520 likes | 2.28k Views
Cinta-komitmen-pernikahan dari sudut pandang psikologi emosi.
E N D
LOVE “Sebuah proses atau keadaan sementara (momentary state), sebuah reaksi yang datang dan pergi—dalam sebuah hubungan percintaan, seseorang berasumsi bahwa perasaan cinta akan sering atau jarang muncul kembali, tergantung pada tingkat dan kualitas hubungan” (Lazarus, 1991). Implikasinya, emosi cinta tidak selalu hadir secara konstan.
Tipe cinta menurut Sternberg • Companiate love melibatkan keintiman dan komitmen, tetapi tanpa gairah seksual, di mana jenis ini merupakan jenis cinta yang sering dirasakan kepada anak-anak, orang tua, dan teman dekat kita. Jenis-jenis cinta ini, meski tidak selalu, merupakan jenis cinta yang paling sering dirasakan dan paling mudah pergi. • nonlove, yang merujuk pada interaksi kasual (biasa) dala interaksi di antara manusia • liking, yang muncul ketika terdapat keintiman dan ketiadaan gairah dan komitmen
infatuated love , yakni cinta pada pandangan pertama dan melibatkan hasrat seksual dengan ketiaan keintiman dan komitmen • empty love, yang muncul dari komitmen terhadap orang yang dicintai, tetapi tanpa keintiman dan hasrat (sebagaimana yang muncul dalam hubungan yang stagnan) • romantic love, yang melibatkan kombinasi keintiman dan hasrat tanpa komitmen • fatuous love, yang merupakan kombinasi dari hasrat dan komitmen tetapi tanpa keintiman • consummate love, yang merupakan gabungan dari komitmen, keintiman, dan hasrat.
Pernikahan • Pernikahan dalah kehidupan dari pasangan pria dan wanita yang disahkan secara hukun dan agama dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia. • Untuk menjadi pasangan yang bahagia, suami dan istri harus saling mengena dan menerima, bersama dalam susah & senang, membantu & mendukung, komunikasi yg lancar
Seksualitas dan Percintaan dalam Pernikahan • Proses relasi seksual terjadi perpaduan antara sistem kehangatan-afiliasi (gabungan elemen yang berkontribusi pada kecenderunganmenunujukkan kepedulian) dan sisem reproduksi (kecenderungan untuk mempertahankan garis keturunan) (Oatley et al., 2009). • Berdasarkan teori evolusi : • perempuan cenderung memilih pasangan berdasarkan kemungkinan lelaki dalam parenting alih-alih pertimbangan genetis, • sementara laki-laki cenderung memilih pasangannya berdasarkan kemampuannya membesarkan anak dan kemampuan reproduksi (Oatley et al., 2009).
Keintiman dalam PernikahanMoss dan Schwebel 1993 • Keintiman dalam hubungan romantis ditentukan oleh level komitmen dan afek positif, kognitif, dan kedekatan fisik yang dialami seseorang dalam hubungan timbal balik (meski tidak selalu simetris). Definisi ini menjabarkan lima komponen keintiman : • a) Komitmen • b) Keintiman Afektif • c) Keintiman Kognitif • d) Keintiman Fisik • e) Mutualitas
‘Komitmen’ fondasi yang memberikan kesempatan bagi dimensi keintiman lain untuk berkembang. • ‘Keintiman afektif’ seberapa dalam kesadaran individu terhadap dunia emosional pasangan mereka dan emosi yang dibagi satu sama lain • ‘Keintiman kognitif’ seberapa dalam kesadaran individu terhadap dunia kognisi pasangan mereka, dan pertukaran kognisi yang dilakukan (contohnya seperti informasi dan nilai), • ‘Keintiman fisik’ sejauh mana kontak fisik terjadi, sebagaimana arousal keadaan fisiologis dirasakan terhadap pasangan pada setiap tingkat kontak fisik. Istilah • Mutualitas (timbal balik)’ mengacu pada interaksi mutual terkait tema keintiman.
Keintiman romantis vs. Cinta romantis • Cinta tidak memiliki penekanan yang sama pada mutualitas sebagaimana halnya keintiman. Seorang individu dapat merasakan cinta sepihak, tetapi tidak ada yang namanya ‘keintiman sepihak’
Komitmen dalam Pernikahan(Oklahoma Marriage Initiative, 2010) • Komitmen adalah sebuah dedikasi, dan sebuah 'big picture'. Pasangan yang berdedikasi akan memikirkan satu sama lain seperti mereka memikirkan diri sendiri. • Mereka akan memiliki keinginan untuk melewati masa-masa sulit bersama karena mereka berbagi sense of belonging mereka kepada sesuatu yang lebih berharga dibandingkan dengan diri mereka sendiri. • Sementara yang dimaksud dengan 'big picture' adalah hal-hal seperti manfaat dan rencana jangka panjang yang merupakan suatu lem perekat bagi pasangan ketika mereka sudah tidak tertarik satu sama lain.
Carrol et al. (2009) Penelitian tentang kriteria yang dibuat dewasa muda ketika mengambil keputusan untuk menikah. • Orang dewasa yang berkembang memandang kategori ‘mampu mempertahankan komitmen seumur hidup’ sebagai salah satu indikator kesiapan pernikahan primer.
W. Bradford Wilcox dan Steven L. Nock faktor tunggal yang paling penting dalam menyokong kebahagiaan seorang wanita dalam kehidupan pernikahan adalah level dari keterikatan emosional dengan pasangan. • Wanita yang berbagi komitmen yang kuat dengan suami mereka melaporkan bahwa mereka bahagia dengan pernikahan mereka... dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki komitmen dalam pernikahan
Clements & Swensen Komitmen kepada pasangan merupakan variabel yang paling konsisten dan sebagai prediktor paling kuat dalam menentukan kualitas dari marital relationship pada older couples • Johnson komitmen dapat dijelaskan dengan baik dalam tiga aspek pengukuran: personal commitment, moral commitment, dan structural commitment.
Personal commitment berasal dari keinginan untuk melanjutkan sebuah hubungan. • Moral commitment adalah sebuah rasa tanggung jawab dalam sebuah pernikahan. • Structural commitment termasuk di dalamnya harga yang harus dibayarkan individual untuk meninggalkan sebuah pernikahan.
Pryor dan Roberts (2005) baik pasangan menikah maupun cohabiting (tinggal bersama) berbicara tentang komitmen; janji, masa depan, bekerja bersama untuk kelangsungan hubungan, dan karakteristik serta kualitas masing-masing pasangan yang harus dipahami, meski pasangan yang cohabiting lebih mudah meninggalkan komitmen. • Faktor paling penting dalam mempertahankan pernikahan adalah kehadiran buah hati pasangan-pasangan yang sudah menikah, dan hal itu akan meningkatkan serta lebih menguatkan komitmen diantara dua individu yang sudah menikah.
Pentingnya komitmen • Jika orang-orang menyadari bahwa pernikahan dan komitmen itu penting, dan bagaimana mereka dapat secara efektif membangun sebuah komitmen dalam hubungan, maka pasangan-pasangan itu akan lebih menikmati dan lebih bahagia, dan pernikahan akan lebih stabil. • Perbedaan dan kesulitan-kesulitan akan lebih mudah teratasi dan dimaklumi apabila sebuah pasangan komitmen satu sama lain dan bukan tidak mungkin mereka akan membangun rumah tangga yang berhasil.
Kemarahan dalam Pernikahan • Myers (dalam Oatley et al., 2009), menemukan bahwa angka cerai di negara-negara dengan industri maju mendekati 50%, dan ditambah lagi dengan tingginya angka ketidakpuasan dalam pernikahan
Gottman dan Levenson empat perilaku negatif yang paling membahayakan hubungan pernikahan : • 1. Suka mengkrtitik. Orang yang suka mengkritik biasanya mudah untuk menemukan kejelekan yang dimiliki oleh pasangannya, dan akan menjurus kepada ketidakpuasan dalam hubungan pernikahan. • 2. & 3. Perilaku defensif dan suka menutup diri. Dua hal tersebut menghalangi pasangan suami istri untuk membicarakan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan secara bebas, dan dengan berkurang atau tidak adanya komunikasi tersebut, hubungan pernikahan akan terganggu. • 4. Pelecehan terhadap pasangan.
Pelecehan terhadap pasangan adalah hal yang paling merusak, sedangkan kemarahan, walaupun membuat suasana menjadi tidak nyaman untuk sementara waktu, dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik. • Kemarahan terjadi ketika ada sesuatu yang tidak beres dalam hubungan interpersonal. Ketika kemarahan terjadi pada pasangan, kedua pasangan akan melakukan penyesuaian dan berakhir pada rekonsiliasi atau saling pengertian antara keduanya (Jenkins, Smith, Graham,dalam Oatley et al., 2009).
Hakikat Kemarahan • Kemarahan, pada dasarnya, merupakan permintaan dari seseorang untuk meninggikan statusnya dalam hubungannya dengan orang lain, atau untuk menjaga statusnya. Sedangkan malu, adalah rasa dari diri seseorang yang mengecilkan atau merendahkan posisi dirinya dalam hubungan.
MINI STUDY AnalisisKualitatifSederhanatentangDinamikaEmosi, Kepuasan, danKomitmendalamHubunganPernikahanMuda
Tujuan • Tujuanpenelitianiniadalahuntuk mengetahui dinamika emosiapasaja yang terjadidalamkehidupanpernikahanpasangansuamiistri yang belum lama menikah. Bagaimanakepuasanmerekadalampernikahan, dankomitmendalampernikahanpada pasangan suami istri muda.
Metode • Subjekpenelitianadalah 2 orang wanita. Kriteriasubjekadalahtelahresmimenikahdansedangmenjalanikomitmen (tidaksedangpisahranjang), dengankriteriapasanganmudadalamrentangusiapernikahanantara 2-5 tahun, sertatelahmemilikianak. Variabelpenelitianiniadalahdinamikaemosi, kepuasandalampernikahan, dankomitmen. • Metode yang dipakaiuntukmengumpulkan data adalahWawancara
aspek & pemahaman (metode) • Definisi komitmen (persepsisubjekmengenai komitmen) • Lama subjekmenjalanikomitmen • Alasan yang mendasari subjek mau berkomitmen • Ekspektasisubjek dari berkomitmen • Hal yang dapat mengukuhkan komitmenmenurutsubjek • Kepuasan subjekterhadap komitmen (adapun sub-poindidalamnyaberupakenyamanan, dan lain-lain)
Pengalaman berkomitmen subjeksebelumnya(kualitasdankuantitas) • Aspek komitmen yang paling menonjol (tergantung jawaban dari subjek) • Konflik yang terjadi dalam aspek komitmen yang menonjol, emosi yang ditonjolkan, sertapenyelesaiannya. • Ekspresi yangdilakukansubjekdalam menunjukkan komitmen • Perasaan yang dirasakan setelah menjalin komitmen (dinamika psikologis)
Hasil penelitian • Ke dua subjek sepakat bahwa kehidupan setelah menikah membawa perubahan besar bagi hidup mereka terutama dalam aspek emosi. Merekamerasamemilikikematangan yang lebih, lebihbahagia, lebihbersyukurdanlebihdapatmengendalikanemosimereka. • Diantaraemosipositif yang paling mendominasipernikahantersebut, terkadangemosinegatifkerapkalimerekarasakansepertisedihdankesal yang memilikipenyebabbervariasi, sepertikerepotanmengurusanak, perbedaanpendapat, danhal-hal lain yang dapatmenimbulkankonflikkecilataubesar.
Pengertian Komitmen • Subjek I: “Sebuah kesepakatandengandasarkeinginanuntukmelanjutkankejenjang yang lebihmatang.” • SubjekII: “Suatuprinsip yang dipegangbersamadalamhubunganpernikahandengandasarkecintaanterhadappasangandanjenjanglebihlanjutdalamberkomitmen.” • Berdasarkanteori Johnson dapatdisimpulkanbahwakeduasubjekmembangunkomitmenatasdasarpersonal commitment.Personal commitmentadalahkomitmen yang dibangunberasal dari keinginan untuk melanjutkan sebuah hubungan.
Bagisubjekpertama, menikahmerupakancouple identityyang berarti bahwa menjadi suatu bagian dalam sebuah pasangan dengan lebih krusial terkait dengan self-concept.Sementarabagisubjekkedua, menikahmerupakankomitmen yang dibangunatasdasarkecintaanterhadappasagan, ataudalamhaliniattraction to one's partner.
Peran dari Anak • Keduasubjeksepakatbahwafaktor yang dapatmengukuhkansebuahpernikahanlebihdarisekedarkesepakatandanmenguatkankomitmenadalahkehadiransibuahhati. • Pryor dan Roberts (2005)juga menyatakan bahwafaktor paling penting dalam mempertahankan pernikahan adalah kehadiran buah hati pasangan-pasangan yang sudah menikah, dan hal itu akan meningkatkan serta lebih menguatkan komitmen diantara dua individu yang sudah menikah.
Hakikat Emosi dalam Komitmen Pernikahan • Emosi dalam komitmen pernikahan melibatkan rasa saling percaya (trust), menghargai, dan terbuka. Hal-hal ini pada dasarnya merujuk pada appraisal subjek terhadap hubungan pernikahannya dan atau pasangannya (stimuli), di mana menurut Passer & Smith (2007), penilaian adalah komponen emosi yang melibatkan interpretasi dan pemberian makna terhadap stimuli. • Individu yang mempersepsi pasangan dan hubungan pernikahannya secara positif cenderung akan mengarahkan pada emosi yang positif pula, dan hal ini akan berdampak pada komitmen yang lebih positif.
Setelah itu, kecenderungan berperilaku atau mengekspresikan emosi (sebagaimana dalam Planalp, 1999) akan menjadi manifestasi perasaan emosional. • Sebagai contoh, emosi positif subjek dalam komitmen membuat subjek pertama mencoba meluangkan waktu untuk mendengarkan suaminya
Selain itu, ekspresi emosi juga ditunjukkan melalui sebuah proses yang oleh Planalp (1999) disebut dengan regulasi emosi, yang seringkali tidak disadari. • Kemampuan melakukan regulasi emosi ini, berdasarkan penelitian di atas, mengalami peningkatan setelah subjek menjalani komitmen, dan semakin meningkat setelah adanya faktor penguat komitmen berupa kehadiran anak.