperbandingkan secara kuantitatif. Di sisi laoin, kualitatif, pembandingan relatif Eh, yang merepresentasikan potensial komposit dan tercampur, dapat menjadi pelajaran penting, sebagaimana ditunjukkan oleh perbandingan monografik dari batas-batas pH dan Eh pada lingkungan yang berbeda dan antar organisme. Potensial redoks tidak banyak berubah dengan meningkatnya kedalaman selama terdapat kandungan oksigen dalam air. Meskipun terdapat kurva clinograde oksigen yang sangat jelas, selama air tidak berada pada kondisi mendekati anoksia Eh akan tetap positif dan cukup tinggi (300-500 mV). Pada saat oksigen mendekati nol dan timbul kondisi anoksik, di bagian bawah hypolimnion dan dekat sedimen, Eh menurun dengan cepat. Hubungan yang hampir sama juga terjadi pada antarmuka air-sedimen. Dalam sedimen, terjadi kondisi reduksi, dan Eh turun hingga 0 mV atau lebih rendah dalam beberapa mm dari batas air-sedimen. Yang paling berperanan penting sebagai senyawa pereduksi yang menurunkan potensial redoks adalah besi ferro (Fe2+)

  29. Pada sistem danau yang mengandung senyawa humus terlarut yang tinggi biasanya potensial redoksnya rendah. Asam humus, khususnya yang berasal dari lumut Sphagnum (bog lake) mempunyai potensial redoks (Eh) sekitar 350 mV, dan kemampuan reduksinya menyebabkan pengkayaan kandungan logam melalui pembentukan kompleks dan adsorpsi menjadi molekul-molekul asam. Potensial redoks di danau yang terstratifikasi permanen (monimolimnia of meromictic lake – Fig 14-1) dengan kandungan bahan organik terlarut yang tinggi, teramati sangat rendah. Kandungan besi terlarut yang sangat tinggi sering dijumpai di danau ini (Hongve, 1980).

More Related