1 / 1

Buku yang Didahulukan Pindah

Buku yang Didahulukan Pindah

erin-larson
Download Presentation

Buku yang Didahulukan Pindah

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Buku yang Didahulukan Pindah Pada tanggal 1 Desember 1956 rakyat Indonesia dikejutkan oleh keputusan Pak Hatta untuk meletakkan jabatan sebagai wakil presiden. Selama tiga bulan sejak itu, Bapak dan keluarga berangsur-angsur mulai pindah ke Jalan Diponegoro, yang pada waktu itu baru saja selesai diperbaiki. Ketika memindahkan barang-barang ke rumah Diponegoro, yang mula-mula diangkut Bapak bukanlah barang perabotan rumah tangga, melainkan buku-bukunya. Dari Jalan Medan Merdeka Selatan 13, buku-buku itu diikat jadi satu dalam tumpukan-tumpukan yang sesuai urutan semula dan sebagian diantaranya dimasukkan ke dalam peti-peti aluminium yang masih tersimpan sejak KMB dulu. Dalam menyusun buku-buku itu sayalah yang membantu Bapak, bersama Ibu Rahmi. Kami bertiga biasanya bekerja mulai pagi sampai jam 13.00 siang menaruh buku-buku di rak-rak perpustakaan di Jalan Diponegoro, lalu saya pulang ke rumah dan Bapak serta Ibu pulang ke Jalan Medan Merdeka Selatan. Waktu itu uang makan saya Rp 25,00 besarnya setiap hari. Bapak tahu betul urutan buku yang seharusnya, yaitu mengikuti urutan seperti di Jalan Medan Merdeka Selatan. Hanya kalau aku membuka ikatan buku baru, Bapak menanyakan kepada saya, mana tumpukan berikutnya untuk disusun dalam rak. Saya lalu mengambilkannya dari peti, sesuai dengan urutan ikatan buku-buku yang berikutnya. Setelah tiga kali diperbaiki susunannya, maka buku-buku kembali menjadi teratur menurut urutannya seperti waktu yang ada di rumah wakil presiden, di Jalan Medan Merdeka Selatan 13. Bapak selalu memegang teguh aturan yang lama, sehingga pekerjaan penyusunan dan perawatan buku di rumah baru tidak membingungkan, karena sesuai dengan pola yang lama. Setelah itu, di Jalan Diponegoro, diantara pembantu Bapak selalu ada seorang anak laki-laki yang tugasnya khusus mengelap buku satu per satu. Kalau dia mulai dari rak yang paling kiri pada hari Senin, maka pada hari Senin berikutnya dia akan sampai lagi pada buku pertama di rak paling kiri tersebut. Selain mengatur buku-buku menurut urutan yang ditentukan Bapak, beliau juga menugaskan saya untuk memperhatikan agar jangan sampai ada buku yang ditaruh terbalik. Bapak marah sekali kalau itu terjadi, katanya, “Talib, mana ada orang yang berjalan dengan kepala di bawah?”. Disamping itu, setiap kali Bapak mengambil sebuah buku dari perpustakaan, saya perhatikan bahwa beliau meniup dahulu, seolah-olah ada debunya, baru diletakkan di papan rak untuk dibaca atau dibawa ke meja tulis. Begitulah yang dilakukan beliau, apalagi kalau membaca buku-buku lama yang sudah tidak diterbitkan lagi, Bapak sangat berhati-hati supaya bukunya tidak sobek. Beliau juga memerintahkan untuk setiap kali membeli kamper dan setiap enam bulan sekali, dilakukan fumigasi. Disamping itu AC pertama yang Bapak beli bukan dipasang di kamar tidur beliau melainkan di ruangan perpustakaannya. Tugas saya yang rutin sejak muda dahulu adalah membantu urusan administrasi surat-menyurat, sehingga berkat latihan beberapa tahun, saya hafal alamat-alamat para para pejabat penting Pemerintah. Bapak selalu memperhatikan kerapian surat-menyurat. Tidak boleh ada kesalahan dalam pengetikan isi surat atau pada amplop. Hal ini sangat menjadi perhatian Bapak waktu beliau belum begitu lanjut usia. Untung Bapak Hutabarat adalah seorang sekretaris yang sangat baik dalam soal mengetik, boleh dikatakan jarang sekali beliau membuat kesalahan ketik. Bapak jarang marah kepada saya kecuali kalau saya memang melakukan kesalahan besar. Misalnya, pada suatu hari saya mengirimkan dua surat yang isinya tertukar, yang satunya dialamatkan kepada Duta Besar Polandia. Kedutaan membuat laporan bahwa isi surat salah dan dikembalikan. Wah, alangkah marahnya Bapak. Tetapi semarah-marahnya beliau, tidak pernah beliau mengatakan saya “goblok” atau menggunakan kata-kata makian lain. Satu-satunya yang dikatakan Bapak setiap saya membuat kesalahan besar adalah lancang. Dua menit kemudian Bapak sudah tidak marah lagi kepada saya.  Munthalib, Pribadi Manusia Hatta, Seri 4, Yayasan Hatta, Juli 2002

More Related