250 likes | 536 Views
AKSES KEADILAN BAGI PEREMPUAN. Sulistyowati Irianto. Akses kpd keadilan & kemiskinan. 4 milyar orang di seluruh dunia hidup dalam kemiskinan karena ketiadaan akses kepada keadilan (CLEP, 2008) Dekonstruksi thd kemiskinan dlm perpsktif ekonomi sentris
E N D
AKSES KEADILAN BAGI PEREMPUAN SulistyowatiIrianto
Akses kpd keadilan & kemiskinan • 4 milyar orang di seluruh dunia hidup dalam kemiskinan karena ketiadaan akses kepada keadilan (CLEP, 2008) • Dekonstruksi thd kemiskinan dlm perpsktif ekonomi sentris • Ketiadaan akses kpd keadilan: ketiadaan ruang untuk didengar suaranya dlm proses2 pengambilan keputusan di berbagai tingkat
Latar belakang sejarah:Legal Development Program • Awal 1960 an: Law and Development diterapkan dengan tujuan mempromosikan demokrasi dan pembangunan di negara2 baru merdeka di Afrika dan Asia, dan negara berkembang. • Perancang: US dan lawyers • Tujuan: mentransformasi “western social, economic and political model” • Mereka percaya dengan bantuan hukum barat, modernisasi dan demokrasi dapat terwujud di negara2 tsb
Kegagalan Law and Development movement dan penyebabnya • Demokrasi dan modernisasi tidak pernah terjadi. • F. Benda-Beckmann “what did lawyers understand about the development of the third world ?” • Carothers: Pengetahuan yang tidak memadai • David Trubek and Marc Galanter: “that the law and development movement was based on a flawed theory of law and society, and a flawed ideal of “liberal legalism”. • Lawrence Friedman the promotion of legal reform in developing countries lacked “any careful, thought out, explicit theory of law and society or law and development”. • James Gardner, … “these programs, though well-intentioned, amounted to “legal imperialism.” (Stephenson, 2006: 192)
Gerakan Rule of Law • Stl kegagalan legal development movement, hukum tidak pernah diperhitungkan dalam teori2 pembangunan (1970-1980) • Hukum diperhitungkan lagi dng munculnya gerakan Rule of Law (1990) • Rule of Law: negara hukum, penegakan hkm • RoL dipromosikan setelah berakhirnya perang dingin, & diterapkan di Latin America, Eastern Europe, the former Soviet Union, Asia (Indonesia), dan Sub-Saharan Africa.
“Rule of Law Orthodoxy” • Tujuan: menciptakan hukum yg lbh ramah kepada bisnis dan investasi stimulus pertumbuhan ekonomi & pengentasan kemiskinan • Banyak negara Asia, Inds, memodifikasi hukum dan institusi hukum supaya cocok dng lapangan ekonomi komersial • Instrumen hukum dlm hkm bisnis dikeluarkan & diamandemen • Stl 10 thn bjalan & mhabiskan a billion US dollar, program berjalan sngat lambat & sukar dijalankan • Hasil pelatihan utk para hakim, konsultan & studi banding tidak sebanding dng alokasi dana. • Judiciary system di Amerika latin tetap ketinggalan dan di Rusia reformasi hukum tidak berjalan
Kegagalan “rule of law orthodoxy”(Golub, 2005) • Top down, state centered, Ciri utama the orthodoxy: • Terlalu berfokus pada institusi negara, khususnya peradilan • Fokus ini banyak ditentukan oleh profesi hukum, yang diwakili oleh a nation’s jurists, top legal officials, and attorneys, and by foreign consultants and donor personnel • Hasilnya, kecenderungan utk mendefinisikan dan memecahkan problem hukum secara sempit, terbatas pada courts, prosecutors, contracts, law reform, and other institutions and processes in which lawyers play central roles
Program diterjemahkan sbg • Memperbaiki dan membangun gedung pengadilan • Membeli furniture, komputer & peralatan • Drafting hukum2 baru & regulasi • Training hakim, advokat & personil hukum • Menciptakan sistem manajemen dan administrasi peradilan • Mendukung institusi pengadilan & managemen pelatihan lain • Mendirikna asosiasi pengacara • Melakukan pertukaran internasional utk hakim, advokat & administrator pengadilan
Program “terbaru”: Access to Justice • From: • ‘Access to Justice concerns the availability of legal aid for poor people’ (paraphrase of the concept as implicit in the famous Dutch Access to Justice study De weg naar het recht, 1975) • to • ‘Access to Justice is the ability of people to seek and obtain a remedy through formal or informal institutions of justice, and in conformity with human rights standards’ (UNDP 2005)
Pembangunan terintegrasi • Berbagai program pembangunan dalam bidang apapun (kesehatan, pendidikan, ekonomi, lingkungan hidup, dll) harus terintegrasi dng pembangunan hukum • Legal empowerment (keberdayaan hkm terkait dng pengetahuan & kesadaran hukum, identitas hkm & bantuan hukum)
Mengapa “justice for women” ? Bukan “justice for all” ? • Perempuan menjadi bagian dari kelompok yang tidak diuntungkan, karena mereka miskin, terbelakang, berasal dari ras, etnik, dan agama minoritas (Tong, 1998, Harding, 1987, Moore, 1998, Shiva & Mies, 1993, Rosaldo 1974) • Relasi kuasa antara perem dan orang-orang di sekitarnya, termasuk suami, kerabat (otoritas adat) sampai elite kekuasaan di pemerintahan, menghalangi perem mendpt akses kpd keadilan
Akses peremp kpd keadilan (negara) • Bgm peremp ditempatkan dalam hukum dan bgm ia diperlakukan oleh penegak hukum dlm proses penyelesaian perkara di persidangan. • Peremp miskin dan tidak terdidik terhalang untuk memiliki pengetahuan hukum mendpt pelayanan dan bantuan hukum yang memadai ketika membutuhkannya, bahkan sering diperlakukan tidak adil dalam proses peradilan • Persoalan kemanusiaan perempuan sering tereduksi dalam persoalan prosedural formal dan tafsir tekstual yang hegemonik.
Akses perempuan kepada keadilan berbasis komunitas • Bgm akses kdp sumber kesejahteraan dan keadilan pd masy patrilineal, matrilineal dan bilateral) • Insiatif perempuan untuk menggunakan proses penyelesaian sengketa atau mekanisme alternatif (adat / komunitas) sering tidak didukung oleh masy luas yang secara kultural masih bersifat patriarkis (Tong, 1998, Moore, 1998). • Relasi kuasa peremp & fungsionaris adat, tokoh dalam struktur kekerabatan, menghalangi aksesnya kepada keadilan
Kerangka normatif • Legislasi: tdpt sejumlah Instrumen hukum dan kebijakan yang menjamin kesetaraan dan keadilan bagi perempuan • Peradilan: terdapat sejumlah putusan Mahkamah Agung yang yang progresif dalam memajukan hak perempuan • Beberapa “terobosan hukum” selalu saja dapat dijumpai dalam praktek hukum: RPK, dan penegak hukum
Permasalahan Substansi Hukum Paradoksal • Pengabaian pengalaman peremp (21 perUU yg rugikan peremp (Depkumham & UNDO 2007) • Ketiadaan perspektif perempuan di kalangan perumus per UU (daerah) termasuk eksekutif daerah Perda yg merugikan perempuan (miskin) • Kurangnya pengetahuan pembuat hukum di daerah ttg hidup bernegara dan wawasan kebangsaan (amanat UUD 1945) & hub dng hak2 konstitusional perempKebingungan dlm merespon OTODA primoridalisme dan religiositas yang sempit mendiskriminasikan perempuan krn menempatknnya sbg penjaga moral daerah.
Pengetahuan & Kesadaran Hukum • Pengetahuan Hkm: instrumen hkm yg adil gender tidak memadai di bbg kalangan para penegak hukum, akademisi hukum, pendidik (guru), dan masyarakat luas termasuk perempuan sendiri. Penyebab: • Pertama, kuatnya pemahaman legal positivistik di kalangan para penegak hukum, sehingga tujuan procedural formal (interpretasi tekstual) lebih dipentingkan daripada membuat terobosan-terobosan untuk tujuan kemanusiaan • Kedua, ketiadaan perspektif perempuan dan pengabaian pengalaman perempuan tidak hanya terdapat dalam perumusan produk peraturan perundang-undangan, tetapi juga dalam implementasinya di lapangan.
Identitas hukum • Perempuan miskin & tidak punya pengetahuan & kesadaran hukum tidak punya akses kepada identitas hukum • Para peremouan pekerja domestik migran • Komunitas miskin di kota & desa
Bantuan Hukum • Belum ada UU Bantuan Hukum utk org miskin (peremp) sec khusus • Instrumen hkm terbatas pd PP & bbrp pasal dlm UU Advokat • Bantun hukum adl Hak asasi
Rekomendasi Strategi Nasional Bappenas Kerangka normatif: • Pengkajian dan Pencabutan berbagai peraturan perundang-undangan (daerah) dan kebijakan yang berimplikasi merugikan perempuan. • ”Mewaspadai” proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang diduga substansinya (sebagian atau seluruhnya) tidak akan berdaya guna bagi masyarakat (perempuan), dan oleh karenanya akan dimintakan judicial review di kemudian hari.
Pembenahan institusi peradilan • Dukungan bagi“Sistem Peradilan Pidana Terpadu-Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan” (Integrated Criminal Justice System), • Pembentukan mekanisme yang menjamin semua perempuan dari latar belakang berbeda (agama, etnik, kelas) yang memiliki kasus hukum, dapat diselesaikan kasusnya secara adil dalam proses peradilan—Family Court . • Program sertifikasi terhadap penegak hukum yang menangani kasus-kasus perempuan
Kesadaran hukum • Memperkuat basis legal knowledge para calon sarjana hukum di Fakultas Hukum di seluruh Indonesia, melalui semakin ditingkatkannya program engendering kurikulum Fakultas Hukum.. • Memperluas basis legal knowledge di kalangan masyarakat luas melalui kemitraan dengan sekolah dan media.
Bantuan Hukum • Mendorong lahirnya UU khusus bantuan hukum utk org miskin & peremp • Membentuk kemitraan antr LBH universitas dng pemerintah, LSM, asosiasi pengacara • Menumbuhkan dan mengembangkan program paralegal dr warga masyarakat luas, kelompok perempuan dan kelompok miskin